KabarBaik.co – Pengadilan Militer III-12 Surabaya menjatuhkan vonis hukuman percobaan 8 bulan kepada Lettu Laut (K) dr Raditya Bagus Kusuma Eka Putra dengan ketentuan jika dalam masa itu melakukan pelanggaran pidana maka dipenjara selama 6 bulan.
Anggota TNI AL tersebut terbukti melakukan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) terhadap istri dan anak sambungnya. Putusan ini dibacakan pada sidang yang digelar di Pengadilan Militer III-12, Jalan Raya Juanda, Sedati, Sidoarjo, Kamis (9/1) sore.
Suasana ruang sidang berubah menjadi tegang setelah Ketua Majelis Hakim Militer, Letnan Kolonel Arif Sudibya, mengetok palu putusan. Istri dan anak korban menangis histeris menolak keputusan tersebut. Anak korban yang turut menjadi sasaran kekerasan bahkan pingsan akibat emosi yang tidak tertahankan.
Dalam amar putusannya, hakim menyatakan terdakwa terbukti melanggar Pasal 44 ayat (4) dan Pasal 45 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT).
“Menyatakan terdakwa telah terbukti melanggar Pasal 44 ayat (4) dan Pasal 45 ayat (1) UU PKDRT,” tegas Ketua Majelis Hakim.
Putusan ini lebih ringan dari tuntutan oditur Mayor Yadi, yang sebelumnya menuntut terdakwa dengan hukuman 8 bulan penjara. Dalam pertimbangannya, hakim menyebut beberapa hal yang meringankan, seperti keterangan terdakwa yang kooperatif, perannya sebagai kepala keluarga, dan kondisi kesehatannya yang membutuhkan kontrol rutin di RSAL dr Ramelan.
Namun, hakim juga menyoroti hal-hal yang memberatkan, seperti luka fisik dan gangguan psikis yang dialami korban akibat tindak kekerasan tersebut. Dalam kasus ini, barang bukti berupa dua pisau dapur turut dihadirkan sebagai alat ancaman yang digunakan terdakwa.
Kuasa hukum korban, Mahendra Suhartono, menyampaikan keberatan atas putusan tersebut. Menurutnya, vonis hukuman percobaan tidak sebanding dengan fakta persidangan yang telah membuktikan kekerasan fisik dan psikis secara jelas.
“Yang sangat meyakinkan, namun hal itu menjadi bertentangan sendiri dengan putusan vonisnya,” ujarnya.
Mahendra juga mengkritik majelis hakim karena tidak mempertimbangkan tindakan KDRT terdakwa terhadap mantan istrinya. Selain itu, ia menilai restitusi yang diajukan korban telah divalidasi oleh LPSK dan tidak memberatkan terdakwa secara signifikan. “Jumlahnya tidak sampai miliaran, beda dengan kasus lain,” tambahnya.
Untuk diketahui, perkara ini bermula dari kekerasan yang dilakukan terdakwa terhadap istri dan anak sambungnya. Dalam perselisihan tersebut, terdakwa melempar guling ke arah istrinya, menyeretnya, dan melayangkan bogem mentah ke anak sambungnya. Anak korban bahkan mengalami trauma setelah diludahi dan diancam dengan dua pisau dapur. “Ancaman ini membuat korban trauma hingga saat ini,” pungkasnya.