Catatan Haji 2025: Beradaptasi dengan Sistem Multi Syarikah

oleh -485 Dilihat
FAIZ HAJI
Faiz Abdalla, salah seorang jemaah haji asal Kabupaten Gresik.

Oleh Faiz Abdalla*)

SETELAH melalui proses di Asrama Haji Sukolilo. Senin (5/5) pagi, saya bersama ratusan jemaah KBIH Semen Gresik, mendarat di Madinah. Sekitar 13 jam waktu yang ditempuh. Kami tergabung di Kloter 10. Kloter ini yang mengawali pemberangkatan haji dari Kabupaten Gresik tahun ini.

Dari bandara, kami langsung diarahkan ke hotel. Namanya, Hotel Kayan. Kira-kira 1 kilometer dari Masjid Nabawi. Pintu area masjid terdekat dengan arah hotel kami adalah pintu 310. Sehingga tiap ke masjid Nabawi, kami selalu melewati Masjid Ghamamah dan Masjid Abu Bakar. Arah ini juga yang lebih mendekatkan kami untuk mengakses Roudhoh dan ziarah ke Maqbarah Nabi Muhammad SAW.

Tidak ada masalah. Semua berjalan dengan baik-baik saja. Seluruh jemaah KBIH Semen Gresik ditempatkan dalam satu hotel. Sesuai kloter. Bahkan, saya sendiri satu kamar dengan jemaah yang seasal, satu desa. Salah satunya seorang jemaah lansia. Ia membutuhkan perhatian khusus.

Termasuk soal makan. Yang sebelumnya sering dibahas, atau bahkan dikeluhkan. Bukan soal kualitas. Tapi, lebih ke selera. Mungkin sebagian menganggap kurang pas untuk lidah orang Indonesia. Karena itu, banyak jemaah, yang atas saran jemaah sebelumnya, membawa sambal kemasan atau segala penyedap makanan. Ternyata, sejauh ini tidak terjadi. Hampir semua jemaah yang saya temui, mengaku puas dengan makanan yang diberikan penyelenggara.

Pernah sekali, makanan yang disajikan dirasa para jemaah kurang mengenakkan. Mungkin terlalu lama di dalam kemasan. Seketika, keluhan jemaah tersebut langsung ditanggapi. Diganti oleh penyedia. Ya, sedemikian pihak penyelenggara berkomitmen melayani jemaah haji tahun ini.

Seminggu berselang, kami pun mulai diangsur untuk pendorongan ke Makkah. Selasa, tanggal 13 Mei. Setelah mengambil miqat di Bir Ali, kami sampai di Makkah. Nah, di sini, beberapa persoalan mulai muncul. Terutama berkaitan dengan kebijakan baru, yakni pelaksanaan sistem multi syarikah, menggantikan sistem muassasah dan syarikah tunggal sebelumnya.

Seperti yang ramai dibahas. Banyak jemaah suami-istri yang terpisah hotel sesampai di Makkah. Beberapa jemaah lansia pun tak bersama dengan anak atau pendampingnya. Dipisahkan kamar atau hotel. Bahkan saat pendorongan dari Madinah, beberapa jemaah KBIH Semen Gresik pun sudah teridentifikasi berbeda pemberangkatan dari rombongan besar karena beda syarikah.

Hal ini adalah implikasi dari penerapan multi syarikah. Mengingat, sejak di Makkah dan puncaknya pada Armuzna, pelayanan dan pengelompokan jamaah lebih diarahkan berbasis pada syarikah, bukan lagi pada dominasi kloter.

KBIH Semen Gresik sendiri, akhirnya terpencar menjadi tujuh penempatan hotel. Sementara, Ketua Rombongan (Karom) dan Ketua Regu (Karu) banyak yang terpisah dari anggotanya. Meski tetap bisa berkoordinasi untuk menjalankan rencana dan program KBIH sebelum ke puncak haji, tapi tetap saja kondisi ini menyisakan kendala dan sedikit kesulitan. Terlebih, masih banyak koper jamaah yang belum ditemukan sejak di Makkah.

Mulai tahun ini, sistem multi syarikah diberlakukan. Operator atau penyedia layanan haji tidak lagi menggunakan Muassasah. Per tahun 2023, Pemerintah Arab Saudi mengintrodusir sistem syarikah. Yakni perusahaan swasta sebagai mitra penyedia layanan penyelenggaran haji. Harapannya, pelibatan swasta ini tentu agar pelayanan semakin optimal. Tidak tunggal dilakukan oleh badan usaha pemerintah (Muassasah) setempat. Apalagi, tahun ini mulai diberlalukan multi syarikah. Terdapat delapan syarikah. Tentu harapannya terjadi kompetisi yang mengarah ke profesionalitas.

Masing-masing syarikah akan berlomba-lomba dalam perbaikan dan akselerasi layanan. Menawarkan produk layanan terbaik. Tidak lagi terjebak pada paradigma lama ketika belum ada multi syarikah: Dapat pelayanan baik ya alhamdulillah, bila tidak ya mau bagaimana lagi.

Kemenag pun telah menyampaikan. Sistem ini diharapkan mampu lebih profesional dan detail dalam mengorganisasi penyelenggaraan haji, khususnya pada puncak ibadah haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina.

Sebagai sesuatu yang baru, tentu ada adaptasi. Ada penyesuaian. Belum semua berjalan sempurna. Bahkan mungkin masih banyak kekurangan. Perbaikan pun langsung dilakukan. Pasangan suami-istri yang terpisah, mulai didata dan diakomodir. Pun lansia, difabel, dengan pendampingnya. Begitu pun koper-koper yang belum sampai di kamar jemaah, terus dicoba dan diusahakan pihak penyelenggara. Sembari terus dilakukan mitigasi resiko atas implementasi multi syarikah ini.

Terlebih, yang perlu sangat diapresiasi dalam penyelenggaraan haji tahun ini, adanya pengetatan akses masuk ke Makkah dan Masjidil Haram. Saat masuk ke Kota Makkah, semua kendaraan dirazia. Hanya jemaah dengan visa resmi haji yang diperbolehkan masuk. Pun ketika memasuki Masjidil Haram, jemaah harus menunjukkan kartu Nusuk. Hal ini untuk menetralisir area Masjidil Haram, Armuzna, dan Kota Makkah, agar lebih nyaman dan sesuai dengan rasio jamaah. (Bersambung)

*) Faiz Abdalla, jemaah haji asal Kabupaten Gresik, Jawa Timur

Cek Berita dan Artikel kabarbaik.co yang lain di Google News



No More Posts Available.

No more pages to load.