KabarBaik.co – Ketua DPRD Bojonegoro Abdullah Umar menyoroti adanya perbedaan signifikan antara dokumen Kebijakan Umum Anggaran–Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA–PPAS) 2026 dan Rancangan APBD (R-APBD) 2026 yang diajukan oleh pemerintah daerah.
Dalam dokumen KUA–PPAS, belanja daerah tercatat sebesar Rp 6,79 triliun. Namun, angka tersebut berubah dalam R-APBD menjadi hanya Rp 5,86 triliun, atau berkurang sekitar Rp 926 miliar. Selain itu, Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SILPA) juga mengalami penurunan dari Rp 2,73 triliun menjadi Rp 1,8 triliun.
Perbedaan tersebut dipertanyakan Abdullah Umar dalam rapat bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) dan Badan Anggaran (Banggar) DPRD Bojonegoro. Ia menilai perubahan angka yang cukup besar ini tidak wajar dan harus mendapatkan penjelasan resmi dari eksekutif.
“Ini harus ada penjelasan, karena berbeda dengan KUA–PPAS dengan perubahan yang sangat besar,” ujar Abdullah Umar di Gedung DPRD Bojonegoro, Jalan Veteran, Senin (25/11).
Ia menegaskan bahwa aturan perundang-undangan telah mengatur secara jelas bahwa KUA–PPAS yang sudah disepakati wajib menjadi pedoman penyusunan seluruh RKA-SKPD. Ketentuan tersebut tercantum dalam PP Nomor 12 Tahun 2019 Pasal 90 ayat (3) dan Pasal 93 ayat (1).
Selain itu, Umar juga menjelaskan tentang lampiran Permendagri 77 Tahun 2020 juga menegaskan bahwa perubahan KUA–PPAS hanya bisa dilakukan melalui pembahasan dan kesepakatan ulang. Bahkan Permendagri 14 Tahun 2025 kembali mengharuskan APBD mengacu pada RKPD, KUA, dan PPAS yang telah ditetapkan.
Karena itu, menurut Umar, perubahan nilai belanja dan SILPA dalam R-APBD 2026 yang tidak sesuai KUA–PPAS berpotensi menimbulkan pelanggaran formil.
“R-APBD bahkan bisa dikoreksi atau ditolak dalam evaluasi gubernur sesuai Pasal 101 PP 12/2019. Intinya harus ada kesepakatan dulu antara eksekutif dan legislatif tentang KUA–PPAS yang digunakan sebagai dasar R-APBD 2026,” pungkas Abdullah Umar. (*)






