KabarBaik.co – Penghargaan Keterbukaan Informasi atau KI Awards Jawa Timur membuktikan dirinya bukan sekadar seremoni atau predikat simbolis. Predikat “informatif” yang diberikan dalam ajang ini bukan penghargaan dengan standar rendah, melainkan hasil dari rangkaian proses panjang. Menguji kepatuhan, komitmen, dan budaya transparansi di setiap badan publik. Karena itu, wajar jika mereka yang sukses meraihnya penuh kebanggaan.
“Merupakan kebahagiaan dan kami merasa bersyukur dari RSUD Dr. Soetomo sebagai layanan publik bisa memperoleh predikat informatif. Ini berkat kerja sama seluruh OPD, terutama bimbingan Diskominfo. Semoga kita bisa terus bekerja sama dengan hebat, bekerja sama dengan baik, untuk Jawa Timur Gerbang Baru Nusantara,” ujar Prof. Dr. dr. Cita Rosita Sigit Prakoeswa, Direktur RSUD Dr. Soetomo, dalam sambutannya di Malam Anugerah KI Awards Jatim 2025.
Edy Sunarto, Kepala Desa Tikusan, Bojonegoro, juga menyampaikan hal serupa. Capaian ini adalah buah kerja panjang dan kerja sama yang luar biasa. Bagi Pemerintah Desa Tikusan, perangkat desa, dan masyarakat desa, penghargaan ini bukan hanya membanggakan bagi masyarakat Bojonegoro, tetapi juga Jawa Timur. “Hikmah dari keterbukaan informasi ini adalah semakin kita terbuka memberikan informasi kepada masyarakat, maka itu akan semakin meningkatkan partisipasi dalam pembangunan. Baik mulai proses perencanaan, pelaksanaan, maupun pertanggungjawaban,” ujarnya.
Wakil Wali Kota Madiun, Bagus Panuntun, menegaskan bahwa penghargaan ini bukan sekadar ajang kebanggaan bagi Kota Madiun, melainkan amanah. Baginya, keterbukaan informasi publik sangat penting untuk menunjang berjalannya pembangunan. Semua sektor harus transparan dan menjunjung akuntabilitas.
“Kalau kita melihat, sekarang masyarakat partisipasinya sangat tinggi terhadap apa yang dilakukan pemerintah kota. Ini menjadi bukti bahwa keterbukaan informasi publik adalah hal yang sangat penting dalam penyelenggaraan tata kelola pemerintahan. Dan Pemkot Madiun terus berkomitmen dalam keterbukaan informasi yang inovatif dan inspiratif,” ungkapnya.
Untuk bisa lolos hingga tahap akhir dan meraih predikat tertinggi, sebuah badan publik harus memenuhi standar ketat yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) serta Peraturan Komisi Informasi (Perki) terkait. Di antaranya, Perki tentang Monev hingga Perki Standar Layanan Informasi Publik.

Tahapan Monev yang menjadi dasar penilaian KI Awards dimulai dari pengisian kuisioner (SAQ) yang berisi ratusan indikator beserta data dukung. Namun proses ini baru awal, karena setelah itu tim Komisi Informasi (KI) akan melakukan penilaian mendalam terhadap bukti fisik dan dokumen seperti Standard Operating Procedure (SOP) layanan informasi, Daftar Informasi Publik (DIP), DIP berkala, regulasi, hingga struktur Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID).
Tidak berhenti di sana, KI Jatim juga menilai website, kanal informasi digital, mekanisme layanan permohonan informasi, serta transparansi anggaran dan program. Setiap klaim yang ditulis dalam kuisioner harus dapat dibuktikan secara konkret atau faktual.
Salah satu alasan mengapa KI Awards tidak bisa dianggap enteng adalah adanya tahapan visitasi atau verifikasi faktual. Tim KI mendatangi langsung badan publik untuk mengecek kesesuaian antara data dan realita di lapangan. Bagaimana kondisi kelayakan sarana prasarana PPID? Apakah layanan informasi benar tersedia? Apakah meja layanan aktif? Bagaimana alur permohonan informasi? Apa inovasi pelayanan yang dikembangkan? Apakah PPID menjalankan fungsi sesuai mandat? Sejauh mana layanan inklusif untuk penyandang difabel?
Visitasi ini menjadi tahap penyaringan ketat, karena tidak sedikit badan publik nilainya turun saat diverifikasi langsung.
Tahapan paling menentukan adalah presentasi dan wawancara langsung oleh pimpinan tertinggi badan publik, mulai bupati/wali kota, kepala dinas, direktur RSUD, direktur utama BUMD, ketua/kepala lembaga, hingga kepala desa. Saat inilah para pemimpin diuji mengenai komitmen mereka terhadap keterbukaan informasi, strategi penguatan layanan informasi, inovasi pelayanan publik berbasis transparansi dan digitalisasi, pembinaan internal terhadap PPID, dukungan anggaran, hingga langkah-langkah strategis menghadapi tantangan implementasi KIP.

Kehadiran pucuk pimpinan menjadi indikator keseriusan badan publik dalam menerapkan KIP. KI menilai bahwa hanya pemimpin yang benar-benar memahami dan terlibat langsung yang mampu menyampaikan peta jalan (roadmap) dan komitmen strategis. KIP harus menjadi bagian penting dalam strategi tata kelola pemerintahan terbuka.
Ketatnya proses ini tercermin dari hasil penilaian setiap tahun. Dari ratusan badan publik yang menjadi peserta, sebagian besar gugur di tahap awal. Pada badan publik Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Pemprov Jatim, misalnya, dari 64 OPD hanya 18 yang berhasil meraih predikat informatif dan separuhnya disumbang oleh RSUD. Artinya, tidak semua badan publik mampu melewati tahapan berlapis tersebut.
Demikian juga pada badan publik pemkab/pemkot. Dari 38 kabupaten/kota di Jatim, baru 22 yang lolos hingga ke tahap visitasi dan wawancara. Dari jumlah itu, 17 berhasil meraih predikat informatif dan lima sisanya menuju informatif. Sebanyak 16 kabupaten/kota lainnya masih belum informatif.
KI Awards pada akhirnya adalah tolok ukur integritas sebuah badan publik. Proses panjang, verifikasi ketat, wawancara pucuk pimpinan, hingga visitasi lapangan menjadikan penghargaan ini bernilai tinggi dan tidak bisa diperoleh secara instan. Dengan segala proses dan tahapannya, KI Awards membuktikan bahwa penghargaan ini jauh dari sekadar gelar simbolis, tetapi bentuk legitimasi atas transparansi, akuntabilitas, dan kualitas pelayanan publik yang sesungguhnya. (*)






