KabarBaik.co – Rencana pengesahan Peraturan Daerah (Perda) tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di Kabupaten Bojonegoro menuai penolakan dari kalangan pekerja industri rokok. Ratusan buruh yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Rokok, Tembakau, Makanan, dan Minuman (FSP RTMM) SPSI menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor DPRD Bojonegoro, Rabu (12/11).
Mereka menilai draft perda yang tengah dibahas belum berpihak pada nasib ribuan buruh, terutama perempuan yang selama ini menggantungkan hidup dari industri rokok dan tembakau.
Koordinator aksi FSP RTMM SPSI Bojonegoro, Anis Yuliati, menegaskan bahwa penolakan tersebut bukan bentuk perlawanan terhadap aturan, melainkan kritik atas isi draft yang dinilai belum sesuai dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat Bojonegoro.
“Kami menolak draft perda KTR yang dikirim ke kami, tapi bukan berarti menolak aturan. Kami hanya ingin perda ini realistis dan tidak berdampak pada pengurangan tenaga kerja di pabrik rokok,” ujarnya.
Menurut Anis, sejumlah pasal dalam draft perda perlu ditinjau ulang, terutama terkait ancaman pidana bagi pelanggar. Ia khawatir aturan yang terlalu ketat dapat menekan produksi dan berujung pada pemutusan hubungan kerja.
“Sebagian besar pekerja pabrik rokok adalah perempuan dan menjadi tulang punggung keluarga. Kalau produksi menurun, banyak yang akan dirumahkan,” tegasnya.
Meski demikian, pihaknya mendukung pembatasan merokok di area tertentu seperti rumah sakit, sekolah, universitas, dan perkantoran. “Kalau larangan merokok di sekitar sekolah kami setuju, tapi jangan sampai rokok tidak bisa dijual di mana-mana,” kata Anis.
Menanggapi hal itu, anggota DPRD Bojonegoro Khoirul Anam menjelaskan bahwa penurunan produksi rokok tidak hanya disebabkan oleh kebijakan KTR, melainkan juga karena maraknya peredaran rokok ilegal tanpa cukai.
“Banyak faktor yang memengaruhi penurunan produksi rokok, tapi yang paling dominan adalah bisnis rokok ilegal. Di daerah lain seperti Kudus dan Kediri, perda KTR tidak memberi dampak besar pada industri,” jelas politisi PPP tersebut.
Khoirul menegaskan, DPRD tidak akan tinggal diam apabila kebijakan KTR terbukti menimbulkan dampak negatif bagi pekerja industri.
Sementara itu, Ketua DPRD Bojonegoro Abdulloh Umar, menyebut pengesahan Perda KTR merupakan kewajiban daerah agar Bojonegoro dapat meraih predikat Kabupaten Layak Anak dan Kabupaten Sehat. “Perda KTR hanya mengatur zonasi, bukan pelarangan total. Akan tetap ada kawasan merokok di tempat umum tertentu,” papar Umar.
Menurut Umar, Panitia Khusus (Pansus) DPRD akan terus membuka ruang dialog dengan serikat pekerja agar peraturan yang disahkan tidak merugikan pihak manapun.
Dari sisi regulasi, anggota DPRD Donny Bayu menuturkan bahwa pembahasan Perda KTR sebenarnya telah tertunda selama 15 tahun. Namun, tahun ini Bojonegoro menerima surat dari kementerian karena menjadi satu-satunya kabupaten di Jawa Timur yang belum memiliki Perda KTR.
“Target pengesahan perda ini Desember 2025. Kalau tidak disahkan tahun ini akan berdampak pada penilaian kabupaten sehat, layak anak, dan pengarusutamaan gender,” ungkapnya.
Sebagai informasi, penyusunan Perda KTR ini mengacu pada Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang telah disempurnakan melalui UU Nomor 17 Tahun 2023. (*)








