PR Besar Pemkab Jombang: Sistem Outsourcing dan Upah di Bawah UMK Jadi Sorotan

oleh -474 Dilihat
dfd85de3 b454 4b05 aba9 8f06a61d458a
Para buruh saat menggelar aksi turun ke jalan. (Foto: Teguh)

KabarBaik.co – Sistem kerja outsourcing dan praktik pembayaran upah di bawah ketentuan Upah Minimum Kabupaten (UMK) masih menjadi pekerjaan rumah yang signifikan bagi Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jombang.

Sorotan tajam terhadap isu ini datang dari Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Serikat Buruh Muslim Indonesia (Sarbumusi) Jombang Lutfi Mulyono. Ia mengungkapkan bahwa dari sekitar 60 perusahaan di Jombang yang mempekerjakan lebih dari 500 buruh, mayoritas belum sepenuhnya mengimplementasikan Undang-Undang Tenaga Kerja No 6 tahun 2023 beserta peraturan turunannya, yaitu Peraturan Pemerintah (PP) nomor 35 tahun 2021, PP Nomor 36 tahun 2021, dan PP Nomor 37 tahun 2021.

Undang-undang tersebut, khususnya dalam klaster ketenagakerjaan, secara komprehensif mengatur berbagai aspek krusial terkait dunia kerja, termasuk sistem pengupahan, mekanisme penempatan tenaga kerja, hingga perlindungan hak-hak pekerja.

Lutfi Mulyono menyoroti bahwa banyak perusahaan di Jombang, termasuk beberapa pabrik besar, menggunakan skema Persekutuan Komanditer (CV) dan Perseroan Terbatas (PT) Outsourcing dalam merekrut tenaga kerja. Praktik ini disinyalir menjadi celah yang menyebabkan banyak buruh tidak menerima gaji sesuai dengan standar UMK yang berlaku.

“Seharusnya, Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Jombang harus proaktif memeriksa secara mendalam bentuk Memorandum of Understanding (MoU) antara perusahaan pengguna jasa dan perusahaan outsourcing. Mereka perlu meneliti dengan seksama bentuk perjanjian kerjasamanya, apakah perusahaan penyedia jasa pekerja hanya menerima fee atas layanan mereka atau justru mengambil sebagian dari hak gaji para pekerja,” tegas Lutfi dalam pesan tertulisnya kepada wartawan pada Minggu (4/5).

Lebih lanjut, Lutfi mencontohkan PT Sumber Graha Sejahtera (SGS) Plywood di Kecamatan Diwek, di mana meskipun pekerja dibayar sesuai UMK, pembayaran tersebut dilakukan dengan cara dicicil sebanyak dua kali.

Ironisnya, pekerja yang direkrut melalui perusahaan outsourcing di PT SGS justru mayoritas menerima upah di bawah standar UMK, mengindikasikan adanya pemotongan atau praktik tidak transparan yang melibatkan pihak ketiga dalam proses pembayaran gaji.

“Permasalahan ini tidak hanya terjadi di pabrik-pabrik skala besar. Di tingkat lingkungan Pemkab Jombang sendiri, banyak Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) atau bahkan instansi di lingkungan Pemkab yang juga memanfaatkan jasa outsourcing,” ungkap Lutfi.

Bagi Sarbumusi Jombang, isu outsourcing dan pembayaran upah di bawah UMK merupakan Pekerjaan Rumah (PR) mendesak yang harus segera diselesaikan oleh Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Jombang.

Lutfi menekankan perlunya ketegasan serta pengawasan dan pemeriksaan yang lebih intensif dari Disnaker agar seluruh buruh di Jombang dapat menerima hak upah mereka sesuai dengan ketetapan pemerintah.

“Jika Disnaker Jombang memiliki keseriusan dalam menuntaskan masalah ini, langkah awal yang mendesak adalah menata dan mengevaluasi praktik outsourcing di lingkungan internal Eksekutif, Legislatif, maupun BUMD yang ada di Jombang,” pungkas Lutfi, mendesak adanya tindakan nyata dari pemerintah daerah untuk melindungi hak-hak pekerja.(*)

Cek Berita dan Artikel kabarbaik.co yang lain di Google News

Penulis: Teguh Setiawan
Editor: Andika DP


No More Posts Available.

No more pages to load.