Remaja Surabaya Rentan HIV karena Minim Edukasi Reproduksi Sejak dini

oleh -138 Dilihat
57c150ae 0dc2 4c98 b4b0 19028c2f646f
Ilustrasi. (Foto: Ist)

KabarBaik.co – Di balik hiruk-pikuk kehidupan remaja di Surabaya, tersimpan kenyataan yang jarang disorot, banyak remaja yang hidup dengan HIV justru berangkat dari minimnya pengetahuan tentang tubuh dan kesehatan reproduksi.

Mereka tumbuh di lingkungan yang penuh informasi, tetapi ironisnya tidak mendapatkan bekal edukasi paling dasar sejak sekolah.

Kondisi ini diungkap oleh Farid Hafifi, Direktur Yayasan Mahameru, lembaga yang mendampingi Orang dengan HIV (ODHIV) di Surabaya. Ia menyebutkan bahwa tidak sedikit remaja yang mereka temui baru memahami risiko kesehatan setelah menerima diagnosis.

“Kami menemukan sekitar 20–30 persen remaja yang kami dampingi tidak pernah mendapatkan materi kesehatan reproduksi di sekolah. Ada yang tidak mengikuti kegiatan seperti PMR, atau tidak hadir ketika ada sosialisasi,” jelas Farid, Senin (1/12).

Meskipun masih berupa estimasi, temuan tersebut memperlihatkan adanya kekosongan serius dalam penyampaian edukasi yang seharusnya diterima setiap remaja.

Farid menilai kurangnya akses informasi membuat remaja kerap membangun pemahaman tentang hubungan, seksualitas, hingga risiko kesehatan hanya dari media sosial. Padahal, tidak semua konten yang mereka terima bersifat benar ataupun bertanggung jawab.

Di sisi lain, anggapan bahwa pembahasan mengenai tubuh dan relasi adalah hal tabu membuat sekolah dan keluarga sering kali menahan diri untuk membahas kesehatan reproduksi secara menyeluruh. Akibatnya, remaja menghadapi dunia dengan pengetahuan yang setengah-setengah.

Ia mendorong pemerintah dan institusi pendidikan untuk hadir dengan pola edukasi yang lebih ramah dan relevan dengan kehidupan remaja masa kini. Menurut Farid, pelajaran seperti IPA, Biologi, hingga Bimbingan Konseling memiliki peran penting untuk membuka ruang diskusi yang sehat dan jelas.

“Materi kesehatan reproduksi tidak berhenti pada HIV/AIDS. Remaja perlu memahami tubuhnya, perilaku yang berisiko, serta bagaimana mengambil keputusan yang aman,” terang Farid.

Ia juga menyinggung contoh isu yang kerap dianggap sensitif, seperti kekerasan dalam pacaran dan batasan dalam relasi. Meskipun sebagian orang tua memilih menghindari pembahasan soal pacaran, faktanya banyak remaja yang sudah menjalin hubungan tanpa arahan yang tepat. Kekosongan ini membuat mereka mudah terjebak oleh informasi keliru dari internet.

Pendekatan edukasi, lanjut Farid, seharusnya tidak membuat remaja takut. Namun justru membantu mereka mengenali konsekuensi nyata dari setiap tindakan dan memahami cara melindungi diri maupun pasangan.

“Kalau mereka mendapatkan panduan yang benar sejak sekolah, mereka tidak perlu mencari jawaban di media sosial yang tidak bisa dipertanggungjawabkan. Penyampaiannya harus pakai bahasa yang dekat dengan dunia remaja, tidak menggurui tetapi tetap bertanggung jawab,” tambahnya.

Farid menegaskan, setiap remaja berhak memperoleh pengetahuan yang tepat sejak dini. Dengan edukasi yang terbuka dan pendampingan yang konsisten, ia berharap tidak ada lagi remaja yang harus menjalani masa tumbuh-kembang mereka tanpa bimbingan, apalagi sampai menanggung risiko berat di usia muda.(*)

Cek Berita dan Artikel kabarbaik.co yang lain di Google News

Kami mengajak Anda untuk bergabung dalam WhatsApp Channel KabarBaik.co. Melalui Channel Whatsapp ini, kami akan terus mengirimkan pesan rekomendasi berita-berita penting dan menarik. Mulai kriminalitas, politik, pemerintahan hingga update kabar seputar pertanian dan ketahanan pangan. Untuk dapat bergabung silakan klik di sini

Penulis: Achmad Adi Nurcahya
Editor: Andika DP


No More Posts Available.

No more pages to load.