KabarBaik.co- Kabar mengejutkan datang dari hasil akhir seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) tahun 2024. Data dari Badan Kepegawaian Negara (BKN), ada sebanyak 1.967 orang yang memilih mengundurkan diri, walaupun mereka telah dinyatakan lulus seleksi menjadi CPNS.
Kepala BKN Prof Zudan Arif Fakrulloh sudah memberikan penjelasan terkait kabar ribuan CPNS mundur tersebut dalam Rapat Kerja (Raker) bersama Komisi II DPR RI, pekan lalu (22/4). Dia menjelaskan, mayoritas kasus CPNS mundur setelah lolos seleksi itu berasal dari peserta hasil dari kebijakan optimalisasi formasi yang diterapkan pemerintah.
Optimalisasi formasi adalah mekanisme yang dirancang BKN dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB) untuk mengisi formasi jabatan CPNS yang kosong atau tidak memiliki pelamar sama sekali pada suatu instansi.
Sistem tersebut dilakukan dengan cara mengalihkan peserta yang memiliki nilai Seleksi Kompetensi Dasar (SKD) dan Seleksi Kompetensi Bidang (SKB) tinggi, namun tidak lolos di instansi pilihan pertamanya. Sebab, perserta bersangkutan kalah peringkat atau kuota terbatas. Lalu, dialihkan ke instansi lain yang membutuhkan kualifikasi serupa tetapi tidak ada pendaftarnya.
“Konsepnya begini, ada formasi yang kosong, tidak ada pendaftarnya. Nah, kalau itu dibiarkan, akan terjadi kekosongan yang besar,” jelasnya di Gedung DPR RI, Selasa (22/4) lalu.
Dia pub memberikan contoh. Misalnya, ada seorang peserta melamar formasi dosen doktor manajemen di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (UI). Namun, karena formasi yang tersedia hanya dua, sementara yang bersangkutan berada di peringkat ketiga, maka peserta tersebut tidak lulus di UI. Di sisi lain, Universitas Udayana membuka formasi dosen ekonomi dengan kualifikasi doktor ekonomi, namun tidak ada satupun pelamar.
’’Maka, agar di Universitas Udayana tadi tidak kosong, dikirimlah yang melamar di UI ini. Yang tadinya tidak diterima, menjadi diterima di Udayana. Nah, ini dikirim secara sistem dari tes yang terbaik hasilnya,” papar Zudan.
Melalui skema optimalisasi ini, BKN berhasil mengisi sekitar 16.167 formasi yang semula kosong. ’’Kalau tidak ada optimalisasi, berarti ada 16.000 formasi lebih yang akan kosong. Ini tentu akan memboroskan biaya,” ujar Zudan.
Namun, konsekuensi dari sistem “pemindahan” ini adalah tidak semua peserta bersedia atau siap ditempatkan di instansi atau lokasi yang berbeda dari pilihan awal mereka saat mendaftar. Ketidaksesuaian dengan lokasi penempatan baru inilah yang menjadi alasan ribuan CPNS mundur, meskipun mereka secara teknis dinyatakan lulus seleksi.
Zudan menambahkan, tidak ada sanksi finansial atau administratif yang akan dikenakan kepada 1.967 peserta tersebut. Keputusan untuk menerima atau menolak penempatan hasil optimalisasi sepenuhnya diserahkan kepada peserta. “Tidak ada sanksinya apa-apa. Karena ini sifatnya pilihan. Kalau mau diambil ya silakan, tidak diambil juga tidak apa-apa. Ini adalah niat baik dari negara agar tidak ada kekosongan formasi,” tegasnya.
Mekanisme optimalisasi itu, lanjut dia, juga sudah diumumkan terbuka sejak awal proses seleksi CPNS tahun 2024 dibuka. Dengan demikian, seharusnya para pelamar sudah memahami potensi tersebut.
Berdasarkan data BKN, terdapat lima instansi dengan jumlah peserta CPNS mundur setelah lolos seleksi. Yakni, Kementerian Pendidikan, Riset dan Teknologi (Kemendikristek) 640 CPNS, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) 575 CPNS, Kementerian Komunikasi dan Informatika154 CPNS, Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) 131 CPNS, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) 121 CPNS.
Reaksi Ketua DPR RI
Ketua DPR RI Puan Maharani turut angka suara tentang mundurnya 1.967 CPNS tahun 2024 tersebut. Menurut Puan, mundurnya ribuan CPNS itu menjadi sinyal proses rekrutmen aparatur sipil negara (ASN) perlu dievaluasi secara menyeluruh.
Melihat jumlahnya, kasus ini bukan merupakan fenomena biasa, melainkan indikator yang menunjukkan sistem yang ada belum mampu menjawab ekspektasi dan kebutuhan generasi muda.
“Proses rekrutmen CPNS tidak boleh hanya bersifat administratif. Harus ada evaluasi menyeluruh dengan perencanaan matang dan pendekatan yang lebih strategis, mulai dari penyusunan formasi hingga penempatan akhir. Kalau tidak, kita akan terus menghadapi persoalan seperti ini,” katanya kepada wartawan, Jumat (25/4).
Puan menilai, ada faktor kelemahan perencanaan dalam rekrutmen ASN yang menyebabkan ketidaksesuaian antara minat peserta dan posisi yang ditawarkan.
Jika ini tidak diperbaiki, Puan menyebut negara akan kehilangan SDM yang berkualitas. ’’Negara bisa kehilangan potensi sumber daya manusia yang berkualitas untuk memperkuat pelayanan publik. Ini tantangan nyata bagi kita semua,” ungkapnya.
Puan pun mendorong KemenPAN-RB dan BKN untuk melakukan reformasi dalam proses rekrutmen ASN dengan memperhatikan sejumlah aspek penting. Mulai dari transparansi informasi sejak awal seleksi, sistem penempatan berbasis minat dan kompetensi, serta pemberian insentif dan jaminan karier yang adil. Selain itu, Puan menegaskan pentingnya pendekatan yang lebih manusiawi dalam merancang proses seleksi, terutama untuk formasi di wilayah 3T (tertinggal, terdepan, terluar).
“Penempatan ASN, terutama di daerah 3T harus disertai dengan insentif yang layak, peluang pengembangan karier yang adil, serta infrastruktur yang mendukung agar mereka bisa bekerja dengan optimal dan hidup dengan layak,” katanya,
Dia juga mengingatkan soal ketertarikan generasi muda untuk menjadi PNS. Kini, tidak bisa lagi mengandalkan iming-iming stabilitas dan pensiun semata. Generasi muda juga mencari makna dalam pekerjaan, peluang bertumbuh, serta kualitas hidup yang seimbang. Kalau negara ingin menarik SDM terbaik, maka sistem ASN juga harus bertransformasi menjadi sistem yang adaptif, inklusif, dan responsif terhadap perubahan zaman.
’’Kalau proses rekrutmen ASN masih bertumpu pada cara-cara lama, jangan heran kalau generasi muda memilih mundur. Sistem rekrutmen ASN harus beradaptasi dengan zaman,” tambah Puan.
Mantan Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan itu memastikan isu ini akan menjadi perhatian serius dalam pengawasan dan legislasi ke depan. ’’Kita tidak bisa membiarkan birokrasi kehilangan regenerasi. Jika ini tidak segera dibenahi, maka pelayanan publik yang seharusnya menjadi wajah kehadiran negara di tengah rakyat akan kehilangan daya saing,’’ katanya. (*)