9 Bulan Tak Kunjung Tuntas, Kasus Dugaan Malapraktik RS Siti Hajar Mandek di Meja Penyidik Polresta Sidoarjo

oleh -781 Dilihat
IMG 20250527 WA0002
Keluarga korban dugaan malapraktik RS Siti Hajar ungkapkan kekecewaan usai kasusnya mandek 9 bulan.

KabarBaik.co – Kasus dugaan malapraktik yang menimpa Bhagas Priyo (28), warga Desa Spande, Kecamatan Candi, Sidoarjo, usai menjalani operasi amandel di RS Siti Hajar, makin disorot publik. Pasalnya, sudah sembilan bulan berlalu sejak kejadian tragis pada 21 September 2024, namun proses hukumnya masih mandek di tahap penyelidikan.

Anju Vijayanti, ibu korban, menyuarakan kekecewaannya atas lambannya penanganan yang dilakukan penyidik Satreskrim Polresta Sidoarjo. Ia mengatakan bahwa dirinya baru dimintai keterangan pada 30 September 2024, meski laporan polisi telah diajukan sebelumnya.

“Saya tanggal 30 September itu di-BAP oleh penyidik dan melanjutkan rencana otopsi. namun waktu itu menunggu rekomendasi dari Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI),” terang Anju dalam keterangannya, Senin (26/5).

Namun ironisnya, setelah rekomendasi dari MKDKI keluar, keluarga korban justru tidak diberikan salinan hasil tersebut oleh penyidik. Akibatnya, rencana otopsi yang diharapkan dapat menguak kebenaran, gagal dilakukan.

“Sudah 9 bulan perkara yang menimpa anak saya, dan sampai saat ini masih dalam tahap penyelidikan,” tambahnya.

Anju juga mengungkapkan sejumlah kejanggalan saat anaknya hendak menjalani operasi. Ia mengaku sempat bertanya kepada perawat perihal dokumen yang harus ditandatangani, namun dijawab tidak ada yang perlu ditandatangani.

“Anak saya waktu itu rencana akan dioperasi pukul 12.00 WIB, pada pukul 09.00 WIB, saya datang dan menanyakan kepada perawat berkas apa saja yang perlu saya tanda tangani, perawat mengatakan tidak ada yang perlu di tanda tangani,” tuturnya.

Setelah kabar kematian anaknya diterima, Anju menanyakan bukti persetujuan tindakan medis atau informed consent. Namun hingga kini, pihak RS disebut belum juga menunjukkan dokumen tersebut.

“Saat saya meminta tanda tangan Income consent anak saya, tidak diperlihatkan. karena pihak keluarga sama sekali tidak dimintai tanda tangan persetujuan saat akan dilakukan tindakan operasi,” bebernya.

Zakaria, salah satu kuasa hukum keluarga, juga menyayangkan sikap penyidik. Pihaknya mengaku sudah mengirim surat untuk meminta salinan rekomendasi dari MKDKI, namun tak kunjung mendapat jawaban.

“Kami tidak tahu jawaban dari MKDKI, bahkan kami sudah berkirim surat kepada penyidik dengan tembuskan keseluruh pihak yang berwenang, untuk mendapatkan salinan jawaban tersebut, namun tetap saja kami yang mewakili keluarga tidak diberikan,” ucapnya.

Karena tak ada kejelasan, pihak keluarga melalui kuasa hukumnya mengajukan gelar perkara di Polda Jatim. Gelar internal oleh Wasidik Ditreskrimsus telah dilakukan pada 16 April 2025. Hasilnya, disepakati untuk memeriksa lebih lanjut dokter ahli anastesi, THT, dan ahli lainnya.

“SP2HP yang kami terima terakhir penyidik akan meminta keterangan dari dokter ahli Anastasia, ahli THT. Sementara ahli hukum pidana yang kami ajukan, sudah dimintai keterangannya seminggu yang lalu,” tambah Zakaria.

“Menurut KUHAP sesuai dengan fungsi penyelidikan dan penyidikan tidak perlu rekom dimana di BAB 17 UU Kesehatan ada judul atau titel sendiri tentang penyidikan. Sementara pasal 424 tentang UU Kesehatan, bahwa penyidik Polri berwenang dan bertanggung jawab melakukan tindakan pidana berdasarkan kitab Undang undang hukum acara pidana,” jelasnya.

Ia menegaskan, semestinya kasus ini sudah naik ke tahap penyidikan dan tak lagi tertahan di penyelidikan.

“Berdasarkan BAB Undang undang tersebut, penyidik tidak perlu meminta rekomendasi, sementara Rekom menurut undang undang kesehatan No 17 tahun Pasal 308 tahun 2023.tenrang etik. Dan seharusnya kasus ini sudah masuk ke Sidik,” tegasnya.

Pernyataan ini juga diamini oleh Prof Dr Sri Winasih, S.H., M.H., Guru Besar Hukum Administrasi Negara Universitas Airlangga, dalam sebuah seminar hukum nasional di Universitas Bhayangkara, 7 Mei 2025 lalu.

“Pada seminar itu saya tanyakan kepada Prof Sri terkait Pasal 308 dan cantolan Pasal 304 berdasar kaitan Pasal 424, Bahwa Rekomendasi tidak mengikat dan penyidik punya kewenangan untuk menentukan sendiri naik atau tidaknya ke tingkat sidik,” pungkasnya.

Untuk diketahui, pihak keluarga sudah melaporkan RSI Siti Hajar ke Polresta Sidoarjo. Laporan itu telah diterima SPKT dan teregister dengan nomor LP-B/532/X/2024/SPKT/POLRESTA SIDOARJO/POLDA JATIM tertanggal 2 Oktober 2024.

Sementara itu, Kasat Reskrim Polresta Sidoarjo, AKP Fahmi Amarullah, mengatakan bahwa pihaknya saat ini masih terus mendalami laporan tersebut. “Iya masih kita lidik. Setiap ini (perkembangan) dilaporkan ke pelapor. (Pihak RSI Siti Hajar) sudah (dipanggil),” ujar Fahmi. (*)

Cek Berita dan Artikel kabarbaik.co yang lain di Google News

Kami mengajak Anda untuk bergabung dalam WhatsApp Channel KabarBaik.co. Melalui Channel Whatsapp ini, kami akan terus mengirimkan pesan rekomendasi berita-berita penting dan menarik. Mulai kriminalitas, politik, pemerintahan hingga update kabar seputar pertanian dan ketahanan pangan. Untuk dapat bergabung silakan klik di sini

Penulis: Yudha
Editor: Gagah Saputra


No More Posts Available.

No more pages to load.