KabarBaik.co – Menjelang tutup tahun anggaran 2025, realisasi serapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Jombang masih berada di angka 71,65 persen.
Sejumlah proyek bernilai miliaran rupiah yang belum tuntas, termasuk pembebasan lahan tambahan untuk pembangunan Sekolah Rakyat Terintegrasi 8, menjadi salah satu penyebabnya.
Kepala Dinas Sosial (Dinsos) Jombang Agung Hariadi mengatakan rendahnya serapan anggaran di instansinya terjadi karena proses pengadaan lahan belum rampung.
“Memang anggarannya masuk triwulan IV. Saat ini sedang pembebasan lahan. Penyebab serapan rendah karena kami belum selesai proses pengadaannya. Sampai sekarang masih dalam proses aprasial dan penlok,” jelas Agung dalam keterangannya, Sabtu (15/11).
Ia menyebut anggaran pembebasan lahan tambahan untuk Sekolah Rakyat (SR) mencapai Rp 11 miliar. Dinsos hanya menangani pengadaan lahannya, sementara proses penyelesaiannya ditargetkan rampung awal Desember.
“Target penyelesaian kurang lebih awal Desember atau minggu kedua harus sudah selesai. Penyiapan lahannya untuk pembangunan gedung SR tahun ini harus selesai,” tambahnya.
Agung menyebut jika pengadaan lahan selesai tepat waktu, serapan anggaran Dinsos bisa tembus di atas 90 persen. Per awal November, serapan anggaran Dinsos tercatat baru 60,70 persen.
“Dari pengadaan lahan tambahan untuk SR itu menyumbang 29 persen. Jadi kalau akhir tahun insyaallah sudah mencapai 91 persen,” ujar Agung.
Sementara itu, Sekretaris Daerah Kabupaten Jombang, Agus Purnomo, membenarkan bahwa hingga 31 Oktober 2025, serapan APBD baru berada di angka 71,65 persen. Sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) tercatat masih berkinerja rendah.
Beberapa OPD dengan serapan paling rendah antara lain Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Perkim), Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR), Kecamatan Tembelang, Dinas Perdagangan dan Perindustrian, serta Dinas Sosial.
“OPD paling rendah masih Dinas Perkim, baru sekitar 42,51 persen. Dinas Sosial masih menyelesaikan pembebasan lahan untuk pembangunan Sekolah Rakyat Terintegrasi 8 di Desa Tunggorono,” jelasnya.
Agus menambahkan beberapa kegiatan fisik membutuhkan waktu tambahan karena berkaitan dengan dokumen pembebasan lahan dan proses perizinan.
“Tapi kami pantau terus supaya tidak molor terlalu lama,” tegasnya. (*)








