Awal Ramadan Berbeda? Gus Baha Memilih Ikut Ini

oleh -948 Dilihat
GUS BAHA
KH Bahauddin Nursalim atau Gus Baha (Repro (NU Online)

KabarBaik.co- KH Ahmad Bahauddin Nursalim (Gus Baha) memilih mengikuti pengumuman hasil sidang isbat dari pemerintah terkait awal puasa Ramadan. Keputusan Gus Baha itu dilatari logika sederhana. Ia ingin menjadi warga negara yang baik. Meskipun begitu, Gus Baha tetap mengapresiasi pihak yang berbeda dalam penentuan awal Ramadan.

“Kalau saya ditanya sama tetangga, besok puasa atau tidak, saya jawab menunggu pengumuman dari televisi. Saya ikut keputusan negara, karena sebagai warga negara Indonesia,” jelas Gus Baha seperti dikutip dari akun YouTube Santri Gayeng.

Sebagai orang yang mempelajari ilmu falak, Gus Baha mengetahui cara kerja ulama dan ahli falak dalam penentuan awal Ramadan. Karena itu, dia menganggap bahwa perbedaan yang terjadi dalam penentuan awal Ramadan adalah rahmat dan tradisi keilmuan yang tidak perlu disikapi sampai terpecah belah. “Saya sampai sekarang ikut pemerintah, tapi tetap membiarkan khas-khasnya ulama dalam berbeda pendapat. Namun, sebagai ulama, saya memperbolehkan perbedaan pendapat,” imbuh alumnus Pesantren Al-Anwar Sarang ini.

Menurut Gus Baha, sikap yang dipilih merupakan ciri khas ulama. Seorang ulama harus tetap berpegangan pada prinsip bahwa jika terjadi perbedaan pendapat tentang hilal, maka biarkan berbeda. Seorang ulama yang mengetahui ilmu falak bisa memilih ikut hisab yang dilakukan pemerintah atau melakukan hisab sendiri. Sehingga ikut pemerintah atas nama stabilitas nasional. Cuma atas nama ilmunya ulama, yang namanya hilal itu pasti khilaf. “Misalnya seperti tarekat Naqsyabandiyah, Muhammadiyah, dan Nahdlatul Ulama kan sering berbeda. Itu mengikuti standar gaya ulama. Biarkan saja,” imbuhnya.

Gus Baha menegaskan, secara keilmuan dan tradisi ulama, khilaf dalam bab hilal sangat mungkin. Sebab, ada yang menganggap satu derajat itu sudah ganti tanggal, ada yang berpendapat bahwa harus menunggu rukyatul hilal bil fi’li, baru ganti tanggal. Karena itu, tanggal satu akan ada dua versi. Khususnya, kalau Syabannya 29 hari, maka akan muncul perbedaan pendapat. Bagi yang menganggap asalkan hilal melewati ufuk, maka sudah dianggap tanggal 1 Ramadan. Pendapat lain, baru menganggap ganti tanggal jika hilal sudah 3 derajat atau 2,5 derajat dan baru dianggap masuk Ramadan. Kalau belum ada 2 derajat, maka Ramadaan ditunda hari berikutnya.

“Asal tidak dalam kasus konteks menyempurnakan Syaban 30 hari. Kecuali sudah menyempurnakan Syaban 30 hari. Pasti kita sepakat bahwa berikutnya adalah Ramadan,” jelas Gus Baha.

Nah, sebuah negara harus memilih di antara perbedaan agar ada pegangan. Dengan begitu, bisa menjadi panduan dalam kegiatan dan dasar pengambilan keputusan negara. “Hanya saja negara tidak boleh (memaksa), harus milih salah satu. Negara tetap harus memilih satu keputusan. Jadi ini, konstitusi ulama harus lebih tinggi dari lembaga negara dalam bab agama. Bukan berarti ulama tidak ikut negara, tapi tidak ikut juga ada dalilnya,” tandasnya.

Keistimewan Bulan Puasa

Sementara itu, mengutip kanal YouTube Ingsun_santri, Gus Baha menjelaskan bahwa salah satu manfaat utama puasa adalah merasakan lapar dan memahami penderitaan orang-orang miskin. “Paling nggak kita dengan puasa merasa lapar. Betapa sakitnya orang-orang miskin yang lapar terus. Merasa menghormati makanan, karena begitu nikmat ketika puasa,” jelasnya.

Puasa, lanjut Gus Baha, juga mengajarkan manusia untuk lebih menghargai makanan yang sering kali dianggap sepele. Makanan yang biasa dikonsumsi sehari-hari bisa terasa lebih istimewa saat berbuka. “Kita melihat makanan yang kita sepelekan sehari-hari, ketika Ramadan spesial semua. Bahkan, air putih pun spesial. Sekadar gedang goreng saja, spesial,” ungkapnya.

Menurut Gus Baha, inilah salah satu kehebatan Rasulullah dalam menjelaskan keutamaan Ramadan. Rasulullah tidak menggambarkan Ramadan dengan hal-hal yang rumit, tetapi justru dengan sesuatu yang sederhana dan dekat dengan kehidupan manusia. “Itu hebatnya Rasulullah ketika memuji Ramadan dengan hal-hal yang lumrah,” lanjutnya.

Manusia, seberapa pun hebatnya, tetap memiliki kebutuhan pokok yang sederhana. Rasa senang saat berbuka adalah bukti bahwa makanan adalah kebutuhan utama manusia. “Jadi Nabi membayangkan manusia itu, apapun hebatnya, ternyata kebutuhannya pokok ya makan. Itu ketika buka itu senang sekali,” ujar Gus Baha.

Momen berbuka menjadi saat yang paling dinanti oleh orang yang berpuasa, tidak peduli status sosialnya. Bahkan, seseorang yang tidak memiliki banyak harta tetap merasa bahagia saat menemukan makanan untuk berbuka. “Meskipun nggak punya mobil mewah, nggak punya uang banyak, sekadar ketemu makanan saja senangnya luar biasa,” jelasnya.

Puasa bukan hanya sekadar menahan lapar dan haus. Namun, juga melatih kepekaan sosial. Dengan berpuasa, seseorang bisa lebih memahami kondisi orang lain yang kurang beruntung. “Rasulullah selalu mengajarkan umatnya untuk memiliki empati. Salah satunya dengan berpuasa. Dengan merasakan lapar, kita jadi tahu bagaimana rasanya menjadi orang yang kurang mampu,” katanya.

Ulama terdahulu, lanjut Gus Baha, sering kali menekankan aspek sosial dalam ibadah puasa. Bukan hanya sebagai kewajiban, tetapi juga sebagai sarana meningkatkan kepedulian terhadap sesama. “Ulama-ulama dulu memahami Ramadan dengan cara yang luar biasa. Mereka benar-benar menjadikan Ramadan sebagai bulan untuk lebih dekat dengan Allah dan lebih peduli dengan sesama,” ujar Gus Baha.

Selain itu, Ramadan juga menjadi waktu terbaik untuk meningkatkan kualitas ibadah. Tidak hanya berpuasa, melainkan juga memperbanyak amalan seperti salat malam, membaca Alquran, dan bersedekah. “Puasa itu nggak sekadar menahan lapar. Tapi juga menjaga hati, meningkatkan ibadah, dan memperbanyak amal kebaikan,” tambahnya.

Dengan meneladani ulama terdahulu, seorang Muslim dapat menjalani Ramadan dengan lebih bermakna. Tidak hanya sebagai rutinitas tahunan, tetapi benar-benar merasakan manfaat spiritual dan sosialnya. “Kalau kita bisa mengikuti jejak ulama-ulama terdahulu, Ramadan kita pasti lebih bermakna. Bukan hanya lapar dan haus, tapi juga mendapat keberkahan dan hikmah,” tutup Gus Baha. (*)

Cek Berita dan Artikel kabarbaik.co yang lain di Google News

Kami mengajak Anda untuk bergabung dalam WhatsApp Channel KabarBaik.co. Melalui Channel Whatsapp ini, kami akan terus mengirimkan pesan rekomendasi berita-berita penting dan menarik. Mulai kriminalitas, politik, pemerintahan hingga update kabar seputar pertanian dan ketahanan pangan. Untuk dapat bergabung silakan klik di sini



No More Posts Available.

No more pages to load.