KabarBaik.co – Karier politik Hasanuddin runtuh secepat kilat. Baru setahun lebih satu bulan menjabat sebagai anggota DPRD Provinsi Jawa Timur, Kamis (2/10) politikus muda PDIP asal Gresik itu resmi dijebloskan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ke sel tahanan.
Hasan terjerat kasus dugaan megakorupsi dana hibah pokok pikiran (pokir) APBD Jatim, yang juga menyeret Ketua DPRD Jatim periode 2019–2024, Kusnadi (KUS).
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu mengungkap, Kusnadi mendapat jatah hibah pokir dengan total nilai mencapai Rp 398,7 miliar. Perinciannya: Rp 54,6 miliar pada 2019, Rp 84,4 miliar pada 2020, Rp 124,5 miliar pada 2021, dan Rp 135,2 miliar pada 2022. Dana jumbo itu sebagian disalurkan melalui pihak swasta yang berperan sebagai koordinator lapangan (korlap).
Dalam jaringan itu, Hasan memegang kendali distribusi anggaran untuk enam daerah: Kabupaten Gresik, Bojonegoro, Trenggalek, Pasuruan, Malang, dan Pacitan. Dari situlah uang ratusan miliar rupiah diduga dikorupsi berjamaah, termasuk mengalir ke Kusnadi.
Profil Hasanuddin
Hasanuddin, atau akrab disapa Hasan, adalah politikus muda PDIP dari Kabupaten Gresik. Ia dikenal sebagai representasi kalangan milenial putra daerah asal Pulau Bawean pertama yang berhasil menembus kursi DPRD Provinsi Jatim.
Pada Pemilu 2024 lalu, Hasan mencatatkan prestasi mengejutkan dengan meraup 62.289 suara dari Dapil Jatim XIII (Gresik–Lamongan). Perolehan itu membuatnya mengalahkan caleg PDIP nomor urut 1 sampai 3, meski dirinya hanya berada di nomor urut 4. Hasan kemudian resmi dilantik sebagai wakil rakyat pada Agustus 2024.
Lahir pada 2 April 1984, Hasan dikenal sebagai sosok santri. Sejak remaja, bapak empat anak ini menempuh pendidikan di berbagai pondok pesantren, antara lain Ponpes Bata-Bata Sumenep hingga Situbondo. Setelah lulus SMA, ia melanjutkan kuliah S-1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya pada 2004, kemudian meraih gelar S-2 di Universitas Bhayangkara (Ubhara) Surabaya.
Semasa kuliah, Hasan aktif dalam berbagai organisasi mahasiswa. Ia tercatat sebagai kader Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) dan pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) baik di tingkat fakultas maupun universitas. Di luar kampus, ia menjadi penggerak organisasi daerah (orda) asal Bawean, seperti Ikatan Mahasiswa Bawean Surabaya (IMBAS) dan Persatuan Mahasiswa Bawean (PMB), bahkan disebut sebagai pionir keduanya.
Perjalanan politiknya dimulai dari bawah. Hasan aktif di organisasi sayap PDIP, Banteng Muda Indonesia (BMI), dan sempat menjabat Sekretaris Banteng Muda Jawa Timur. Dari santri, akademisi, hingga pengusaha, kiprah Hasan akhirnya mengantarkannya ke kursi parlemen provinsi. Namun, perjalanan singkat itu kini berakhir di balik jeruji besi.
Pasca-penahanan oleh KPK, karier politik Hasan hampir dipastikan mandek. Ia berpotensi dipecat dari PDIP sekaligus terkena mekanisme pergantian antarwaktu (PAW) dari DPRD Jatim. Nama yang disebut-sebut berpeluang menggantikan kursinya adalah Andy Firasadi, caleg incumbent PDIP dari Dapil Jatim XIII.
Jika benar terealisasi, kursi Hasan hanya berusia singkat: setahun lebih satu bulan. Dari seorang santri hingga legislator muda, kini Hasanuddin harus menghadapi kenyataan pahit sebagai tersangka megakorupsi. (*)