Berawal dari Iseng, Warga Jombang Ini Raup 8 Juta/Bulan dari Pakcoi Hidroponik

oleh -201 Dilihat
WhatsApp Image 2025 10 03 at 8.16.12 AM
Tanaman Pakcoi di kebun hidroponik milik Rokhim Azzam (Teguh Setiawan)

KabarBaik.co – Di tengah upaya pemerintah mendorong ketahanan pangan dan program Makan Bergizi Gratis (MBG), Rokhim Azzam (38), warga Dusun Plosokendal, Desa Plosogeneng, Jombang, justru sudah lebih dulu melangkah.

Berawal dari iseng, kini ia sukses membudidayakan sayuran hidroponik hingga menghasilkan satu ton pakcoi setiap bulannya.

Azzam memulai usahanya empat setengah tahun lalu, dengan memanfaatkan lahan seadanya di halaman rumahnya. Ia mengaku terjun ke dunia hidroponik karena kala itu sedang menganggur.

“Dulu awalnya karena enggak ada kerjaan. Iseng-iseng belajar hidroponik. Lama-lama malah jadi penghasilan utama,” ujar Azzam saat ditemui di kebun hidroponiknya, Jumat (3/10).

Sayur andalannya? Pakcoi dan selada. Dua jenis sayuran ini ia pilih karena punya pasar stabil dan permintaan yang meningkat, terutama sejak wacana MBG digaungkan.

Dengan sistem hidroponik yang ia kembangkan, Azzam kini bisa memproduksi hingga 1 ton pakcoi setiap bulan. Sayurannya dipasarkan ke sejumlah swalayan dan supplier, tidak hanya di Jombang, tapi juga ke luar kota seperti Surabaya dan Mojokerto. Beberapa mitranya antara lain Afco beserta cabangnya, Bravo, dan Gema.

Harga jual pakcoi di kebunnya berkisar Rp 15.000 per kilogram, sementara selada dijual antara Rp 20.000 hingga Rp 25.000 per kilogram. Dari hasil panen tersebut, Azzam mengaku bisa mengantongi penghasilan bersih Rp 7–8 juta per bulan.

“Merawat pakcoi itu gampang-gampang susah. Yang penting nutrisi di tandon harus terjaga,” ungkapnya.

Menurut Azzam, proses pembibitan pakcoi cukup cepat. Dalam 24 jam setelah semai, benih sudah mulai pecah. Setelah dua hari di tempat teduh dan muncul dua daun, tanaman dipindah ke meja aliran.

“Di meja aliran seminggu, lalu seminggu lagi di meja peremajaan. Dua minggu kemudian dipindah tanam dan siap panen setelah 30 hari,” jelasnya.

Untuk menjaga tanaman dari hama, Azzam hanya melakukan penyemprotan dua minggu sekali. Ia juga memanfaatkan ikan di bak penampungan sebagai pengurai limbah organik tanpa pakan tambahan.

“Ikan dikasih makan daun sisa panen saja. Jadi ada sistem daur ulang limbah juga,” tambahnya.

Meski terlihat sederhana, Azzam mengakui budidaya hidroponik memiliki tantangan tersendiri. Salah satunya adalah listrik padam atau hujan deras yang bisa membuat pompa air berhenti bekerja.

“Kalau air enggak ngalir, akar bisa busuk. Jadi harus siaga. Biasanya listrik langsung dimatikan, dan sambungan pipa input-output dicabut,” terangnya.

Menurutnya, sistem hidroponik tanpa atap UV memang lebih murah, tapi butuh pengawasan ekstra. Kedisiplinan dan kesiapsiagaan adalah kunci utama.

Melihat potensi pasar yang besar, terutama jika program MBG benar-benar berjalan, Azzam optimis hidroponik bisa ambil peran besar.

“Kalau MBG jalan, sayur konvensional enggak akan cukup. Hidroponik bisa jadi solusi,” katanya.

Kini, Azzam telah bermitra dengan 20 titik kebun hidroponik lain, sebagian besar dikelola oleh warga sekitar. Ia berharap Jombang bisa menjadi sentra produksi sayur sehat berbasis hidroponik.

“Harapannya makin banyak anak muda yang ikut. Kita bisa mandiri pangan dari halaman sendiri,” pungkasnya. (*)

Cek Berita dan Artikel kabarbaik.co yang lain di Google News

Kami mengajak Anda untuk bergabung dalam WhatsApp Channel KabarBaik.co. Melalui Channel Whatsapp ini, kami akan terus mengirimkan pesan rekomendasi berita-berita penting dan menarik. Mulai kriminalitas, politik, pemerintahan hingga update kabar seputar pertanian dan ketahanan pangan. Untuk dapat bergabung silakan klik di sini

Penulis: Teguh Setiawan
Editor: Imam Wahyudiyanta


No More Posts Available.

No more pages to load.