KabarBaik.co – Dunia pertanian pada saat ini dipandangi sebelah mata oleh para pemuda. Banyak yang berlomba-lomba mencari pekerjaan menjadi pegawai negeri hingga perusahaan dengan gaji yang menjanjikan.
Namun berbeda dengan Mochammad Priyono. Pemuda asal lereng Gunung Bromo, Kabupaten Pasuruan. Dirinya menggeluti dunia pertanian sejak 2005 lalu usai lulus sekolah.
Bergelut di dunia pertanian seiring wilayah tempat tinggalnya yang berada di Tosari, Kabupaten Pasuruan merupakan daerah pertanian sayur-mayur seperti kentang, wortel, buncis dan sayur lainnya.
Melihat peluang kentang merah yang harganya 2 kali lipat dari kentang kuning pada umumnya, dirinya nekat menimba ilmu hingga ke Bogor, Jogjakarta untuk dapat mengembangkan pembibitan kentang merah yang saat itu kesulitan mendapatkan bibit untuk para petani.
Mochammad Priyono yang merupakan petani milineal mengaku untuk dapat belajar harus mengeluarkan biaya sendiri dengan mendatangi lembaga pertanian untuk dapat belajar, dengan otodidak akhirnya berhasil hingga saat ini bisa memiliki laboratorium pembibitan kentang merah.
“Saya belajar secara otodidak dengan pergi ke tempat pembibitan pertanian, dengan biaya sendiri akhirnya berhasil saat ini bisa membabitkan kentang merah,” kata Priyono, Selasa (5/11).
Lebih lanjut Priyono petani milineal asal lereng gunung Bromo melakukan pembibitan kentang merah sejak 2013, berawal untuk dirinya sendiri di lahan yang dimiliki dan menjadi saya tarik petani lainnya seiring harga yang cukup tinggi dipasaran.
“Awal coba pembibitan untuk lahan sendiri dan berhasil, akhirnya petani lainnya ingin menanam juga untuk memenuhi permintaan pasar,” ungkap Pri.
Mas Pri panggilan akrabnya mengaku saat ini untuk kebutuhan bibit kentang merah dirinya tidak dapat memenuhi kebutuhan para petani, pasalnya butuh waktu dan proses yang panjang untuk bisa dipasarkan ke petani bibit yang produksi yang diinginkan pasar.
“Kebutuhan bibit petani sangat besar sedangkan laboratorium hanya bisa produksi 1.000 botol, untuk bibit yang siap produksi butuh proses selanjutnya,” tegasnya.
Untuk saat ini produksi kentang merah di Tosari hanya 10 persen saja dibandingkan kentang kuning pada umumnya. Sedangkan permintaan pasar di kota-kota besar di Jawa sangat tinggi.
“Para petani belum bisa memenuhi permintaan pasar, kembali ke bibit yang belum bisa memenuhi untuk tanam,” benernya.
Selain bibit yang terhitung minim untuk kebutuhan petani juga terpengaruh pada musim penghujan untuk memulai tanam, petani berkeinginan membuat rumah kaca untuk lahan pertanian yang nantinya bisa melakukan tanam sepanjang tahun.
“Saat ini direncanakan pembuatan rumah kaca untuk pertanian kentang merah, tapi biaya awal cukup tinggi kemungkinan hanya beberapa petani saja nantinya meskipun harga kentang menjanjikan di pasar,” pungkasnya.
Atas ketekunannya tersebut, Priyono meraih juara tiga ajang Petani Milenial Inovatif Jatim 2024. Acara ini digagas media siber KabarBaik.co bersama dengan Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DPKP) Jatim dan digelar pada Kamis (7/11) kemarin di Surabaya. (*)