KabarBaik.co- Angka bukan hanya alat berhitung. Dalam kebudayaan Jawa, angka adalah bahasa semesta—penghubung antara dunia kasat mata dan yang gaib, antara yang hidup dan yang sudah pulang ke alam baka. Setiap angka punya watak, punya hawa, punya cerita. Dan dari sekian angka yang dipercaya menyimpan makna mistis, angka 3 adalah salah satu yang paling sakral.
Dalam lembar-lembar tua Primbon Jawa—kitab warisan leluhur yang berisi ramalan, falsafah, dan panduan hidup—angka tiga disebut sebagai “telu”, yang tidak hanya mewakili bilangan, tetapi juga mewakili trilogi suci dalam hidup manusia dan alam. Trilogi Kehidupan dan Jejak Gaib dalam kepercayaan Jawa, angka 3 menggambarkan tiga tahap utama kehidupan manusia:
- Lahir (Wiji/Janma)
- Hidup (Urip)
- Mati (Pati)
Siklus ini tak bisa dipisahkan dan merupakan bagian dari kodrat alam. Angka 3 menjadi simbol peringatan agar manusia selalu eling (ingat) dan tidak terjebak dalam ilusi duniawi. Barang siapa lupa akan kematian, ia akan hidup tanpa arah. Barang siapa tidak menghayati kehidupan, ia akan mati sebelum waktunya. Dan barang siapa menolak kelahiran spiritual yakni kesadaran diri sejati maka ia hanya menjadi ragawi belaka.
Dalam mitologi Jawa kuno, disebutkan bahwa para leluhur sering memberikan nama anak-anak mereka yang mengandung unsur “Tri” atau “Telu” sebagai bentuk penghormatan terhadap angka ini. Misalnya, nama seperti Triningsih, Trisno, atau Triwardhani, karena diyakini anak-anak dengan nama itu akan tumbuh dengan watak seimbang antara pikir, rasa, dan karsa. Selain itu, angka 3 juga dikaitkan dengan tiga penjaga gaib dari tiga arah mata angin utama:
- Kidul (Selatan): Dijaga oleh Nyai Roro Kidul, ratu gaib samudra selatan yang mencintai angka ganjil.
- Lor (Utara): Dijaga oleh Kyai Tunggul Wulung, penjaga spiritual dari pegunungan dan langit.
- Wetan (Timur): Dijaga oleh Kyai Setra Banyu, penguasa air suci dan hulu kehidupan.
Angka 3 dipercaya sebagai kunci masuk ke wilayah-wilayah mereka. Oleh sebab itu, para empu atau spiritualis Jawa tidak sembarangan melakukan perjalanan ke tempat-tempat keramat pada tanggal 3, 13, atau 23. Hari-hari itu dianggap sebagai pintu gaib yang terbuka, yang bisa membawa keberkahan atau bala, tergantung kesiapan batin orang yang menghadapinya.
Makna Tersembunyi dalam Kehidupan Sehari-hari angka tiga terus muncul dalam petunjuk hidup Jawa:
- Tiga watak dasar manusia: Satria (berani), Wicaksana (bijak), Pracaya (percaya).
- Tiga nafsu utama: Loba (rakus), Murka (amarah), Lan Sariro (keakuan).
- Tiga laku utama orang Jawa sejati: Ngerti (memahami), Ngrasa (merasakan), lan Nglakoni (menjalani).
Maka orang tua zaman dahulu selalu mewanti-wanti agar kita menjaga telu perkara:
- Telu budi: budi luhur, budi daya, budi pekerti.
- Telu sesanti: sabar, syukur, lan waspada.
- Telu sandaran: Gusti (Tuhan), Leluhur, dan Alam.
Dalam perkawinan adat Jawa, angka tiga sering digunakan sebagai simbol kesatuan batin. Bahkan dalam ritual siraman, air dari tiga sumber berbeda sering dipakai untuk memandikan calon pengantin, sebagai lambang pembersihan lahir batin dari masa lalu, menuju hidup baru.
Belajar dari Angka Tiga
Angka tiga bukan sekadar bilangan. Ia adalah cermin perjalanan jiwa manusia, dari asalnya yang suci, perjalanannya yang penuh liku, hingga kembalinya pada asal. Dalam dunia modern yang serba cepat dan penuh godaan, mitos angka tiga mengajak kita untuk kembali ke kesadaran awal—keseimbangan antara pikiran, hati, dan tindakan.
Sebagaimana falsafah Jawa menyebut:
Urip iku mung mampir ngombe (Hidup ini hanyalah mampir untuk minum.) Maka selama kita masih diberi waktu, jagalah tiga hal utama dalam hidup: hubungan dengan Tuhan, hubungan dengan sesama, dan hubungan dengan diri sendiri. Di situlah angka tiga menjadi bukan hanya angka, melainkan petunjuk hidup yang abadi.