KabarBaik.co – Jalan Sehat Merdeka Bersama 2025 yang bakal diramaikan ribuan warga Gresik dan sekitarnya pada Minggu (24/8) nanti sengaja digelar bukan sekadar jalan-jalan biasa. Tapi, luar biasa. Selain banjir hadiah dan doorprize dengan hadiah utama dua motor, event untuk menyemarakkan HUT ke-80 Republik Indonesia ini juga terkandung spirit dan nilai-nilai penting.
Sebut saja kehadiran Orkes Melayu (OM) Sera. Kabar Kreatif selaku pelaksana Jalan Sehat Merdeka Bersama 2025, bukan tanpa alasan kuat mendatangkan grup musik tersebut. Manajer Kabar Kreatif M. Zubaidi menjelaskan, mungkin belum banyak yang tahu bahwa OM Sera itu asli dari Gresik. Tepatnya, dari wilayah Balongpanggang.
“Grup ini salah satu kebanggaan Indonesia. Mampu bertahan di tengah gempuran kompetisi global selama lebih dari dua dekade. Telah mengorbitkan artis papan atas seperti Via Vallen,” ungkapnya.
Jalan Sehat Merdeka Bersama 2025: Tidak Cuma 2 Unit Motor, Ada Give Away Jutaan Rupiah
Ya, di tengah derasnya arus global, ketika tren musik datang silih berganti seperti ombak, memang tidak banyak yang sanggup bertahan. OM Sera tidak sekadar bertahan, tapi justru mengukir jejak panjang di hati penikmat dangdut. Bahkan menjadi bagian dari kisah sukses sejumlah penyanyi. Salah seorang di antaranya Via Vallen, yang mendunia.
Februari 2018 silam menjadi salah satu momen manis yang membuktikan betapa eratnya hubungan OM Sera dan para alumninya. Publik dibuat terharu ketika Via Vallen memberangkatkan seluruh kru OM Sera untuk umrah ke Tanah Suci. Total ada sebanyak 10 orang. Hadiah ini datang dari biduan yang pernah berdiri di panggung bersama mereka sejak 2008, sebelum akhirnya melesat menjadi salah seorang penyanyi papan atas Indonesia.
Meski tak diumumkan secara gamblang di media sosial pribadinya, langkah Via Vallen itu menjadi simbol terima kasih dan penghargaan untuk keluarga musik yang pernah mendampinginya hampir satu dekade.
Namun, perjalanan OM Sera dimulai jauh sebelum itu, tepatnya pada 2000. Nama “Sera” sendiri lahir dari singkatan Selera Rakyat, mencerminkan niat tulus mereka menghadirkan musik yang benar-benar akrab di telinga dan hati masyarakat.
Di bawah komando M. Sholeh sebagai pimpinan, Sukir di jalur manajemen, dan Suto sebagai asisten manajer, mereka memulai dengan formasi yang sederhana, namun penuh semangat: Slamet (kendang), Lambang (bass), Wito (melodi), Wahono (ritme), Alex (tamborin), Wiwin (suling), Nuri (keyboard 1), Acik (keyboard 2), dan Aripin sebagai host.
Show perdana pada 20 September 2003 menjadi titik awal yang tak terlupakan. Secara tidak sengaja, CD rekaman pertunjukan mereka beredar luas. Single “Yang” yang dibawakan Cak Brodin menjadi andalan, mengundang banyak telinga untuk mendengar dan banyak panitia untuk mengundang.
Wilayah Jawa Tengah, yang kala itu jarang disentuh orkes dari Jawa Timur, tiba-tiba terbuka untuk OM Sera. Bahkan, mereka kerap harus tinggal hingga seminggu di pesisir untuk memenuhi undangan panggung demi panggung.
Tentu saja perjalanan panjang ini diwarnai pergantian personel. Kesibukan di luar OM Sera membuat Wahono mengundurkan diri, digantikan Prawito. Slamet, Alex, dan Lambang memilih kembali ke orkes Palapa. Posisinya kemudian diisi Ipank (drum/kendang), Wasis (tamborin), dan Yitno (bass). Nuri juga hengkang, membuat Acik sempat sendirian mengisi keyboard.
Format baru itu melahirkan karakteristik unik: koplo jingkrak, dangdut yang dimainkan dengan hentakan energik, dikombinasikan dengan sentuhan tabla. Pertengahan 2006, Wito memutuskan keluar karena sukses mengembangkan usahanya di luar musik. Posisinya diisi Djoyo “Bodrex” di melodi. Kehadiran Imam Sariban sebagai keyboard kedua membuat variasi musik OM Sera semakin kaya. Keroncong, bossanova, reggae, blues, jazz, hingga remix, semuanya diolah tanpa kehilangan identitas dangdut koplo mereka.
Tahun 2008, Acik harus rehat karena tugas. Posisinya sempat diambil alih Didit Samohong. Enam bulan berselang, Imam Sariban memilih kembali ke orkes Sonata, dan kekosongan itu diisi lagi oleh Acik. Dalam prosesnya, dari tangan kreatif Wasis lahirlah slogan legendaris OAOE. Ini singkatan dari Ora Sera Ora Enak.
Bagi mereka, OAOE bukan sekadar kata-kata, melainkan identitas musik yang membuat setiap penonton merasa ada yang kurang jika belum menyaksikan hentakan OM Sera di panggung.
Menariknya, OAOE justru dibiarkan bebas digunakan oleh orkes lain. Bagi OM Sera, itu tanda bahwa karya mereka diterima luas. “Kalau ada yang pakai, justru bangga. Berarti OAOE itu hidup di masyarakat,” kata Wasis suatu ketika.
Kini, banyak orkes mengandalkan kendang kempul plus tabla full satu lagu. Namun, OM Sera memilih jalannya sendiri, menjaga ritme, menjaga rasa. Mereka sadar bahwa dangdut koplo bukan sekadar volume atau tempo, tapi soal pengalaman dan keterlibatan penonton.
Dari 2003 hingga hari ini, OM Sera bukan hanya band dangdut yang lahir dari selera rakyat. Mereka adalah denyut itu sendiri. Dalam setiap hentakan, ada cerita perjuangan. Dalam setiap lagu, ada kehangatan yang membuatnya tak lekang dimakan waktu. Dan di tengah perubahan tren musik yang cepat, Sera tetap membuktikan: selama masih ada rakyat yang ingin bergoyang, Ora Sera Ora Enak.
Anda ingin menjadi saksi dari kehebohan OM Sera di panggung Jalan Sehat Merdeka Bersama 2025? Jangan tunggu hari H. Daftar dulu sebelum tiket atau kupon ludes. Tanpa dipungut biaya. Gratis! Tinggal scan barcode di banner atas halaman KabarBaik.co dari HP Anda dan isi datanya. (*)