Dinilai Kontroversial, PWI Malang Raya Tolak Pembatasan Karya Jurnalistik

Reporter: P. Priyono
Editor: Gagah Saputra
oleh -123 Dilihat
PWI Malang Raya bersama IJTI Korda Malang Raya, AJI Malang dan PFI Malang aksinya di Bundaran Tugu, Kota Malang

KabarBaik.co – Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Malang Raya menyepakati menolak beberapa pasal yang dinilai kontroversial yang terdapat dalam Draft Rancangan Undang-undang (UU) Penyiaran.

Penegasan tersebut, disuarakan PWI Malang Raya bersama IJTI Korda Malang Raya, AJI Malang dan PFI Malang yang sepakat menolak pasal-pasal dalam RUU Penyiaran yang menghalangi tugas jurnalistik dan kebebasan pers, di Bundaran Tugu depan Balaikota Malang, Jumat (17/5).

Draft RUU Penyiaran tersebut sebenarnya merupakan revisi dari UU Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002. Ketua PWI Malang Raya Cahyono, mengatakan bahwa sejumlah pasal-pasal dalam RUU inisiatif DPR RI ini dianggap dapat membatasi kinerja jurnalis dan mengancam kebebasan pers.

Baca juga:  Jurnalis Kediri Bersatu Tolak RUU Penyiaran

Yaitu, Pasal 42 ayat 2 menjadi salah satu titik perdebatan utama, yang menyatakan bahwa penyelesaian sengketa jurnalistik akan diurusi oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).

“Tentu di sini bertentangan dengan UU Pers 40 Tahun 1999 yang menetapkan Dewan Pers sebagai lembaga yang berwenang menyelesaikan sengketa jurnalistik,” tukasnya, Jumat (17/5).

Lebih dari itu, menurut Cahyono, pada Pasal 50 B ayat 2 huruf (c) juga menjadi kontroversial, lantaran melarang penyiaran eksklusif jurnalistik investigasi. Tak hanya itu, Pasal 50B ayat 2 huruf (k) yang mengatur larangan terhadap konten siaran yang mengandung penghinaan dan pencemaran nama baik, juga dianggap mirip dengan “pasal karet” dalam UU ITE yang membatasi kebebasan pers.

Baca juga:  Merugikan Hak Publik Atas Informasi, Komunitas Pers Ramai-Ramai Tolak Draf RUU Penyiaran

“Lalu, PWI Malang Raya juga menyoroti Pasal 51 huruf E yang termaktub dalam RUU tersebut. Pasal ini mengatur penyelesaian sengketa jurnalistik dilakukan di pengadilan, yang dinilai juga tumpang tindih dengan UU Pers 1999,” jelasnya.

Cahyono menegaskan, bahwa pers nasional memiliki hak untuk mencari, mengolah gagasan, serta menyebarluaskan informasi sebagai sebuah karya jurnalistik yang berkualitas tanpa adanya pembatasan terlebih dalam melakukan pemberitaan bersifat investigatif.

Baca juga:  RUU Penyiaran Memicu Masalah, Ini Pernyataan Sikap PWI Pusat

“Dan yang jelas, jika Pasal 42 disahkan. Maka, KPI akan memiliki kewenangan yang terlalu besar dalam menyelesaikan sengketa jurnalistik, yang seharusnya menjadi tugas Dewan Pers,” tandasnya.(*)

Cek Berita dan Artikel kabarbaik.co yang lain di Google News


No More Posts Available.

No more pages to load.