DPR Terlihat Lebih Kritis

oleh -34 Dilihat
unnamed
Zainal Arifin Emka

Oleh: Zainal Arifin Emka*

 

Itu judul singkatnya. Lengkapnya: DPR Terlihat Lebih Kritis kepada Purbaya daripada terhadap Sri Mulyani.
Suasana rapat Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dengan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa dalambeberapa bulan terakhir, terasa lebih “panas” dibanding era Sri Mulyani.
Ada beberapa alasan sederhana yang menjelaskan ini.

Gaya Purbaya yang lebih lugas, tampaknya memancing DPR berlaku lebih keras. Purbaya dikenal bicara apa adanya. Kadang bernada menyindir. Terkesan tidak terlalu diplomatis.
Sekadar contoh. Saat ia diserang soal target pajak, ia menjawab santai: “Kalau target pajak terlalu berat, ya pajak DPR kita naikkan dulu?!”

Respons seperti ini membuat DPR merasa perlu mengimbangi — akhirnya suasana rapat jadi lebih tegang. Apalagi imbuhan kalimatnya: Tanamkan di kepala kita”.

Sri Mulyani sebaliknya: tenang, terukur, sistematis. DPR pun cenderung lebih berhati-hati mengkritik.

Sri Mulyani mempunyai otoritas besar sebagai tekonokrat senior. Selama 15 tahun lebih mengelola fiskal, Sri Mulyani jadi semacam “standar emas”. Anggota DPR mungkin tidak selalu setuju dengannya, tapi sulit menyanggah kompetensinya.

Sebaliknya, Purbaya masuk dengan mandat baru dari pemerintahan yang juga sedang berubah. Ini membuat DPR merasa: “Mari kita uji dulu pendekatan Menkeu yang baru ini.”

Beda Mazhab
Faktanya, kita sedang berada dalam situasi ekonomi yang sedang sensitif atau lebih sensitif. Sekarang Indonesia menghadapi hal-hal seperti: tekanan harga, tuntutan subsidi, kebutuhan belanja publik tinggi, ruang fiskal terbatas.

Dalam suasana seperti ini, DPR tentu merasa perlu lebih cerewet — karena rakyat sedang sensitif terhadap isu ekonomi. Di era Sri Mulyani, situasi fiskal relatif lebih stabil dan terprediksi. DPR tidak perlu begitu agresif.

Di antara Purbaya dan Sri Mulyani ada perbedaan mazhab kebijakan: Prudent vs Responsif. Sri Mulyani berhati-hati, konservatif, dan disiplin anggaran.
Purbaya lebih responsif, fleksibel, berani realokasi cepat, bahkan siap potong anggaran yang kurang produktif.
Model kebijakan yang “cekatan” seperti itu membuat DPR ingin memastikan tidak ada keputusan tiba-tiba yang berdampak luas.

Unjuk Taring
Perubahan pemerintahan membuat DPR ingin mempertegas perannya sebagai pengawas anggaran. Terhadap Menkeu baru, DPR merasa: “Ini saatnya kita lebih aktif mengontrol arah kebijakan fiskal.”
Saat Sri Mulyani, DPR kadang merasa posisi pengawasan “tidak perlu terlalu dimaksimalkan” karena sudah ada kepercayaan panjang terhadap gaya Sri Mulyani.

DPR terlihat lebih kritis bukan karena Purbaya buruk dan Sri Mulyani lebih hebat — tetapi karena gaya komunikasi Purbaya lebih terbuka, DPR sedang ingin menunjukkan ototnya, situasi ekonomi menuntut kehati-hatian, dan kepemimpinan baru selalu mengundang pengujian.

Ibaratnya, DPR sedang “menguji sopir baru” yang tiba-tiba mengendarai bus besar bernama APBN.
Satu hal yang perlu dipahami: perbedaan perlakuan DPR terhadap Purbaya dibanding Sri Mulyani bukan soal siapa yang lebih kompeten. Ini soal konteks dan adaptasi. Sri Mulyani membangun reputasi perlahan selama bertahun-tahun. Purbaya baru menginjak panggung anggaran di level tertinggi. Seperti sopir baru bus besar bernama APBN, wajar saja kalau para penumpang—dalam hal ini DPR—mengetes apakah kemudi berada di tangan yang dapat dipercaya.

Yang terpenting bukan seberapa keras ujiannya, tapi seberapa matang respons Menkeu dalam menanganinya. Karena pada akhirnya, rakyat tidak menilai siapa yang paling galak di ruang rapat. Rakyat hanya ingin APBN digunakan dengan jujur, bijak, dan berpihak pada kebutuhan mereka.

Dan, untuk itu, hubungan DPR dan Menkeu harus tetap kritis—tanpa kehilangan rasa hormat.

*Wartawan Tua, Pengajar Stikosa-AWS

Cek Berita dan Artikel kabarbaik.co yang lain di Google News

Kami mengajak Anda untuk bergabung dalam WhatsApp Channel KabarBaik.co. Melalui Channel Whatsapp ini, kami akan terus mengirimkan pesan rekomendasi berita-berita penting dan menarik. Mulai kriminalitas, politik, pemerintahan hingga update kabar seputar pertanian dan ketahanan pangan. Untuk dapat bergabung silakan klik di sini

Penulis: Zainal Arifin Emka
Editor: Gagah Saputra


No More Posts Available.

No more pages to load.