KabarBaik.co- Dua perwira polisi, Kompol I Made Yogi Purusa Utama dan Ipda Haris Chandra, yang menjadi tersangka pembunuhan Brigadir Muhammad Nurhadi di vila mewah kawasan Gili Trawangan, Lombok Utara, akan segera duduk di kursi pesakitan. Penyidik Polda NTB resmi melimpahkan berkas perkara, tersangka, serta barang bukti ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Mataram, Selasa (7/10).
Pelimpahan tahap dua tersebut menandai selesainya proses penyidikan terhadap kedua perwira yang tidak lain atasan korban Brigadir Nurhadi.
Kepada wartawan, Kepala Subdit III Ditreskrimum Polda NTB, AKBP Catur Erwin Setiawan, mengatakan bahwa berkas perkara keduanya telah dinyatakan lengkap (P21) oleh kejaksaan. Pelimpahan dilakukan sekaligus dengan pemeriksaan ulang terhadap kecocokan barang bukti yang sebelumnya disita.
Setelah pelimpahan, pihak Kejari Mataram langsung menahan Kompol Yogi dan Ipda Haris di Rutan Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) NTB selama 20 hari ke depan.
Kepala Kejari Mataram, Gde Made Pasek Swardyana, mengatakan penahanan di rutan khusus dilakukan dengan pertimbangan keamanan, mengingat keduanya masih berstatus anggota aktif Polri.
Kedua perwira polisi tersebut dijerat dengan Pasal 338 dan Pasal 352 ayat (3) juncto Pasal 55 KUHP. Pasal 338 KUHP berbunyi: “Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.”
Pasal 352 ayat (3) KUHP mengatur tentang penganiayaan berat yang menyebabkan kematian, dengan ancaman pidana penjara hingga tujuh tahun tergantung akibat perbuatan. Adapun Pasal 55 KUHP menjelaskan mengenai penyertaan tindak pidana, di mana seseorang yang turut serta atau membantu perbuatan pidana dapat dijatuhi hukuman yang sama dengan pelaku utama.
Sementara itu, Kejari Mataram memastikan kasus ini murni pidana pembunuhan, tanpa keterkaitan dengan penyalahgunaan narkoba. “Dalam berkas yang kami terima, tidak ada unsur narkoba, hanya kekerasannya saja,” kata Pasek.

Satu Tersangka Lain Masih Dalam Penyidikan
Selain kedua perwira tersebut, penyidik juga menetapkan Misri Puspita Sari sebagai tersangka. Ia diduga mengetahui dan menyaksikan peristiwa kematian Brigadir Nurhadi, namun tidak mengungkapkannya kepada penyidik.
Misri dijerat dengan Pasal 221 KUHP tentang obstruction of justice, yang berbunyi: “Barang siapa dengan sengaja menyembunyikan orang yang melakukan kejahatan atau membantu pelaku menghindari penyidikan atau penahanan, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.”
Menurut Catur, meski belum ada bukti kuat keterlibatan langsung, penyidik meyakini Misri mengetahui peristiwa tersebut. “Kami tetap berkeyakinan menerapkan Pasal 221 KUHP untuk tersangka Misri, karena dia ada di lokasi saat kejadian,” ujarnya.
Catur mempersilakan Misri menempuh jalur hukum apabila ingin mengajukan praperadilan atas status tersangkanya. “Silakan, itu hak tersangka. Kami tidak bisa membatasi,” tambahnya.
Dengan pelimpahan tahap dua ini, kasus kematian Brigadir Nurhadi memasuki babak baru. Jaksa penuntut umum (JPU) akan segera menyusun surat dakwaan dan melimpahkan perkara ke Pengadilan Negeri Mataram untuk disidangkan.
Publik pun kini menantikan fakta-fakta baru yang akan terungkap di persidangan. Termasuk motif dan kronologi pasti di balik tewasnya Brigadir Nurhadi di Gili Trawangan, yang belum sepenuhnya benderang. (*)