Duka Panggung Perupa, Pelukis Asli Gresik yang Mendunia Itu Berpulang

oleh -147 Dilihat
PAMERAN AKHIR: Jansen Jasien senasa hidup (kiri) dab Ketua PWI Jatim Lutfil Hakim di acara pameran lukisan Jelajah Peradaban 28 Februari-5 Maret 2024 lali,

KabarBaik.co- Dunia perupa Nusantara berduka. Selasa (14/5) malam, Jansen Jasien (JJ) , salah seorang seniman lukis mendunia asal Jatim, telah berpulang. Pria yang tinggal di Krian, Sidoarjo, itu meninggal dunia pada usia 50 tahun. Almarhum meninggalkan seorang istri dan dua orang anak.

JJ bernama asli Muhammad Yasin. Lahir 15 April 1974, di sebuah desa kecil di Kecamatan Wringinanom. Berjarak hampir 50 kilometer dari Kota Gresik, Jatim. Ia hanya lulus dari sekolah Madrasah Aliyah (MA) atau setingkat SMA. Tekad dan semangat belajar serta keingintahuannya terbilang luar biasa. Bahkan, dia pernah menimba ilmu langsung dari almarhum Affandi, salah seorang maestro pelukis Indonesia.

Seperti selarik pepatah Arab populer man jadda wajada, demikian juga tampaknya dirasakan JJ. Kendati otodidak, buah tekad dan semangat yang menyala, membuat nama JJ bisa mendunia. Terlahir dari pelosok kampung. ”Di mata saya, almarhum JJ seorang yang konsisten, idealis, humanis,” kata Willy Yunus, salah seorang karib JJ, Rabu (15/5).

Selama hidup, entah sudah berapa kali menggelar pameran. Baik tunggal maupun berkolaborasi dengan para perupa lain. Tidak hanya di dalam negeri, melainkan hingga mancanega. Karya-karya lukisnya juga menjadi kolektor banyak tokoh. Mulai dari politisi hingga pengusaha. Salah seorang di antaranya Ir Ciputra, yang akrab dipanggil Pak Ci.

“Iya betul, Pak Ci juga pernah mengkoleksi lukisan JJ. Ingat saya lukisan tentang Jalasveva Jayamahe, saat pameran di Gedung Graha Pena, Surabaya,” kenang Willy.

Tak ada cerita sukses dari jalur ninja atau diraih instan. Semua berproses. Penuh liku. JJ pun merentang jalan dari titik nol. Pelukis dari bawah. Mulai dari menggores kertas dan kanvas sketsa di pinggir jalan. Terima pesanan kecil-kecilan kelas kampung. Mencoba aneka macam gaya,

Bertahun-tahun merintis, baru pada 2006, nama JJ mulai terangkat. Waktu itu, bersamaan dengan bencana lumpur Sidoarjo atau lumpur Lapindo. Buah pertemuan tak sengaja, Persahabatan. Selain Willy Yunus, nama lain yang turut mewarnai kanvas hidup JJ adalah Rully Anwar, seorang mantan jurnalis senior sebuah radio swasta di Surabaya.

Mereka pun berkarib. Bikin riset. Bertanya dan menimba ilmu kepada tokoh-tokoh Surabaya tempo dulu seperti Dukut Imam Widodo, Urip Sudarman, hingga Eddy Samson. Bagian ikhtiar ngangsuh kaweruh, Mencari inspirasi. Kebetulan para tokoh itu mempunyai banyak koleksi buku lawas. Literasi sejarah dan budaya. Setelah dicerna, JJ pun mulai melukis dengan tema-tema tempo dulu. Seputar local wisdom.

Pada pameran perdana, objek yang dieksplorasi kawasan Tanjung Perak. Suasana Tanjung Perak pada era penjajahan Belanda. Tema yang biasa mengundang minat para penyuka sejarah dan kaum mapan. Betul, dari situlah mulai menemukan bentuk. ‘’Selain tema tempo dulu yang sarat nilai itu, cirikhas lainnya dari seorang JJ adalah melukis dengan palet, yang itu tidak mudah. Tidak banyak yang melakukan itu. Jadi, beruntunglah mereka yang memiliki koleksi almarhum,’’ ungkap Willy.

Beberapa pameran yang pernah digelar pada 2006 antara lain Inspirasi (10 Perupa) di Gallery Surabaya; Absolute di Archade Area Istana KutaGalleria, Kuta, Bali, Jambore Nasional di Ancol, Jakarta; JIEXPO Kemayoran, Jakarta. Lalu, 2007, Roadshow Tiga Kota, Refleksi Kebangkitan Nasional di Kantor Bank Indonesia Surabaya, Jakarta, dan Denpasar. Dan, banyak lagi. Termasuk menggelar pameran di beberapa negara.

Dan, pameran kali terakhir yang digelar JJ sebelum meninggal adalah di Gedung Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Provinsi Jatim pada awal Maret 2024. Bagian turut meramaikan peringatan Hari Pers Nasional (HPN). Tema yang diangkat juga masih berkisah tentang sejarah. ’’Pameran ini diciptakan sebagai wujud pendharmaan kepada para leluhur,’’ ujar JJ kala itu Selasa (27/2/2024).

Dia menyebut karya-karyanya itu bukan sekadar lukisan. Namun, sebuah situs sejarah. Mengundang para pengunjungnya untuk berinteraksi, memberikan hormat, baik dalam doa maupun melalui harum wangi sebatang dupa Melalui karyanya itu JJ mengirimkan pesan kondisi psikis dan semangat kuatnya untuk ikut menjaga budaya leluhur.

“Karya ini adalah sebuah seruan bagi generasi penerus bangsa untuk menoleh ke belakang, belajar dari pesan luhur nenek moyang kita, menjadi para punggawa. Punggawa budaya Nusantara,’’ tegasnya.

Menatap lukisan JJ, para pengunjung seperti diajak masuk ke lorong waktu. Menikmati labirin masa silam. Sebagai jalan lain pengenalan sekaligus penghormatan pada karya, peradaban, dan kebudayaan luhur para leluhur.

Kepergian JJ pun seperti menghentak. Seolah tampak sehat. Namun, ternyata saat itu sebetulnya ia tengah berjuang melawan sakit paru.

Ketua PWI Jatim Lutfil Hakim turut berduka cita atas meninggalnya JJ. Dia menilai, JJ termasuk salah seorang pelukis yang cermat menyisipkan sejumlah pesan dan nilai di balik karya-karyanya. ‘’Semoga almarhum husnul khatimah,’’ pungkasnya. (*)

Cek Berita dan Artikel kabarbaik.co yang lain di Google News


No More Posts Available.

No more pages to load.