Fakta Baru Kasus Korupsi Hibah PKBM Mulai Terungkap di Persidangan

oleh -1601 Dilihat
IMG 20250417 WA0000

KabarBaik.co – Sejumlah fakta baru kasus dugaan korupsi dana hibah yang dikelola Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) mulai terungkap dalam sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Sidang terdakwa Bayu Putra Subandi (BPS), ketua PKBM Salafiyah di Kejayan itu menghadirkan 12 saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU).

12 saksi yang dihadirkan kali ini merupakan para pegawai Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Pasuruan. Mulai staf biasa, kepala seksi (kasi), kepala bidang (kabid), hingga kepala dinas. Hasbullah, mantan Kadisdikbud Pasuruan juga dihadirkan menjadi saksi dalam persidangan kali ini sekalipun yang bersangkutan sudah pensiun sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Pemkab Pasuruan.

Mulanya, 12 saksi ini mencoba mengaburkan fakta bahwa mereka menerima uang dengan besaran yang bervariasi dari terdakwa BPS. Sayangnya, di penghujung sidang, BPS memberikan perlawanan. BPS membantah dengan tegas bahwa uang yang disetor ke para pegawai Disdikbud itu sukarela. Menurutnya, uang itu diminta. Bahkan, dia pernah mendapat perintah untuk memasukkan uang itu ke dalam amplop masing-masing.

“Jadi, ada permintaan dari Pak Didik untuk dimasukkan ke amplop sendiri-sendiri dengan besaran yang berbeda. Satu pegawai dengan pegawai lainnya tidak sama,” kata BPS dalam sidang. Dia mengakui hampir semua pegawai yang bersentuhan dengan urusan PKBM menerima uang darinya. Mulai pegawai tingkatan paling bawah sampai kepala dinas. Mulai Rp 500 ribu sampai puluhan juta.

Pernyataan itu membuat Ketua Majelis Hakim Cokia Ana Pontia Oppusunggu geleng-geleng kepala. Apalagi, saat mendengar uang yang diserahkan ke para pegawai ini adalah uang dari dana PKBM yang disalahgunakan. “Kembalikan saja ke negara ya, tolong Pak Jaksa. Kalau tidak dikembalikan nanti akan masuk dalam memori putusan. Masih ada waktu sampai menjelang putusan perkara ini,” kata Ketua Majelis Hakim.

Hasbullah, Kadisdikbud Kabupaten Pasuruan tidak lagi berani membantah aliran uang PKBM yang masuk ke kantong pribadinya. Ia mengakui pernah menerima uang dari terdakwa selama menjabat jadi Kadisdikbud. Dia mengaku pernah menerima uang sebanyak tiga kali, yakni Rp 5 Juta pada 2022, Rp 7,5 juta pada 2023, dan Rp 30 juta pada 2024. Menurutnya, uang itu tidak diterima dari terdakwa tapi dari Forum Komunikasi (FK) PKBM.

Pernyataan Hasbullah memantik respons terdakwa. Seingat terdakwa, uang yang disetorkan itu memang hasil patungan dari anggota FK PKBM, tapi nominalnya Rp 30 juta sebanyak dua kali dan Rp 5 juta satu kali. Usai sidang, Hasbullah mengaku tidak tahu pasti uang yang diterima dari FK PKBM seperti pengakuan terdakwa. Hanya saja, ia mengaku akan tetap mengembalikan uang tersebut karena pada dasarnya dia tidak pernah meminta.

Selain Hasbullah, terdakwa juga menyeret nama Kabid Pembinaan PAUD dan Pendidikan Non Formal (PNF) Nursalim. Dalam pengakuan di sidang, BPS pernah menyetorkan uang sebesar Rp 3 juta. Sedangkan untuk Didik Purnomo, seorang kasi disebut-sebut sampai menerima Rp 80 juta selama tiga tahun berturut-turut. Mulai Rp 50 juta pada tahun pertama dan Rp 30 juta pada tahun berikutnya.

Didik membantah pengakuan BPS. Dia mengaku lupa berapa besaran uang yang diterima dari terdakwa. Namun, ia tidak membantah pernah menerima uang dari terdakwa selama tiga tahun terakhir.

Erwin Setyawan, seorang operator data Dapodik juga disebut-sebut ikut menikmati aliran uang sebesar Rp 30 juta dari terdakwa. Uang itu diduga menjadi tanda terima kasih karena peran Erwin dalam proses ini. Erwin diduga membantu terdakwa untuk mendapat data calon peserta fiktif yang diperoleh dari Pusat Data Nasional (Pusdatin) menggunakan akun dan pasword pegawai Disdikbud.

Dalam perkara lain, Erwin sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Negeri Kabupaten Pasuruan. Dia diduga memiliki peran besar dalam sengkarut korupsi dana PKBM ini. Terdakwa BPS juga dikenal sebagai orang suka memberi. Karena setiap pegawai yang datang ke tempatnya untuk monitoring dan evaluasi selalu diberi uang transport kisaran Rp 300 ribu – Rp 500 ribu per pegawai.

Bukan hanya itu, setelah bantuan operasional cair, BPS juga menyetor sejumlah uang ke salah pejabat yang tujuannya untuk dibagikan ke pegawai yang ikut berperan dalam proses pencairan dana bantuan PKBM. Pernyataan terdakwa dalam sidang ini tidak dibantah oleh para saksi dalam sidang. Mereka mengakui mendapat uang Rp 500 ribu sampai Rp 1,5 juta dari salah satu pegawai yang sumbernya dari BPS. Ini adalah uang “terima kasih”.

Fahrizal Pranata Bahri, penasehat hukum BPS mengatakan, jika ditotal sesuai dengan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) uang yang disetorkan kliennya ke para oknum Disdikbud itu lebih dari Rp 300 juta. Dia tidak menyangkal memang kliennya memasukkan data calon peserta didik fiktif. Namun, itu bukan keinginannya, melainkan inisiatif Erwin Setyawan yang langsung mendaftarkan data peserta fiktif. (*)

Cek Berita dan Artikel kabarbaik.co yang lain di Google News

Kami mengajak Anda untuk bergabung dalam WhatsApp Channel KabarBaik.co. Melalui Channel Whatsapp ini, kami akan terus mengirimkan pesan rekomendasi berita-berita penting dan menarik. Mulai kriminalitas, politik, pemerintahan hingga update kabar seputar pertanian dan ketahanan pangan. Untuk dapat bergabung silakan klik di sini

Penulis: Ziaul Haq
Editor: Hairul Faisal


No More Posts Available.

No more pages to load.