KabarBaik.co – Ratusan massa dari Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) dan berbagai kelompok solidaritas lainnya menggelar aksi di Surabaya pada Senin (2/12), meskipun hujan mengguyur kota sejak pagi hari.
Aksi dimulai dengan long march dari Asrama AMP menuju Gedung Negara Grahadi. Koordinator aksi, Yefron Gire, menegaskan bahwa hujan deras tidak memadamkan semangat mereka untuk memperjuangkan keadilan bagi Papua.
“Meski hujan, tapi hujan hari ini tidak sebanding dengan situasi yang ada di Papua sekarang masih hanya pelanggaran HAM yang belum diselesaikan,” ujarnya.
Dalam aksi yang diikuti sekitar 150 orang tersebut, peserta menyampaikan sejumlah tuntutan, termasuk hak penentuan nasib sendiri bagi Papua. Menurut Yefron, pendekatan seperti pembangunan, otonomi khusus, pemekaran wilayah, transmigrasi, atau pengerahan militer bukanlah solusi yang dapat mengakhiri persoalan di Papua.
Selain orasi, aksi ini juga menampilkan teatrikal yang menggambarkan perampasan tanah serta berbagai pelanggaran HAM yang selama ini dirasakan oleh masyarakat Papua. Teatrikal tersebut bertujuan untuk menggugah kesadaran publik terhadap situasi yang terjadi di wilayah tersebut.
Yefron juga menyebut bahwa aksi serupa tidak hanya berlangsung di Surabaya, tetapi juga dilakukan di sejumlah daerah lain seperti Jember, Malang, Jakarta, dan Makassar.
“Aksi ini juga dilakukan serentak di Jember, Malang dan kemarin di Jakarta dan di Makassar. Harapannya negara memberikan hak penentuan nasib sendiri, sebagai solusi yang demokratis bagi Papua,” jelasnya.
Aksi ini mendapatkan pengawalan ketat dari pihak kepolisian untuk memastikan jalannya demonstrasi tetap kondusif. Meski demikian, beberapa ruas jalan di sekitar lokasi aksi mengalami kemacetan akibat iring-iringan massa.
Salah satu peserta aksi, Markus, mengatakan bahwa ia ikut bergabung karena merasa prihatin dengan kondisi di Papua yang dinilainya tidak mendapatkan perhatian serius dari pemerintah. Ia berharap aksi ini dapat membuka mata banyak pihak terhadap penderitaan yang dialami oleh rakyat Papua.
Gedung Negara Grahadi dipilih sebagai lokasi aksi karena dinilai sebagai simbol pemerintahan yang dapat mendengar dan menyalurkan aspirasi mereka. Namun, hingga akhir aksi, belum ada perwakilan dari pemerintah yang menemui massa untuk berdialog.
Yefron dan peserta lainnya berharap pemerintah segera mengambil langkah nyata untuk menyelesaikan persoalan di Papua secara demokratis dan tanpa kekerasan. “Harapannya negara memberikan hak penentuan nasib sendiri, sebagai solusi yang demokratis bagi Papua,” pungkasnya. (*)