Inovasi Penanaman Jeruk di Kecamatan Ngantang, Panen Tanpa Kenal Musim dengan Pupuk Organik

oleh -197 Dilihat
oleh
Petani muda asal Kecamatan Ngantang, Puteri Lu'lu' Ilmaknun dan tanaman jeruknya. (Foto: P. Priyono)

KabarBaik.co – Teknik pertanian penanaman buah jeruk yang diciptakan warga Desa Ngantru, Kecamatan Ngantang, Kabupaten Malang ini merupakan inovasi terbaru. Jika biasanya panen buah jeruk mengikuti musim tahunan. Berbeda dengan penanaman jeruk oleh milenial dari Kabupaten Malang yang panen tanpa mengenal musim.

Yaitu Puteri Lu’lu’ Ilmaknun. Bersama saudaranya, petani muda berusia 21 tahun itu mengelola tanaman jeruk yang ditanam di tiga desa Kecamatan Ngantang dengan luas lahan mencapai 80 hektare. Dia mengurus lahan penanaman jeruk jenis regal dan siem madu seluas 20 hektare di Desa Pagersari, Kecamatan Ngantang.

“Memang awalnya saya bersama keluarga mengelola tanaman jeruk di lahan seluas 80 hektare. Ini sejak 2021 lalu, saat pendemi dengan nama payung kami Jertanmus Integrated Farming System Indonesia (JIFSI). Dan akhirnya sampai saat ini saya menangani 20 hektare. Yang saya tangani sejak 2021 lalu,” kata Puteri.

Jertanmus merupakan akronim dari jeruk tanpa musim yang pembuahannya diatur sehingga panen dapat dilakukan beberapa kali dalam setahun. Mengenai metode dan inovasi penanaman jeruk, menurut Puteri, jarak antar tanaman sekitar 5×4 meter. Jarak seperti itu untuk memudahkan perawatan per batang pohon dalam pemberian nutrisi tanaman.

Baca juga:  8.372 KK Terancam Kekeringan di Kabupaten Malang

“Memang inovasi atau cara kita berbeda dengan daerah lain seperti di Kecamatan Dau, Kabupaten Malang. Lalu di Banyuwangi juga Jember. Maka, isi tanaman dalam satu hektare pun juga beda. Kalau daerah lain per hectare 800 pohon. Di lahan saya hanya 600 pohon,” papar Puteri.

Menurut Puteri, pada umumnya tanaman buah jeruk baru panen sekitar usia 2,5 tahun. Tetapi, dengan metode yang digunakannya, dari awal tanam hingga 2 tahun setelahnya baru bisa panen perdana. Bahkan, untuk panen berikutnya per tahun dengan satu pohon mencapai 80 kilogram.

“Untuk pemupukan, yang digunakan murni organik. Dipakai kotoran kambing, ayam, arang sekam dan sedikit kapur. Dan memang untuk penyemprotan ada sedikit sintetis. Yang tentunya kelebihan semua tanaman di sini sehat. Lalu perawatan lebih mudah yang hasilnya luar biasa,” urainya.

Baca juga:  TNI dan Pemerintah Bersinergi Majukan Pertanian Trenggalek

Wilayah Desa Pagersari, diakui Puteri memang lahan pengembangan dari lahan miliknya yang sebelumnya. Tanah di area tersebut dikenal kering meski berada di dataran tinggi. Sedangkan pengairan menggunakan pipanisasi yang diambil dari sumber mata air pegunungan yang mengairi 20 hektare tanaman jeruk dengan sistem sprinkler.

Atau bisa juga menggunakan air yang bertekanan dan keluar melalui perangkat yang disebut sebagai penyiram. “Jadi, semua teknik perawatan, petani itu hukumnya tidak bisa baku yang selalu berubah-ubah tergantung musim dan di mana tempat kita bertani. Beda tanah, itu jelas beda perlakuan. Seperti di sini, Pagersari antara Ngantru dan Sidodadi,” ujarnya.

Puteri menyebut hasil penanaman jeruk banyak memberikan hasil. Dari 20 hektare lahan yang dikelolanya telah memperkerjakan sebanyak 135 orang. Sedangkan di pasaran, jeruk hasil kimia atau organik memiliki harga yang sama. Walaupun terlihat dari hasil buahnya berbeda antara buah jeruk hasil organik dan kimia.

“Peminat jeruk kalau kita ngomong pasar terkait organik belum banyak berefek di pasar. Tetapi kalau kita di petani dengan memakai organik bisa menghemat biaya di pemupukan sampai 60 persen,” jelasnya.

Baca juga:  Menuju Swasembada Pangan, Petani Kabupaten Malang Panen Raya Kentang 2.550 Ton

Puteri menjelaskan pemasaran jeruk hingga saat ini yang terdekat yaitu di Kediri, Kota Malang, dan Blitar. Kemudian, wilayah luar Jawa paling besar pengiriman ke Bali dan wilayah Papua dan Kalimantan. Bahkan, untuk Jogja, Semarang, dan Jakarta masih mengantre karena kebutuhan masih belum tercukupi.

Yang belajar soal penanaman jeruk dengan teknologi modern selain akademisi juga banyak dari kelompok tani yang berkunjung ke lahan Malang. Di antaranya dari Sulawesi, Kalimantan, Kupang, NTT, dan Sumatera.

“Yang jelas, saya belajar pertanian dari keluarga. Dari belajar ini, kita mengiringi petani muda di daerah. Supaya kita cinta tani. Kita mengiringi dari segala perawatan pengolahan tanah. Dan di sini, menurut teman-teman petani, inovasi ini baru pertama di Indonesia. Memang, ada yang organik tetapi kualitas terbaik ada di sini,” tandasnya. (*)

Cek Berita dan Artikel kabarbaik.co yang lain di Google News


No More Posts Available.

No more pages to load.