KabarBaik.co- Muktamar X Partai Persatuan Pembangunan (PPP) semestinya menjadi forum muhasabah atau evaluasi diri. Pasalnya, hasil Pemilu 2024 lalu, parpol berlambang Kakbah itu gagal melenggang ke Senayan karena tidak memenuhi parliament threshold. Capaian suara secara nasional tidak sampai memenuhi ambang batas minimal 4 persen. Eh, muktamar di kawasan Ancol, Jakarta, itu malah berlangsung ricuh. Terbelah menjadi dua kubu.
Satu kubu mengklaim Muktamar X menetapkan Agus Suparmanto sebagai ketua umum PPP. Kubu lainnya menyatakan, Muhammad Mardiono, sebelumnya menjadi Plt ketua umum, yang berhak memimpin PPP lima tahun ke depan. Badai politik di tubuh PPP itu kemungkinan besar bakal panjang. Yang pasti, tetap menanti legalitas dari Kementerian Hukum (Kemenkum), kubu mana yang kelak bakal mengantongi administrasi hukum umum (AHU). Itupun masih berpeluang saling gugat.
Ketua DPP PPP M. Thobahul Aftoni mengungkapkan, Agus Suparmanto adalah ketua umum PPP yang menang secara aklamasi dalam Muktamar X. ’’Muktamirin memilih Haji Agus Suparmanto sebagai calon untuk ditetapkan secara aklamasi sebagai ketua umum PPP periode 2025-2030,’’ katanya, Minggu (28/9).
Diketahui, Agus Suparmanto tersebut tidak lain sosok yang pernah menjabat sebagai Menteri Perdagangan di Kabinet Indonesia Maju di bawah Presiden Joko Widodo. Namun, jabatan itu tidak berlangsung lama. Hanya diemban selama satu tahun (2019-2020). Sebelum diangkat sebagai menteri, Agus dikenal sebgaai kader aktif dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Menurut Thobahul, Mardiono meninggalkan forum Muktamar saat sidang tengah berlangsung Sabtu (27/9) malam. Maka, Mardiono pun tidak bisa serta merta mengklaim kemenangan. “Mardiono tidak bertanggung jawab. Sudah meninggalkan arena setelah pembukaan muktamar. Mungkin karena sudah merasa gelombang penolakan dari mayoritas muktamirin begitu kencang,” ungkapnya.
Karena Mardiono tidak kembali ke arena muktamar, lanjut dia, muktamirin memilih Agus Suparmanto sebagai calon tunggal. Thobahul pun berharap di bawah kepemimpinan ketua umum baru, PPP bisa sukses di Pemilu 2029 mendatang. ’’Saatnya kita songsong kebangkitan PPP menuju Pemilu 2029 yang akan datang,” tegasnya.
Sementara itu, sebelumnya kubu Mardiono mengaku telah terpilih sebagai ketua umum secara aklamasi. Amir Uskara, salah seorang pimpinan sidang, mengatakan penetapan Mardiono sebagai calon ketua umum terpilih berdasarkan AD/ART. Pasal 11 menyebutkan, agenda pemilihan ketua umum partai atau muktamar harus dihadiri calon ketua umum. Sesuai AD/ART itu, hanya Plt Ketua Umum PPP Mardiono yang sah dan hadir langsung di lokasi.
Mardiono menyatakan siap melanjutkan tugas sebagai ketua umum PPP. “Sejak awal saya sampaikan apabila saya diberi amanah kembali Bismillah, jika tidak pun Alhamdulillah. Prinsipnya saya siap menjalankan amanah, terima kasih banyak atas dukungan mayoritas Muktamirin” ujar Mardiono dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (27/9).
Diketahui, Mardiono tercatat pernah menjabat sebagai Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) periode 2019–2022. Sejak 23 November 2022 ia ditunjuk Presiden Joko Widodo sebagai Utusan Khusus Presiden Bidang Kerja Sama Pengentasan Kemiskinan dan Ketahanan Pangan. Sebelumnya, Mardiono aktif di kepengurusan sebagai Wakil Ketua Umum DPP dan Ketua DPW PPP Banten.
Jalan Panjang PPP
Hasil rekapitulasi perhitungan perolehan suara tingkat nasional Pemilu 2024, PPP mendapat 5.878.777 suara yang tersebar di 84 daerah pemilihan (dapil) se-Indonesia. Dari jumlah suara sah Pileg 2024 sebanyak 151.796.630, PPP hanya meraup 3,87 persen suara. Nah, mengacu Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, parpol yang gagal meraih sedikitnya 4 persen suara secara nasional, maka tidak dapat mengonversi suaranya itu menjadi kursi di Senayan.
Memang, tidak hanya PPP yang gagal mencapai ambang batas minimal suara tersebut. Sepuluh parpol lain yang menjadi kontestan di Pemilu 2024, juga mengalami nasib serupa. Kandas. Termasuk Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang dipimpin Kaesang Pangarep, anak Presiden RI Joko Widodo. Hanya delapan parpol yang lolos ke Senayan.
Namun, bagi PPP hasil tersebut jelas menjadi pil pahit. Betapa tidak. Sejak kali pertama mengikuti Pemilu pada 1973 atau sudah lebih dari 50 tahun, selalu berhasil mengantarkan kadernya ke Senayan. Pada Pemilu 1973, misalnya. Kala itu zaman Orde Lama di bawah Presiden Soeharto, PPP sukses mendapatkan 94 kursi dari kuota 360 kursi DPR RI.
Bahkan, pada Pemilu 1977 dengan M Syafaat Mintaredja sebagai ketua umum, persentase kursi PPP tercatat paling banyak dibandingkan pemilu-pemilu lainnya. Yakni, menembus 99 kursi (29, 29 persen) dari kuota 360 kursi di DPR RI. Sejak itu, meski tetap mendapatkan kursi hingga Pemilu 2019, praktis persentase raihan kursi PPP terus melorot.
Dikutip dari laman resmi PPP, parpol ini didirikan pada 5 Januari 1973 yang merupakan hasil gabungan empat partai berbasis Islam. Yakni, Partai Nahdhatul Ulama, Partai Muslimin Indonesia (Parmusi), Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII), dan Partai Islam Perti.
Partai ini dipelopori KH Idham Chalid (ketua umum PBNU waktu itu), H. Mohammad Syafaat Mintaredja (ketua umum Parmusi), Haji Anwar Tjokroaminoto (ketua umum PSII), Haji Rusli Halil (ketua Umum Perti), dan Haji Mayskur (ketua Kelompok Persatuan Pembangunan di DPR). Dengan hasil gabungan dari partai-partai besar berbasis Islam, maka PPP telah memproklamirkan diri sebagai “Rumah Besar Umat Islam”.
Awal berdiri PPP menerapkan asas Islam dengan lambang Kakbah. Namun, sejak 1984, PPP menggunakan asas Negara Pancasila sesuai peraturan perundang-undangan dan sistem politik yang berlaku saat itu. Ini disebabkan karena adanya tekanan politik dalam kekuasaan Orde Baru. Selanjutnya, PPP secara resmi menggunakan asas Pancasila dengan lambang Bintang dalam segi lima berdasarkan Muktamar I PPP tahun 1984.
Dalam perjalannya, PPP kembali menggunakan asas Islam dengan lambang Kakbah sejak tumbangnya kekuasaan Presiden Soeharto berdasarkan kesepakatan dalam Muktamar IV akhir 1998. PPP berkomitmen untuk terus menjaga keutuhan Negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang berdasarkan Pancasila, meskipun partai menggunakan asas Islam.
PPP melantik ketua umum yang pertama pada periode 5 Januari 1973 hingga 1978. Ketua umum pertama adalah H. Mohammad Syafaat Mintaredja. Selanjutnya, berturut-turut antara lain Jailani Naro, Ismail Hasan Metareum, Hamzah Haz, dan Suryadharma Ali. Selanjutnya, pada Muktamar VIII 2016 Romahurmuziy (Gus Romi) terpilih secara aklamasi menjadi ketua umum.
Lalu, berganti dipimpin Suharso Monoarfa yang terpilih pada Muktamar IX, di Makassar. Saat ini, PPP dipimpin Muhamad Mardiono yang terpilih sebagai ketua umum pada Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) 5 September 2022.
Kendati kandas di DPR RI, perolehan kursi PPP di DPRD tingkat provinsi dan kabupaten/kota tidak hilang. Ini seperti nasib PSI dan beberapa parpol kecil lain, yang mendapatkan kursi di DPRD provinsi dan kabupaten/kota, tapi suara di DPR RI tidak mendapatkan alias nol dampak ambang batad. Boleh jadi, pada pemilu-pemilu mendatang, PPP bisa bangkit kembali. Bukankah ada adagium tidak ada yang tidak mungkin dalam politik. (*)
—-
Perolehan Kursi PPP dari Pemilu ke Pemilu di DPR RI
- 1973 94 kursi dari 360 kursi
- 1977 99 kursi dari 360 kursi
- 1982 94 kursi dari 360 kursi
- 1987 61 kursi dari 400 kursi
- 1992 62 kursi dari 400 kursi
- 1997 89 kursi dari 400 kursi
- 1999 58 kursi dari 500 kursi
- 2004 58 kursi dari 550 kursi
- 2009 38 kursi dari 560 kursi
- 2014 39 kursi dari 560 kursi
- 2019 19 kursi dari 575 kursi
- 2024 0 kursi dari 580 kursi