KabarBaik.co – Di tengah gemuruh musik gandrung dan hiruk-pikuk pesta khitanan di Kelurahan Boyolangu, Kecamatan Giri, Banyuwangi, Sabtu (19/4), satu pemandangan langka kembali hadir menghibur masyarakat.
Jaran Paju Gandrung kesenian tradisional khas Banyuwangi yang selama bertahun-tahun seolah tenggelam ditelan zaman menari kembali di hadapan masyarakat yang nyaris lupa akan keberadaannya.
Biasanya, pesta-pesta rakyat di kawasan suku Osing, seperti khitanan atau pernikahan, dihiasi dengan pertunjukan Barong atau Jaranan yang lebih dikenal dan lebih mudah dijumpai.
Namun, kali ini sang tuan rumah memilih untuk menampilkan sesuatu yang berbeda, sesuatu yang dulu pernah hidup dan bernafas di hati masyarakat.
Jaran Paju Gandrung, sebuah pertunjukan di mana kuda yang sudah dilatih dengan cermat menari mengikuti irama musik gandrung, ditemani barisan penari dan penabuh gamelan, menciptakan harmoni yang menggetarkan perasaan siapa pun yang menyaksikan.
Rudi Hartono, seorang pelaku seni yang juga pewaris darah seniman dari sang ayah, yang menjadi motor utama hadirnya pertunjukan ini. Rudi tak kuasa menyembunyikan rasa harunya ketika kuda-kuda mulai menari di tengah arena. Suaranya bergetar saat menyebut nama sang ayah, yang dulu juga mengabdikan hidupnya untuk seni ini.
“Perkembangan zaman membuat kesenian ini semakin terpinggirkan. Dulu kami sering diundang tampil, tapi sekarang hampir tidak pernah. Acara ini seperti ajang reuni bagi kami, para pelaku seni Jaran Paju,” ujar Rudi.
Sebanyak 11 ekor kuda menari dalam pertunjukan tersebut. Tak satu pun dari mereka tampil seadanya—semuanya tampil memikat, dengan riasan dan kostum khas yang melengkapi irama musik tradisional yang mengalun tanpa henti sejak pagi hingga sore.
Para penari dan pemilik kuda datang dari berbagai penjuru Banyuwangi diantaranya Genteng, Kabat, hingga Kalipuro. Mereka datang bukan hanya untuk tampil, tetapi juga untuk membuktikan bahwa seni tradisi belum mati, belum benar-benar hilang.
Di tengah derasnya arus modernisasi, Jaran Paju Gandrung seperti suar kecil dari masa lalu yang menyapa kembali generasi sekarang. Masyarakat yang hadir pun larut dalam nostalgia dan kekaguman. Anak-anak kecil terlihat terpukau menyaksikan kuda-kuda menari, sementara para orang tua tersenyum mengenang masa lalu yang perlahan-lahan kembali hadir, walau hanya sebentar.
“Kami sangat senang bisa tampil kembali. Ini adalah bagian dari kesenian yang sangat kuno, yang harus tetap kita jaga dan lestarikan,” ujar Rudi, penuh semangat.
Tak sedikit warga berharap, kehadiran Jaran Paju Gandrung kali ini bukan sekadar penampilan sesaat. Mereka menginginkan pertunjukan ini menjadi titik tolak bagi kebangkitan kembali warisan budaya Banyuwangi yang hampir terlupakan.
Di Boyolangu, di sebuah pesta khitanan yang sederhana, sejarah itu mencoba menari kembali. Dan siapa tahu, langkah-langkah kuda itu akan membawa seni ini kembali pulang ke pelukan masyarakatnya.(*)