KabarBaik.co – Fenomena sound horeg yang kerap mengganggu ketertiban dan kenyamanan warga mendapat perhatian serius Pemprov Jatim. Bersama Forkopimda, Pemprov Jatim telah menerbitkan Surat Edaran (SE) bersama yang membatasi penggunaan pengeras suara, baik untuk kegiatan di tempat maupun yang berpindah lokasi.
Aturan itu tertuang dalam SE Bersama Nomor 300.1/6902/209.5/2025, Nomor SE/1/VIII/2025, dan Nomor SE/10/VIII/2025 yang ditandatangani oleh Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa, Kapolda Jatim Irjen Nanang Avianto, serta Pangdam V/Brawijaya Mayjen TNI Rudy Saladin pada 6 Agustus 2025 lalu.
Ada empat poin penting yang diatur. Pertama, pembatasan tingkat kebisingan. Kedua, pembatasan dimensi kendaraan pembawa sound system. Ketiga, pembatasan waktu, tempat, dan rute kendaraan tersebut. Keempat, pengaturan penggunaan sound system untuk kegiatan sosial masyarakat.
Berdasarkan aturan, kegiatan sound system statis atau di satu lokasi diberi toleransi hingga 120 desibel (dBA). Sementara untuk kegiatan non-statis atau berpindah lokasi, batasnya maksimal hanya 85 dBA. Hal ini untuk memastikan suara yang dihasilkan tidak mengganggu kesehatan pendengaran dan ketertiban lingkungan.
Tak hanya itu, kendaraan pembawa sound system wajib lulus uji kelayakan (KIR) dan tidak boleh melebihi dimensi aslinya. Ketentuan ini diberlakukan demi keselamatan di jalan raya sekaligus mencegah modifikasi ekstrem yang kerap dilakukan demi mengejar kekuatan suara.
Polda Jatim menegaskan sikapnya akan tegas di lapangan. Setiap pelanggaran tidak akan ditolerir, apalagi jika menimbulkan gangguan keamanan, melanggar norma agama, kesusilaan, maupun hukum. Tindakan pembubaran di tempat akan menjadi pilihan utama jika ditemukan pelanggaran.
Wakil Gubernur Jatim Emil Elestianto Dardak menegaskan pihak kepolisian tidak akan ragu untuk mengambil tindakan cepat. “Kalau tidak punya izin, ya langsung diberhentikan. Kalau sudah berjalan tapi tidak sesuai ketentuan, juga diberhentikan. Tidak ada kelonggaran yang kontraproduktif,” ujarnya.
Emil menambahkan, penertiban ini bukan untuk mematikan hiburan rakyat. “Kita ingin hiburan tetap ada, tapi produktif dan positif. Jadi masyarakat tetap bisa menikmati musik atau hiburan, namun dengan cara yang aman, tertib, dan tidak merugikan orang lain,” tegasnya.
Ia juga mengapresiasi langkah kepolisian yang sudah memberi contoh penerapan aturan di lapangan. “Tujuannya menjaga kemaslahatan bersama, supaya hiburan yang ada tetap menjadi pemersatu, bukan malah menimbulkan masalah,” pungkas Emil. (*)