KabarBaik.co – Nama Pangeran Jenu mungkin terdengar asing di telinga masyarakat luas. Namun di Desa Banyuarang, Kecamatan Ngoro, Jombang, tokoh ini begitu dihormati.
Ia dikenal sebagai penyebar awal ajaran Islam di wilayah selatan Jombang dan disebut-sebut masih memiliki garis keturunan dari Jaka Tingkir atau Sultan Hadiwijaya, pendiri Kerajaan Pajang.
Pangeran Jenu atau yang juga dikenal dengan nama Syaikh Ali Mukhtar, memilih menetap di Banyuarang usai berselisih paham dengan Jaka Tingkir.
Di sana, ia membangun pesantren bersama gurunya, Mbah Adipuro, di tengah masyarakat yang saat itu mayoritas masih memeluk agama Hindu-Buddha.
“Beliau sempat berselisih dengan Jaka Tingkir, lalu memilih menetap di sini dan berdakwah,” ujar Sukirno (70), juru kunci makam Pangeran Jenu, saat ditemui di kompleks pemakaman, Minggu (16/11).
Namun dakwah sang pangeran tak berjalan mulus. Ia sempat berseteru dengan tokoh sakti lokal yang dikenal dengan nama Kebokicak. Perseteruan keduanya bahkan sempat berujung pada peperangan besar.
“Pasukan Pangeran Jenu akhirnya menang. Tapi kemudian terjadi perdamaian lewat pernikahan. Putra Pangeran Jenu, Nur Khotib, dinikahkan dengan putri Kebokicak, Wandan Wanuh,” jelas Sukirno.
Dari titik itulah, Islam mulai diterima luas di kalangan masyarakat setempat. Hubungan keluarga menjadi jalan masuk dakwah yang lebih damai dan berkelanjutan.
Nama Pangeran Jenu kemudian dikenal sebagai ulama dan tokoh spiritual yang menyebarkan nilai-nilai Islam di Jawa Timur, meski tak setenar para Wali Songo.
Kini, makam Pangeran Jenu di Banyuarang menjadi salah satu pusat ziarah spiritual. Setiap malam Jumat, puluhan peziarah datang untuk berdoa dan bertawasul.
“Dulu memang ada yang datang buat cari nomor togel. Tapi sekarang kebanyakan sudah berubah, lebih banyak yang datang untuk ibadah,” kata Muhammad Isya, pengurus makam sekaligus warga Banyuarang.
Puncak ziarah terjadi saat haul Pangeran Jenu dan Mbah Adipuro yang digelar tiap 15 Syaban. Ribuan jamaah berkumpul membaca Yasin, tahlil, khatmil Quran, hingga bersholawat bersama.
Bagi warga Banyuarang, haul bukan sekadar ritual tahunan. Ini adalah bentuk penghormatan dan rasa terima kasih atas perjuangan para ulama yang membuka jalan bagi Islam di daerah mereka.
“Banyak yang belum tahu siapa Pangeran Jenu. Tapi di sini, beliau adalah pahlawan dakwah,” tutup Isya. (*)






