KabarBaik.co – Kabupaten Jombang dianggap belum ramah terhadap penyandang disabilitas. Isu-isu penting seperti kekerasan, kurangnya lapangan kerja, tidak adanya data disabilitas yang terpadu, serta akses publik yang minim menjadi perhatian utama.
Keluhan ini disampaikan oleh Aliansi Disabilitas Jombang dalam konferensi pers di Kantor Women Crisis Center (WCC) Jombang pada Selasa (18/2) sore.
Aliansi Disabilitas Jombang menyatakan bahwa program layanan disabilitas yang ada saat ini belum sejalan dengan komitmen Pemerintah Daerah untuk menciptakan kebijakan disabilitas yang efektif.
Mereka menyoroti kurangnya perubahan nyata dalam peningkatan aksesibilitas di berbagai layanan publik. Pada tanggal 11 Februari 2025, 10 organisasi disabilitas yang tergabung dalam aliansi ini menyampaikan tuntutan kepada Bupati Jombang.
Koordinator Aliansi Disabilitas Jombang Adib Sumarsono, menyoroti beberapa masalah mendasar yang dihadapi penyandang disabilitas di Jombang. Perempuan Disabilitas Korban Kekerasan Seksual Sulit Mendapatkan Pemulihan.
Adib mengungkapkan bahwa perempuan disabilitas yang menjadi korban kekerasan seksual mengalami kesulitan dalam mengakses hak pemulihan mereka.
“Ruang aman dan inklusif yang bebas dari kekerasan, bahkan di tingkat pendidikan, juga belum terjamin,”ungkapnya.
Ia mencontohkan kasus remaja disabilitas perempuan berinisial ACS (17) yang menjadi korban pelecehan seksual oleh seorang guru di Jombang pada tahun 2024.
“Meskipun pelaku telah divonis hukuman penjara dan harus membayar restitusi kepada korban, namun upaya eksekusi restitusi untuk mendukung pemulihan dan pemberdayaan korban belum terealisasi,” ujarnya.
Upaya untuk membangun kemandirian disabilitas di Jombang terkendala oleh kondisi lapangan kerja yang diskriminatif. Adib menyoroti belum adanya akomodasi yang layak bagi disabilitas di tempat kerja, yang menunjukkan adanya hambatan sistematis dalam mewujudkan tujuan pendidikan di Kabupaten Jombang.
Ia menjelaskan bahwa di Jombang terdapat 17 Sekolah Luar Biasa dengan total sekitar 1.000 peserta didik, belum termasuk siswa Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) di sekolah inklusi.
Menurutnya, kemandirian disabilitas tidak hanya tentang memberikan pelatihan keterampilan atau pendidikan, tetapi juga tentang menciptakan peluang yang setara dan inklusif di dunia kerja.
Aliansi Disabilitas Jombang juga menyoroti tidak adanya data disabilitas yang terpadu dan terintegrasi. Hal ini menjadi hambatan dalam penyaluran Bantuan Sosial (Bansos), terutama pada masa pandemi Covid-19.
Adib mencontohkan, saat itu berbagai program Bansos yang diinisiasi pemerintah tidak dapat menjangkau kelompok disabilitas secara optimal karena tidak adanya data yang akurat.
“Akibatnya, penyandang disabilitas semakin terpinggirkan dalam distribusi bantuan yang tidak sesuai dengan kebutuhan mereka,” katanya.
Selain itu, aksesibilitas layanan publik di Jombang juga dinilai belum ramah disabilitas. Meskipun ada regulasi yang mengatur hak-hak penyandang disabilitas, seperti Undang-Undang No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, namun kenyataannya masih banyak layanan publik yang belum sepenuhnya inklusif.
Adib mencontohkan Gedung Pemerintah Kabupaten yang memiliki lift, namun akses menuju ruang pertemuan rapat masih sulit bagi penyandang disabilitas.
“Hal serupa juga terjadi di Gedung Pendopo Kabupaten Jombang, Masjid Jami Alun-Alun, dan masjid lainnya yang belum memiliki fasilitas yang mendukung kebutuhan disabilitas,” bebernya.
Oleh karena itu, Aliansi Disabilitas Jombang mendesak Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jombang dan DPRD untuk segera menyusun kebijakan tentang disabilitas, baik melalui Peraturan Bupati maupun Peraturan Daerah, serta memiliki data disabilitas yang terpadu.
“Kami juga mendorong pemenuhan hak disabilitas melalui akses layanan kesehatan, pendidikan, dan hukum yang inklusif, serta penyediaan infrastruktur ramah disabilitas di seluruh pusat pelayanan publik, tandasnya.
Selain itu, mereka juga meminta Pemkab untuk mensosialisasikan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang disabilitas secara integratif untuk meningkatkan pemahaman tentang hak-hak penyandang disabilitas bagi seluruh lapisan masyarakat. (*)