Kabupaten Bantaeng: Antre 49 Tahun, Daerah dengan Masa Tunggu Haji Terlama Se-Dunia

oleh -348 Dilihat
IMG 20250617 154119
Salah satu di wilayah Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan. (Foto IST)

KabarBaik.co- Kabupaten/kota manakah di Indonesia, bahkan dunia, dengan masa tunggu haji paling lama? Jawabnya adalah Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan (Sulsel). Kini, masa tunggunya sudah mencapai 49 tahun. Hampir setengah abad. Jadi, jika mendaftar sekarang di usia 17 tahun, maka saat berangkat sudah masuk kategori jemaah lansia karena sudah berumur lebih 64 tahun.

‘’Jadi memang Kabupaten Bantaeng ini dalam daftar daerah dengan daftar tunggu terlama se-Indonesia, bahkan se-dunia,” ujar Bupati Bantaeng M. Fathul Fauzy Nurdin kepada awak media saat menjemput langsung kepulangan jemaah haji Kloter 8 Debarkasi Makassar di Apron Bandara Internasional Sultan Hasanuddin, Senin (16/6) malam.

Meski jumlah penduduk Kabupaten Bantaeng tergolong kecil, lanjut dia, minat masyarakat untuk menunaikan ibadah haji sangat tinggi. Fauzy mengatakan, pihaknya sedang berkomunikasi dengan Kementerian Agama RI untuk meminta tambahan kuota haji guna memangkas panjangnya daftar tunggu. ’’Menunggu 49 tahun itu cukup lama, sedangkan calon jemaah haji pesertanya cukup banyak,’’ katanya.

Diketahui, pada musim haji 2025/1446 H, dari total 393 jemaah haji Kloter 8 yang diberangkatkan dari Bantaeng, tercatat 390 orang telah tiba di Asrama Haji Sudiang Makassar. Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Debarkasi Makassar menyebut, dua jemaah asal Kabupaten Bulukumba terpaksa turun di Bandara Internasional Kualanamu, Medan, karena alasan kesehatan.

Fauzy menambahkan, pihaknya sempat khawatir karena banyaknya jemaah lansia dari daerahnya yang berangkat haji. Namun, dia bersyukur 180 jemaah haji asal Kabupaten Bantaeng tiba dengan selamat di Asrama Haji Sudiang, Makassar.

‘’Alhamdulillah saat tiba tadi kami sudah mendapatkan info bahwa 100 persen jemaah dalam kondisi sehat. Memang ada sedikit yang mengalami sakit, tapi itu biasa. Alhamdulillah, sampai semua pulang dalam kondisi sehat walafiat kembali ke tanah air,” imbuh Fauzy.

Bantaeng adalah daerah di selatan jazirah Sulawesi. Ia adalah sebuah miniatur keindahan, terbingkai oleh Laut Flores di selatan dan dihiasi gugusan pegunungan Lompobattang di utara, membentang dari barat ke timur dengan luas sekitar 395,83 kilometer persegi. Jaraknya yang hanya sekitar 125 km dari Makassar, Ibu Kota Provinsi Sulawesi Selatan, menjadikannya mudah dijangkau. Seolah memanggil siapa saja untuk mau singgah menikmati pesonanya.

Populasi Bantaeng yang per 30 Juni 2024 sekitar 214.098 jiwa, sebagian besar merupakan penganut Islam, dengan persentase menakjubkan mencapai 99,47%. Kerukunan antarumat beragama tetap terjalin harmonis, walaupun minoritas keyakinan lain juga hadir. Kepadatan penduduknya yang sekitar 550 jiwa per kilometer persegi menciptakan suasana yang tidak terlalu padat, memungkinkan ruang bagi alam dan kehidupan berjalan seimbang.

Secara geografis, Bantaeng adalah anugerah tiga dimensi: bukit pegunungan yang menjulang, lembah dataran yang subur, dan pesisir pantai yang memanjang. Wilayah utara yang didominasi dataran tinggi pegunungan Lompobattang menjadi sumber kehidupan, mengalirkan air dari sungai-sungai yang jernih. Sementara itu, dataran rendah di selatan, memanjang dari barat ke timur, menghadirkan hamparan pesisir pantai yang menawan dan persawahan yang menghijau, mengisyaratkan kekayaan pertanian dan perikanan.

Ekonomi Bantaeng menunjukkan geliat yang l positif. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku di triwulan IV-2024 mencapai Rp 3.640,64 miliar, dengan pertumbuhan 2,60 persen (y-on-y). Sektor Industri Pengolahan menjadi lokomotif pertumbuhan tertinggi, sementara Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan tetap menjadi sektor basis yang krusial, menyumbang kontribusi besar bagi perekonomian lokal.

Komoditas unggulan seperti padi, jagung, ubi kayu, kakao, hingga kopi arabika menjadi denyut nadi kehidupan masyarakat. Tak ketinggalan potensi perikanan dan budidaya rumput laut di pesisir.

Budaya di Bantaeng adalah tapestry kaya yang dijalin dari nilai-nilai luhur dan tradisi yang diwariskan turun-temurun. Meskipun Islam telah mengakar kuat sejak abad ke-17, jejak kepercayaan leluhur masih tercermin dalam beberapa tradisi adat yang terus lestari. Salah satunya adalah Tradisi Pa’jukukang, sebuah pesta adat tahunan yang dilaksanakan menjelang Ramadan sebagai bentuk rasa syukur kepada leluhur dan Allah SWT.

Begitu pula Adat Sampuloanrua, lembaga adat yang masih sangat dihormati dan terlibat dalam berbagai kegiatan masyarakat hingga pemerintahan, menunjukkan betapa kuatnya ikatan terhadap akar budaya. Tarian-tarian tradisional, tabuhan gendang, dan alunan kecapi seringkali mengiringi perayaan adat, tak jarang dihiasi dengan pertunjukan seni bela diri khas Makassar dan permainan “akraga” (sepak takraw tradisional), memancarkan semangat kebersamaan dan kegembiraan yang tulus.

Bantaeng bukan sekadar sebuah kabupaten di peta. Ia adalah narasi tentang harmoni alam dan manusia, tempat pegunungan bertemu lautan, di mana tradisi berpadu dengan kemajuan, dan di mana setiap jengkal tanah menyimpan cerita tentang kehidupan yang kaya dan penuh makna. (*)

Cek Berita dan Artikel kabarbaik.co yang lain di Google News

Kami mengajak Anda untuk bergabung dalam WhatsApp Channel KabarBaik.co. Melalui Channel Whatsapp ini, kami akan terus mengirimkan pesan rekomendasi berita-berita penting dan menarik. Mulai kriminalitas, politik, pemerintahan hingga update kabar seputar pertanian dan ketahanan pangan. Untuk dapat bergabung silakan klik di sini

Editor: Supardi


No More Posts Available.

No more pages to load.