KabarBaik.co – Pelaksanaan karnaval budaya di Desa Giripurno, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu, Rabu (23/7) dinilai melanggar kesepakatan yang telah dibuat bersama Polres Batu. Salah satu pelanggaran paling mencolok adalah molornya acara hingga melewati batas waktu maksimal pukul 23.00 WIB.
Kabag Ops Polres Batu, Kompol Anton Widodo, menegaskan bahwa keterlambatan tersebut akan menjadi bahan evaluasi serius. “Kami akan melakukan kaji ulang terhadap pelaksanaan karnaval di Giripurno, khususnya terkait pelanggaran waktu yang melebihi kesepakatan,” ujarnya, Kamis (24/7).
Menurut Anton, keterlambatan terjadi karena beberapa faktor. Mulai dari mundurnya jadwal pawai pagi hari, kondisi medan jalan yang naik turun, hingga tingginya jumlah peserta yang memperlambat alur karnaval di panggung kehormatan.
Polres Batu menyayangkan ketidakpatuhan panitia Giripurno terhadap batas waktu yang sudah disepakati sebelumnya. Bahkan, enam kendaraan peserta yang berjalan terlalu lambat langsung mendapat teguran dari petugas, serta dikenakan sanksi tidak diperbolehkan membunyikan sound system menjelang garis akhir.
“Langkah ini kami ambil demi menjaga ketertiban dan keselamatan seluruh pihak yang terlibat,” tegas Anton.
Meski demikian, Polres Batu juga mengapresiasi beberapa kesepakatan teknis yang telah dijalankan panitia. Seperti pembatasan jumlah subwoofer maksimal lima unit per kendaraan, penggunaan truk Colt Diesel, serta partisipasi aktif menjaga arus lalu lintas.
Meski demikian, Anton menegaskan bahwa pelanggaran waktu tetap menjadi perhatian utama. Dia menyebut hal itu tidak bisa dianggap sepele. “Pelanggaran tetap akan kami proses sesuai ketentuan yang berlaku. Ini bagian dari komitmen Polres Batu untuk mengedepankan kepentingan masyarakat luas di atas kepentingan kelompok tertentu,” tegasnya.
Ke depan, Polres Batu berencana melakukan peninjauan lebih ketat terhadap rute dan kesiapan desa-desa lain yang akan menggelar karnaval atau pawai budaya serupa. Diharapkan kejadian di Giripurno tidak terulang dan karnaval bisa menjadi atraksi wisata yang tertib, bukan sumber keresahan warga. (*)