KabarBaik.co – Ramai di media sosial data yang menempatkan Sidoarjo sebagai daerah dengan kasus HIV tertinggi di Jawa Timur. Berdasarkan unggahan akun @data.kita, Sidoarjo disebut mencatat 270 kasus HIV, tertinggi di antara kabupaten lain di provinsi ini.
Menanggapi hal tersebut, Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Sidoarjo menegaskan bahwa data tersebut perlu dipahami secara proporsional. Angka yang tinggi bukan berarti kasus HIV di Sidoarjo meningkat tajam, melainkan mencerminkan keaktifan pemerintah daerah dalam melakukan skrining dan deteksi dini di berbagai lapisan masyarakat.
Plt. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sidoarjo dr. Lakshmi Herawati Yuantina menjelaskan bahwa banyaknya kasus yang ditemukan adalah buah dari kerja keras petugas kesehatan dalam melacak dan mendeteksi dini kelompok masyarakat berisiko tinggi.
“Kami perlu meluruskan persepsi. Angka temuan yang tinggi bukan berarti kasus HIV di Sidoarjo paling banyak, tapi karena Dinkes Sidoarjo sangat aktif melakukan skrining dan ekspansi layanan. Ini hasil kerja lapangan, bukan ledakan kasus,” jelas dr. Lakshmi saat di konfirmasi Sabtu (11/10).
Menurut dr. Lakshmi, Dinkes Sidoarjo secara rutin melakukan skrining terhadap populasi berisiko melalui program Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P). Sidoarjo juga menjadi salah satu daerah dengan fasilitas layanan HIV yang lengkap, mencakup edukasi, tes HIV, terapi ARV, hingga program treatment as prevention.
“Kami sudah menyediakan berbagai layanan, mulai dari PrEP (Pre-Exposure Prophylaxis), kondom, pelicin, hingga terapi rutin bagi ODHA. Semua fasilitas ini kami sediakan agar penularan bisa ditekan semaksimal mungkin,” tambahnya.
Tak hanya fokus pada aspek medis, Dinkes Sidoarjo juga memperluas kemitraan dengan berbagai pihak seperti PKBI Jatim, Yayasan Orbit, dan Delta Crisis Center untuk memperluas jangkauan layanan serta meningkatkan kesadaran publik terhadap HIV.
“Kami melibatkan banyak pihak supaya layanan bisa lebih dekat dengan komunitas berisiko. Kalau makin banyak yang mau dites, itu justru kabar baik karena artinya mereka bisa langsung mendapatkan penanganan,” ujarnya.
Selain menyasar komunitas tertentu, edukasi tentang HIV juga digencarkan ke kalangan pelajar SMP dan SMA. Dinkes menilai edukasi dini penting agar generasi muda memiliki pemahaman yang benar tentang cara pencegahan dan tidak terjebak stigma terhadap ODHA (Orang dengan HIV/AIDS).
“Kita ingin anak-anak muda paham bahwa HIV bukan aib, tapi penyakit yang bisa dikendalikan dengan pengobatan teratur. Semakin cepat ditemukan, semakin besar peluang hidup sehat,” tutur dr. Lakshmi.
Dinkes Sidoarjo berharap masyarakat tidak salah menafsirkan data yang beredar. Angka yang tinggi, kata dr. Lakshmi, adalah bukti keterbukaan dan keseriusan Sidoarjo dalam menghadapi HIV secara ilmiah dan transparan, bukan tanda meledaknya jumlah penderita baru.
“Justru ini menunjukkan komitmen kami. Sidoarjo tidak menutup mata terhadap isu HIV, tapi memilih aktif mencari dan menangani setiap kasus agar tidak berkembang lebih parah,” tegasnya.
Dengan strategi “test and treat”, edukasi lintas sektor, dan kemitraan yang kuat, Sidoarjo kini dipandang sebagai kabupaten dengan sistem layanan HIV yang progresif dan responsif di Jawa Timur. (*)