KabarBaik.co – Sejak 2008, pasangan suami istri (pasutri) Joko Prasetyo, dosen Bahasa Jepang di Universitas Negeri Surabaya (UNESA), dan Endah Riwayati mengabdikan diri bagi anak-anak tunarungu.
Mereka memulai dengan mengajarkan Alquran melalui metode ngaji isyarat. Sebuah cara belajar yang memungkinkan anak-anak dengan keterbatasan pendengaran tetap bisa mengaji.
Awalnya, kegiatan ini dilakukan di rumah pribadi mereka di Desa Krembangan, Kecamatan Taman, Sidoarjo. Namun, semakin lama jumlah anak yang bergabung kian banyak hingga rumah kecil itu terasa sesak.
“Saat itu sekitar 30 anak sudah memenuhi ruang belajar kami,” kenang Joko. Akhirnya kegiatan dipindahkan ke rumah Endah, yang lebih luas dan membuat suasana belajar lebih nyaman.
Meski kini Endah tidak lagi menjadi guru SLB, semangatnya tidak pernah padam. Bersama sang suami, ia tetap mendampingi anak-anak spesial ini dengan penuh kesabaran. Dari perjuangan panjang itu, lahirlah Baitul Ashom pada 2023, rumah belajar yang menjadi tempat pulang bagi anak-anak tuli.
Yang menarik, Joko dan Endah menegaskan bahwa di Baitul Ashom, mereka tidak pernah menarik biaya untuk kegiatan mengaji. Semua program Alquran berlangsung gratis.
“Kami tidak pernah menarif. Kalau ada orang tua yang memberi dana, itu sifatnya seikhlasnya,” jelas Joko pada kabarBaik.co Senin (29/9).
Selain fokus pada pendidikan Alquran, Baitul Ashom juga menyediakan penguatan akademik. Anak-anak belajar membaca, menulis, dan berbicara dengan metode yang sesuai kebutuhan mereka.
Dari sinilah, beberapa orang tua yang berharap anaknya semakin berkembang biasanya memberi dukungan dana secara sukarela.
Pada Juli 2025, perjuangan pasangan ini mendapat titik terang. Seorang donatur, yang juga wali murid, memberikan bantuan untuk membangun pendopo sederhana. Tempat itu kini menjadi pusat kegiatan belajar, tempat anak-anak belajar lebih leluasa.
Kini, murid Baitul Ashom tidak hanya berasal dari Sidoarjo. Ada yang datang dari Surabaya, bahkan Gresik, meski harus pulang-pergi naik kereta. Semangat belajar mereka menjadi bukti bahwa pendidikan inklusif sangat dibutuhkan.
Tidak hanya mengaji dan belajar akademik, setiap Jumat Baitul Ashom juga menggelar program minuman gratis. Siapa saja boleh datang, asal mau berinteraksi dengan anak-anak tuli. Program ini bertujuan melatih mereka agar lebih terbuka dengan lingkungan luar.
Ke depan, Joko dan Endah berencana mengembangkan peternakan kecil-kecilan. Harapannya, anak-anak tidak hanya mendapat ilmu agama dan akademik, tetapi juga keterampilan hidup yang bermanfaat.
“Bagi kami, anak-anak tuli ini bukan sekadar murid, tetapi bagian dari keluarga. Mereka harus tahu ada rumah yang selalu terbuka untuk mereka,” pungkas Endah penuh haru.(*)