KabarBaik.co- KH Yahya Cholil Staquf, yang akrab disapa Gus Yahya, sejatinya akan mengakhiri jabatannya sebagai ketua umum PBNU pada 2027. Namun, ternyata ia telah diminta mundur. Keputusan mengejutkan itu tertuang dalam risalah rapat Pengurus Harian Syuriah PBNU yang dipimpin Rais Aam PBNU KH Miftachul Akhyar, di Jakarta, pada 20 November 2025.
Gus Yahya diberikan waktu hanya tiga hari untuk mengundurkan diri, sejak putusan tersebut diterima. Jika tidak, dia akan diberhentikan.
Diketahui, Gus Yahya terpilih sebagai Ketua Umum PBNU masa Khidmah 2022–2027. Pemilihan berlangsung pada Muktamar ke-34 NU, yang digelar di Gedung Serbaguna Universitas Lampung, pada 24 Desember 2021. Kemudian, pelantikan pengurus digelar pada 31 Januari 2022.
Dalam pemungutan suara di Muktamar ke-34 di Lampung itu, Gus Yahya meraih 337 suara dari total 548 suara yang sah. Adapun kandidat petahana, Prof KH Said Aqil Siradj memperoleh 210 suara. Dari semua suara, satu suara dinyatakan tidak sah.
Gus Yahya lahir di Rembang, Jawa Tengah, pada 16 Februari 1966. Ia berasal dari keluarga pesantren. Ayahnya ialah KH Cholil Bisri, dan kakeknya, KH Bisri Mustofa, adalah pendiri Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin di Leteh, Rembang.
Pendidikan formal Gus Yahya juga menunjukkan perpaduan antara pesantren dan perguruan tinggi. Setelah mondok di pesantren, ia melanjutkan studi ke Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada (UGM). Sebelum menjadi Ketua Umum PBNU, Gus Yahya pernah menjabat sebagai Katib Aam PBNU untuk periode 2015–2021.
Selain itu, Gus Yahya pernah menjadi juru bicara Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan diangkat sebagai anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) oleh Presiden Joko Widodo pada 31 Mei 2018.
Sebelum pemungutan suara final, proses penjaringan calon ketua umum PBNU di Muktamar ke-34 Lampung itu mengemuka beberapa nama selain Gus Yahya dan Prof Said Aqil. Di antaranya, KH As’ad Said Ali, KH Marzuqi Mustamar, dan KH Ramadhan Buayo. Namun, ketiganya gagal memenuhi ambang batas persyaratan minimal dukungan (minimal 99 suara), sehingga tidak melaju ke putaran pemilihan utama.
Sidang Pleno kemudian dipimpin oleh Prof Muhammad Nuh dan Asrorun Niam Sholeh sebagai bagian dari panitia Muktamar. Karena musyawarah mufakat tidak tercapai, maka dilakukan pemungutan suara untuk menentukan Ketua Umum.
Beberapa setelah Muktamar Lampung, ada pengakuan mengejutkan dari Prof Said Aqil. Dia menyatakan bahwa kekalahannya dalam pemilihan Ketua Umum PBNU itu bukan semata karena dukungan muktamirin, melainkan disebabkan intervensi kekuatan eksternal.
Dalam wawancara dengan kanal YouTube “Akbar Faisal Uncensored” (AFU) yang dipublikasikan pada Maret 2025, Prof Said Aqil menduga bahwa Jokowi, Presiden waktu itu, “tidak menginginkan” dirinya terpilih kembali sebagai Ketua Umum PBNU. Dia menyebut bahwa pada Muktamar NU 2021 di Lampung, “semua diatur” agar dirinya kalah.
Lebih lanjut, Prof Said Aqil juga membandingkan pengalamannya dengan masa kepemimpinan Gus Dur. Dia menyatakan bahwa Gus Dur juga pernah menghadapi tekanan besar saat muktamar di era Orde Baru. Namun, Gus Dur tetap bisa menang. ‘’Saya tidak sekuat Gus Dur,’’ ujarnya.
Dalam wawancara tersebut, Prof Said Aqil sempat menyatakan bahwa siapa pun yang “mempermainkan Nahdlatul Ulama” biasanya akan ada ”konsekuensinya’.” (*)






