Menanti Smelter PTFI Gresik Beroperasi, Pelajaran Berharga dari Papua

Editor: Hardy
oleh -353 Dilihat
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif didampingi oleh Dirjen Minerba, Bambang Suwantono, dan Wakil Presiden Direktur PT Freeport Indonesia, Jenpino Ngabdi saat melakukan kunjungan ke proyek Smelter PTFI.

BULAN sudah masuk Juni 2024. Ini artinya megaproyek smelter PT Freeport Indonesia (PTFI) di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) JIIPE, Manyar, Kabupaten Gresik, akan beroperasi. Namun, sejauh ini belum ada informasi seperti apa penanda operasional sejarah baru tersebut. Apakah dihadiri Presiden, Wapres atau menteri.

Yang jelas, rencana operasional smelter PTFI Gresik itu telah disampaikan oleh Presiden Direktur PTFI Tony Wenas dalam website resmi pada akhir Mei. Sebelumnya, rencana operasional pengolahan tambang yang dibangun sejak Oktober 2021 itu maju-mundur. Awalnya, diharapkan bisa beroperasi akhir 2023. Lalu, mundur selepas Lebaran. Kini, mundur lagi Juni.

Operasional smelter PTFI itu menjadi kabar baik. Mesti mendapat apresiasi. Bagian dari program hilirasasi yang dicanangkan pemerintah. Salah satu misinya, meningkatkan nilai tambah. Dapat menaikkan potensi pendapatan menjadi berlipat. Selain itu, tentu memiliki multiplier effect seperti serapan ribuan tenaga kerja dan lainnya.

Smelter di Gresik itu merupakan kedua milik PTFI. Satunya yang sudah lama beroperasi berada di Papua. Smelter baru itu ditargetkan mampu mengolah konsentrat tembaga dengan kapasitas sebesar 1,7 juta ton per tahun. Disebut-sebut sebagai tempat pemurnian tembaga single line terbesar di dunia.

Namun, rencana operasi smelter PTFI di Gresik pada Juni ini dikabarkan sebatas commissioning test. Hanya ujicoba sistemisasi peralatan. Berjalan baik atau tidak. Operasional penuh baru dijadwalkan Desember mendatang.

Baca juga:  Terbesar Sedunia, Smelter Freeport di Gresik Resmi Beroperasi

Saat ini, sebanyak 60 persen konsentrat hasil produksi PTFI masih diekspor. Sisanya atau yang 40 persen, telah dimurnikan di dalam negeri. Yakni, melalui PT Smelting yang juga berlokasi di Gresik. Konsentrat itu diolah menjadi katoda tembaga. Lumpur anoda yang mengandung emas dan perak, masih diekspor.

Nah, setelah smelter PTFI Gresik beroperasi penuh itulah pemurnian lumpur anoda 100 persen nanti dilakukan.

Operasional smelter PTFI di Gresik memang bakal menjadi berkah. Namun, bukan tidak mungkin terjadi celah petaka. Paling tidak belajar dari peristiwa-peristiwa operasional PTFI di Papua. Kasus kecelakaan kerja, misalnya. Selama operasional PTFI di pulau ujung timur itu kerap tersiar peristiwa yang merenggut nyawa.

Dari catatan yang dihimpun, beberapa kejadian memilukan itu antara lain pada Mei 2013. Saat itu, terjadi kecelakaan kerja akibat runtuhnya tambang bawah tanah Big Gossan. Tragedi itu merenggut nyawa hingga 28 orang. Pada bulan yang sama, terjadi lagi kecelakaan kerja tambang bawah tanah Deep Ore Zone (DOZ) di Tembagapura dengan satu orang pekerja meninggal dunia.

Baca juga:  Gelar Turnamen Usia Muda, Bentuk Komitmen PT Freeport

Kemudian, 12 September 2014, tambang bawah tanah PT Freeport Indonesia di area West Muck Bay, Tembagapura, mengalami longsor. Satu nyawa terenggut. Tak cukup sampai di situ saja. Kecelakaan kerja yang merenggut korban jiwa kembali terulang di kawasan tambang Freeport 27 Juni 2014 menelan 4 korban jiwa.

Data-data korban tersebut hanya sebagian saja. Tentu, masih ada kejadian serupa lainnya. Memang, antara Timika, Papua, dan Gresik berbeda. Di Timika aktivitas penambangan, sementara di Gresik pengolahannya. Meski begitu, lantaran melibatkan begitu banyak pekerja di sebuah industri raksasa, maka risikonya sama-sama tinggi. Sebelumnya, Menteri Tenaga Kerja pun telah memberikan alarm soal kecelakaan kerja tersebut.

Selain itu, dengan beroperasinya smelter PTFI Gresik juga membawa dampak kepadatan lalu-lintas. Terutama di jalur pantura atau Jalan Daendels, Manyar dan sekitarnya. Lihat saja, dalam beberapa waktu terakhir, kawasan itu selalu padat. Terutama pada jam-jam sibuk. Terlebih, di sepanjang jalan nasional juga terdapat industri besar. Kepadatan itu berseiring dengan potensi terjadinya kecelakaan lalu-lintas. Truk-truk jumbo berlalu-lalang beraduk dengan sepeda motor. Jalan Daendels telah menjadi jalur tengkorak.

Potensi terjadinya pencemaran lingkungan juga mesti mendapat atensi. Karena aktivitas pengolahan tambang, tentu ada limbah. Salah satu di antaranya tailing. Dari beberapa hasil penelitian, tailing menjadi salah satu bahaya pencemar yang dapat memicu terjadinya kerusakan lingkungan apabila tidak dikelola dengan baik. Potensi dampak kesehatan timbul jika kontaminan memiliki kontak secara langsung ataupun tidak langsung dengan populasi di sekitar lokasi.

Baca juga:  Kunjungi Smelter PTFI di Gresik, Pj Gubernur Papua Tengah Bawa Pesan Kolaborasi Sukseskan Hilirisasi

Masalah pencemaran limbah tailing dampak aktivitas PTFI di Papua, beberapa kali telah mengemuka. Pada awal Februari 2023, misalnya. Perwakilan masyarakat melaporkan limbah tailing itu ke DPR RI. Limbah tailing dinilai merusak sungai-sungai di kawasan Mimika. Limbah tailing menyebar luas dan juga menimbulkan pengendapan hingga ke Mimika Barat.

Nah, lokasi Smelter PTFI Gresik berada di wilayah pesisir utara. Jamak diketahui, di kawasan itu ribuan petambak dan nelayan sangat menggantungkan hidup. Sebut saja wilayah Mengare, Manyar, Lumpur, dan sekitarnya. Karena itu, kalau sampai persoalan limbah tailing tidak diantisipasi, maka tentu mengancam nasib mereka.

Mengambil kemanfaatan memang penting. Tapi, mencegah kemudaratan jauh lebih diutamakan. Terlebih menyangkut urusan keselamatan dan kemanusiaan.  Seperti kaidah fikih Dar’ul Mafasid Muqaddamun ‘ala Jalbil Mashalih. (*)

Cek Berita dan Artikel kabarbaik.co yang lain di Google News


No More Posts Available.

No more pages to load.