Mind Over Body, Jurus Dwi Soetjipto Taklukan Seluruh Seri Mainsepeda Thrilogy 2025

oleh -121 Dilihat
9a9f790e d871 4467 89d6 af003a83de72
Dwi Soetjipto usai menuntaskan seri 3 Mainsepeda Thrilogi 2025 di Banyuwangi. (Foto: Ikhwan)

KabarBaik.co – Mainsepeda Thrilogy merupakan sebuah event balap sepeda menanjak paling bergengsi di Indonesia. Menamatkan event ini bukanlah perkara mudah.

Cyclist biasanya hanya mengambil satu atau dua dari tiga seri yang dilombakan. Jarang sekali ada cyclist yang menamatkan seluruh seri dan berhasil menjadi finisher.

Bukan masalah biaya, bukan juga masalah unit sepeda, tapi masalah utamanya adalah mentality. Mainsepeda Thrilogy melombakan tiga seri balapan mulai dari Bromo KOM, Kediri Dholo KOM dan yang paling pamungkas adalah Banyuwangi Blue Fire Ijen KOM.

Sesuai namanya KOM atau King of Mountain, tiga rute yang disajikan dalam event ini membawa cyclist ke ambang batas maksimal ketahanan fisik dan daya tahan tubuh dalam menyusuri jalan tanjakan. Makanya tidak semua cyclist berani menamatkan tiga seri yang dilombakan.

Namun siapa sangka pria yang usianya hampir tujuh dekade berhasil menamatkan Mainsepeda Thrilogy 2025 dan tuntas sebagai finisher. Dia adalah Dwi Soetjipto, mantan Direktur Pertamina dan Kepala SKK Migas.

Bagi dia menamatkan seri balapan tanjakan di usia yang tak lagi muda adalah sebuah pencapaian yang sungguh luar biasa.

“Menamatkan 3 seri ini adalah kegembiraan bagi saya. Makanya saya sangat bersyukur,” kata Dwi saat ditemui usai balapan di seri terakhir Banyuwangi Blue Fire Ijen 2025, Sabtu (27/9) kemarin.

Ia memiliki prinsip kuat yaitu Mind Over Body dengan keyakinan bahwa tubuh sesungguhnya digerakkan oleh kekuatan pikiran. Filosofi itu bahkan ia wujudkan dalam komunitas yang ia dirikan yakni MOBCC – Mind Over Body Cycling Club yang dibentuknya pada tahun 2023.

Prinsip itu yang juga ia pegang di usia tuanya dan menjadi memotivasi untuk terus mengayuh pedal di tiap kilometer jalan dilaluinya.

“Karena sesungguhnya badan kita digerakkan oleh pikiran. Saya yakin kalau kita punya keinginan, insyaallah akan tercapai. Itulah yang coba saya share kepada orang lain. Saya share manfaat dan apa yang saya alami dengan bersepeda,” ujar pria kelahiran 1956 tersebut.

Prinsip itu jugalah yang menjadi jimat untuk Mainsepeda Thrilogy 2025. Dwi bercerita menamatkan 3 seri event itu memang bukan perkara mudah. Apalagi ia main di kelas Man Age 60+.

Pada seri pertama Bromo KOM yang digelar pada 17 Mei 2025. Start dari Surabaya dan finish di puncak Wonokitri, total jarak yang ditempuh berkisar antara 95 hingga 100 km. Peserta akan menghadapi total tanjakan siginifikan dengan elevasi 2000 meter. Rute ini sering disebut sebagai naik hajinya pesepeda.

Pada seri ini, Dwi Soetjipto juga berhasil menjadi finisher dan meraih medali pertamanya di event Mainsepeda Thrilogy.

Kedua berlanjut di Kediri Dholo Kom 2025 yang digelar pada 20 Juli lalu. Padahal pada seri kedua ini rutenya juga terbilang sama ekstrimnya.

Rute Kediri Dholo KOM dimulai dari Simpang Lima Gumul menuju Air Terjun Dolo, dengan total jarak sekitar 82 kilometer dan tanjakan sekitar 1700 meter pada tahun 2025. Rute ini termasuk tanjakan ikonik sepanjang 17,5 kilometer dengan beberapa bagian sangat curam seperti Kelok 9 dan Gigi Satu. Tak sedikit menyebutnya sebagai ‘tanjakan tak punya akhlak’.

Pada seri kedua ini Dwi juga berhasil menjadi finisher dan berhak atas medali keduanya.

Dua seri dituntaskan. Tekad menamatkan seri terakhir muncul di dalam sanubarinya. Apalagi seri ketiga ini adalah penentu agar dia bisa meraih tiga medali sekaligus supaya dapat dirangkai menjadi piramida bukti keberhasikan melumat KOM Mainsepeda Thrilogy.

Masalahnya seri ketiga ini adalah Banyuwangi Blue Fire Ijen KOM dengan jalur pamungkas yang sering bikin pembalap internasional pikir-pikir untuk menaklukannya.

Betapa tidak, Banyuwangi Blue Fire Ijen KOM menyajikan tanjakan super ekstrim jalur Hors Categorie (HC) dengan gradiens rata-rata 20 persen dan puncaknya 34 persen, lalu total elevasi mencapai 1.708 meter.

“Ini lintasan terberat. Apalagi yang jalur Erek-erek jadi momok para pembalap. Saya sudah lihat beberapa video pembalap dari luar negeri susah payah menaklukkan tanjakan Erek-erek. Dari sisi gradien dan segala macam, ini yang paling berat. Di Dholo 24 persen, Ijen malah 34 persen,” terangnya menggambarkan betapa sulitnya jalur Ijen.

Ditambah seminggu sebelum balapan, dia sempat terserang diare. Kondisi itulah yang sempat membuatnya khawatir dan dilanda ragu.

Tapi semangatnya mengalahkan ragu. Ia memperbaiki kondisi kesehatannya dan berlatih. Sebulan sebelumnya bahkan ia berlatih di Bogor dengan rute menanjak seperti Kebo, Cipanas, hingga Puncak sebagai persiapan berangkat ke Banyuwangi.

Jerih payahnya berbuah manis. Meski cukup berat menaklukan Ijen, Dwi berhasil finish dengan catatan waktu 5 jam 40 menit, setengah jam sebelum cut of time (COT).

“Jalur Ijen ini memang paling berat sepengalaman saya bersepeda. Bersyukur sekali saya bisa finish. Dengan hasil ini dan tantangan sebelumnya saya puas bisa menamatkan seluruh seri Mainsepeda Thrilogy. Tiga medali berhasil saya kumpulkan. Bersyukur sekali rasanya,” ujar bangga pria yang pernah masuk jajaran 110 pesepeda tercepat dunia di event internasional Gran Fondo New York (GFNY) Bali.

Baginya, tantangan sesungguhnya bukan hanya di lintasan menanjak, melainkan di dalam diri sendiri. Bersepeda baginya bukan sekadar olahraga, tapi caranya menulis ulang hidup supaya semakin berwarna.

“Yang terberat itu bukan melawan usia. Ini bukan soal menang atau kalah. Ini soal mengalahkan diri sendiri,” tegasnya.(*)

Cek Berita dan Artikel kabarbaik.co yang lain di Google News

Kami mengajak Anda untuk bergabung dalam WhatsApp Channel KabarBaik.co. Melalui Channel Whatsapp ini, kami akan terus mengirimkan pesan rekomendasi berita-berita penting dan menarik. Mulai kriminalitas, politik, pemerintahan hingga update kabar seputar pertanian dan ketahanan pangan. Untuk dapat bergabung silakan klik di sini

Penulis: Ikhwan
Editor: Andika DP


No More Posts Available.

No more pages to load.