KabarBaik.co – Krisis pendidikan kembali mencuat di Kabupaten Sidoarjo. Sebanyak 7.695 anak usia 15 hingga 20 tahun tercatat tidak lagi bersekolah pada 2024. Fakta ini terungkap dari data resmi UPTD Pendidikan Provinsi Jawa Timur yang diunggah melalui laman opendata.sidoarjokab.go.id.
Dari angka tersebut, 4.480 anak laki-laki dan 3.215 perempuan teridentifikasi sebagai pelajar putus sekolah. Ironisnya, Kecamatan Taman menjadi penyumbang tertinggi dengan 527 kasus, disusul Waru, 488, dan Kecamatan Sidoarjo, 408.
Kondisi ini langsung menuai sorotan dari berbagai pihak. Aktivis pendidikan Rina Safitri dari LSM Sekolah Untuk Semua menyebut fenomena ini sebagai kegagalan nyata program wajib belajar yang selama ini dikampanyekan pemerintah.
“Ini bukan sekadar angka, tapi jeritan anak-anak yang kehilangan harapan. Kami minta Pemkab tidak tinggal diam,” tegasnya, Kamis (5/6).
Masalah pendidikan ini tak lepas dari faktor struktural. Dr. Budi Prasetyo, pakar sosiologi pendidikan dari Universitas Negeri Surabaya, menyebut tekanan ekonomi dan budaya sebagai akar persoalan.
“Masih banyak keluarga yang lebih memilih anaknya bekerja ketimbang sekolah, terutama anak laki-laki. Sementara anak perempuan kadang didorong menikah muda,” jelasnya.
Ia menilai Pemkab harus lebih serius menangani ini, mengingat alokasi dana pendidikan yang tidak sedikit.
“Anggaran pendidikan besar, tapi implementasinya lemah. Harus ada program nyata, seperti beasiswa afirmatif dan pemulihan sekolah putus,” tandasnya.
Tak hanya mengancam masa depan pendidikan, tingginya angka putus sekolah juga menjadi bom waktu bagi masalah sosial di Sidoarjo. Mulai dari pengangguran, kriminalitas, hingga pernikahan dini. Pemerintah daerah didesak segera mengambil langkah konkret sebelum angka tersebut kian membengkak. (*)