Misteri Bukit Sarang Macan: Benarkah Ada Harimau Jelmaan? Yuk Simak Berikut Ini

oleh -868 Dilihat
sarang macan
Foto Pinterest

KabarBaik.co- Keberadaan Harimau Sumatera yang diyakini sebagai makhluk jelmaan atau titisan leluhur telah menjadi bagian dari kepercayaan masyarakat di Bengkulu, khususnya di wilayah Desa Ladang Palembang, Kabupaten Lebong. Keyakinan ini turut menginspirasi berbagai kisah legenda lokal, termasuk cerita tujuh manusia harimau yang pernah diangkat oleh penulis Motinggo Busye. Salah satu tempat yang paling dikenal dalam cerita ini adalah Bukit Sarang Macan, yang oleh masyarakat Rejang disebut Tebo Sa’ang Imau, artinya tempat berkumpulnya harimau jelmaan.

Menurut Abdul Muris, seorang tetua adat di Lebong, harimau-harimau jelmaan ini kerap menampakkan diri pada saat kondisi masyarakat tidak harmonis atau saat terjadi pelanggaran terhadap norma adat. Kehadiran mereka dianggap sebagai bentuk peringatan. Meski begitu, masyarakat mempercayai bahwa harimau-harimau tersebut tidak akan melukai manusia secara langsung, selama tidak ada pelanggaran terhadap adat atau perusakan terhadap lingkungan.

Masyarakat juga percaya bahwa harimau akan muncul pada waktu-waktu tertentu, seperti bulan Mulud atau peringatan Maulid Nabi. Cerita tentang pertemuan dengan harimau pun dianggap hal yang biasa dan tidak menimbulkan ketakutan, sebab harimau diyakini sebagai pelindung, bukan ancaman.

Selain dianggap sebagai tempat berkumpulnya harimau leluhur, Bukit Sarang Macan juga dipercaya sebagai area jelajah Harimau Sumatera. Siapa pun yang merusak hutan ini dipercaya akan mendapat balasan. Bahkan, warga yang tidak terlibat pun bisa terkena imbas jika hutan dirusak. Oleh karena itu, hingga kini kawasan tersebut nyaris tidak pernah tersentuh oleh aktivitas perusakan.

Kepercayaan masyarakat Rejang tentang harimau leluhur ini juga pernah ditulis oleh William Marsden dalam buku The History of Sumatra yang pertama kali diterbitkan pada tahun 1784. Dalam bukunya, Marsden menyebut bahwa sebagian masyarakat percaya adanya manusia yang menjelma menjadi harimau dan bahwa harimau memiliki semacam pemerintahan mereka sendiri di hutan.

Keyakinan ini menyebabkan masyarakat enggan memburu atau menyakiti harimau. Membunuh harimau dianggap setara dengan membunuh leluhur sendiri dan diyakini akan berujung pada balasan yang lebih buruk. Satu ekor harimau yang terbunuh dipercaya akan dibalas dengan kematian beberapa manusia. Karena itu, hingga kini belum ada laporan warga yang dengan sengaja menjebak atau membunuh harimau di wilayah tersebut.

Hutan Lindung Berbasis Kearifan Lokal

Atas dasar kepercayaan ini, ditambah dengan kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga lingkungan, warga dan pemerintah Desa Ladang Palembang akhirnya menetapkan Bukit Sarang Macan sebagai hutan lindung desa sekitar tahun 2001. Proses penetapan ini melibatkan pemetaan wilayah, pemasangan patok batas, dan serangkaian musyawarah. Hasilnya ditetapkan melalui Peraturan Desa Nomor II tentang Hutan Lindung Desa dan Hutan Adat Desa yang ditandatangani pada 30 September 2003.

Kini, hutan seluas 20 hektar itu dijaga ketat oleh masyarakat. Warga hanya diperbolehkan memanfaatkan hasil hutan non-kayu, seperti buah, madu, atau tanaman obat, dan dilarang merusak pohon. Pelanggaran terhadap aturan ini akan dikenai sanksi adat, mulai dari denda uang hingga pemberian hewan ternak seperti kambing atau ayam, tergantung pada tingkat pelanggaran. Warga yang memiliki kebun di sekitar hutan juga diwajibkan menjaga batas kebunnya dan tidak boleh memperluas lahan ke dalam hutan. Mereka juga dianjurkan menanam tanaman keras demi menjaga kelestarian kawasan.

Kolaborasi Pelestarian dan Dukungan Eksternal

Bukit Sarang Macan berbatasan langsung dengan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) dan berfungsi sebagai zona penyangga yang penting. Hal ini menarik perhatian pihak pengelola TNKS. Mereka mengapresiasi inisiatif warga dan merencanakan kerja sama lebih lanjut, termasuk menjadikan Desa Ladang Palembang sebagai desa mitra dalam program pelestarian kawasan. Forum Harimau Kita juga memberikan dukungan terhadap inisiatif ini. Meskipun luas hutan tersebut tidak cukup besar untuk disebut sebagai habitat utama Harimau Sumatera, lokasinya yang berdampingan dengan TNKS menjadikannya bagian dari wilayah jelajah harimau.

Terkait kepercayaan masyarakat bahwa membunuh harimau akan mendapat balasan, sejumlah cerita yang berkembang menunjukkan bahwa kepercayaan ini tidak sepenuhnya tak berdasar. Ada beberapa kasus di daerah lain di Bengkulu, seperti di Seluma, Kepahiang, dan Bengkulu Tengah, di mana warga yang diduga membunuh harimau atau anak harimau mengalami serangan balasan dari harimau.

Salah satu cerita bahkan menyebutkan adanya sebuah desa yang diserang oleh sejumlah harimau setelah warga membunuh anak harimau dan menggunakan bagian tubuhnya untuk membuat alat musik keagamaan. Kejadian tersebut diyakini sebagai balasan atas tindakan tidak hormat terhadap makhluk yang dianggap sakral.

Cerita dan kepercayaan masyarakat Lebong tentang harimau jelmaan bukan sekadar mitos, melainkan menjadi bagian dari kearifan lokal yang berdampak besar pada pelestarian lingkungan. Melalui tradisi dan nilai adat, warga berhasil menjaga kawasan hutan Bukit Sarang Macan tetap lestari. Kepercayaan ini menjadi pengingat bahwa hubungan harmonis antara manusia dan alam bisa dijaga melalui penghormatan terhadap makhluk hidup dan warisan leluhur.

Cek Berita dan Artikel kabarbaik.co yang lain di Google News

Kami mengajak Anda untuk bergabung dalam WhatsApp Channel KabarBaik.co. Melalui Channel Whatsapp ini, kami akan terus mengirimkan pesan rekomendasi berita-berita penting dan menarik. Mulai kriminalitas, politik, pemerintahan hingga update kabar seputar pertanian dan ketahanan pangan. Untuk dapat bergabung silakan klik di sini

Penulis: Muhammad Ibrahim Al Fatich Purnomo
Editor: Lilis Dewi


No More Posts Available.

No more pages to load.