KabarBaik.co— Setiap 23 Juli, bangsa ini memperingati Hari Anak Nasional sebagai refleksi atas komitmen melindungi generasi masa depan. Di Jawa Timur, sejauh ini angka kekerasan terhadap anak dan perempuan masih menjadi luka yang belum sembuh. Di tengah era digital, medan kekerasan telah bergeser, dari rumah ke layar, dari jalanan ke media sosial.
Menyikapi kondisi ini, DPRD Jawa Timur melalui Komisi E tengah menggagas Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Penyelenggaraan Pelindungan Perempuan dan Anak. Raperda ini diharapkan menjadi salah satu jawaban atas semakin kompleksnya ancaman kekerasan, terutama kekerasan digital seperti cyberbullying, eksploitasi daring, hingga penyebaran konten kekerasan yang melibatkan anak-anak.
“Dunia digital kini menjadi ruang baru yang tak kalah berbahaya jika tidak ada regulasi yang jelas dan edukasi yang memadai,” ujar Juru Bicara Komisi E, Puguh Wiji Pamungkas, dalam rapat Paripurna DPRD Jatim, Senin (23/6/2025).
Data dari Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA) mencatat, sepanjang 2023 ada sebanyak 1.531 kasus kekerasan terhadap anak dan 972 terhadap perempuan di Jawa Timur. Sementara itu, kasus perkawinan anak, juga tercatat masih mengkhawatirkan, dengan permohonan dispensasi nikah mencapai 8.753 kasus pada tahun 2024.
Puguh mengakui bahwa dua regulasi yang saat ini berlaku, yakni Perda Nomor 16 Tahun 2012 dan Perda Nomor 2 Tahun 2014, sudah tidak mampu menjawab tantangan zaman. Karena itu, DPRD Jatim mendorong penyatuan keduanya dalam satu regulasi baru yang lebih komprehensif.
“Ini bukan sekadar soal hukum, tapi soal masa depan. Kita ingin menciptakan sistem yang tidak hanya menyembuhkan, tapi juga mencegah kekerasan sejak dini,” katanya.
Raperda yang tengah digodok ini akan memuat langkah konkret. Mulai dari edukasi literasi digital untuk orang tua dan guru, penyediaan layanan pemulihan terintegrasi bagi korban, hingga penguatan sistem pelaporan cepat untuk kekerasan daring.
Menurut Puguh, Perda ini diharapkan menjadi tameng yang melindungi anak dan perempuan, baik di dunia nyata maupun di ruang digital.
“Jawa Timur harus memimpin dengan memberikan contoh, bahwa perlindungan anak dan perempuan bukan hanya urusan saat terjadi kekerasan. Tapi bagaimana kita semua mencegahnya sejak dini,” tegasnya. (*)