KabarBaik.co – Majelis Ulama Islam (MUI) Jember mendatangi Komisi A DPRD untuk membahas persoalan sound horeg yang tengah ramai diperbincangkan beberapa hari ini.
Kedatangan MUI itu merupakan tindaklanjut dari fatwa MUI Jawa Timur yang telah mengharamkan penggunaan sound horeg. Di mana keputusan itu menimbulkan pro kontra di masyarakat.
Ketua MUI Jember KH. Abdul Haris mengatakan bahwa sebelumnya pihaknya telah beraudiensi dengan Kapolres Jember terkait sound horeg yang dinilai dapat berpengaruh negatif kepada masyarakat, terutama generasi penerus bangsa.
“Ini tindak lanjut keputusan MUI Jawa Timur yang secara gamblang menegaskan bahaya sound horeg,” kata pria yang akrab disapa Prof Haris itu, Selasa (22/7).
Ia menyatakan, MUI Jember sendiri tidak ingin membatasi kreatifitas dari masyarakat, apalagi yang menyentuh perekonomian.
“Tapi di satu sisi di situ ada sesuatu yang sangat urgent. Tidak hanya terkait tentang norma dan agama tapi juga kesehatan,” ungkapnya.
Pihaknya menyampaikan bahwa MUI Jember juga menunjukkan kajian akademis tentang bahayanya sound horeg kepada telinga manusia.
“Ketika melampaui batas desibel yang ditetapkan WHO, itu membahayakan generasi. Keputusan MUI Jatim ada sebab kok di situ dilarang,” jelasnya.
“Adanya sound horeg bukan hanya kemaksiatan, namun juga membahayakan. Jadi apabila ini bisa diatur dan diawasi, tentu bisa menyelamatkan semuanya,” imbuh Prof. Haris.
Meski begitu, ia menilai menggunakan sound horeg tidak sepenuhnya salah asalkan digunakan di momen-momen tertentu.
“Contohnya, menggunakan sound horeg dengan intensitas suara yang wajar untuk kegiatan positif, seperti resepsi pernikahan, pengajian dan sebagainya,” jelasnya.
Namun fakta di lapangan, penggunaan sound horeg di tengah-tengah masyarakat dengan suara yang melebihi batas, tentu mengganggu masyarakat, hingga menyebabkan gangguan kesehatan pada telinga, dada, jantung dan bahkan kerusakan rumah hingga fasilitas umum.
“Karena suara, ternyata tidak bisa didengar telinga kita, tapi juga dada, jantung, dan itu tetap berpengaruh. Kalau kaca pecah dan genteng runtuh, apalagi telinga,” ungkap Prof. Haris.
Ia menilai sebenarnya banyak masyarakat yang merasa terganggu namun tidak speak-up.
“Maka MUI Jember melakukan audiensi dengan Komisi A DPRD Jember untuk memberikan solusi dan jalan keluar terhadap persoalan yang meresahkan masyarakat tersebut,” katanya.
Sementara, Wakil Ketua Komisi A DPRD Jember Holil Asy’ari menambahkan, pernah berpapasan secara langsung sound horeg dan tidak hanya telinganya yang mendengar suara keras, namun dadanya juga turut merasakan.
“Mungkin nanti masalah ini, tentu kita juga akan mengundang beberapa pihak, apa yang perlu disampaikan ke masyarakat agar persoalan ini justru tidak menimbulkan persoalan di bawah,” ujarnya. (*)