KabarBaik.co – Dr. Prawitra Thalib, S.H., M.H., ACIArb., Kepala Program Studi Magister Kajian Ilmu Kepolisian Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga, menegaskan bahwa dalam rancangan pembaruan hukum acara pidana, penegasan mengenai kewenangan penyidikan seharusnya sepenuhnya berada di tangan kepolisian. Menurutnya, kebijakan ini sangat tepat, strategis, dan sesuai dengan prinsip tata kelola penegakan hukum yang baik.
Sebagai institusi yang secara konstitusional bertanggung jawab menjaga keamanan dan menegakkan hukum, kepolisian dianggap sebagai lembaga yang paling tepat untuk menjalankan fungsi penyidikan secara terpusat. Dalam praktik hukum pidana, pembagian wewenang penyidikan kepada banyak institusi justru berisiko menyebabkan tumpang tindih kewenangan dan konflik antar lembaga, yang pada akhirnya berpotensi mengganggu efektivitas penegakan hukum.
“Ini bukan soal kewenangan yang lahir dari norma, tetapi lebih kepada implementasinya di lapangan. Koordinasi yang baik dalam proses penyidikan hanya bisa terwujud jika satu institusi yang memegang penuh kewenangan tersebut,” ungkapnya dalam diskusi yang diadakan di Surabaya.
Kepolisian, lanjut Prawitra, memiliki sumber daya manusia, teknologi, dan sistem pelatihan yang memang dirancang khusus untuk mendukung fungsi penyidikan. Dengan menetapkan kepolisian sebagai satu-satunya penyidik, diharapkan proses penyidikan dapat dilakukan lebih efisien, terarah, dan tanpa hambatan birokrasi yang berlebihan.
Menurutnya, jika wewenang penyidikan diserahkan kepada institusi lain, seperti Kejaksaan, hal tersebut justru akan menciptakan peran yang kabur antara penyidik dan penuntut umum. “Tumpang tindih kewenangan ini bisa memperlambat proses penanganan perkara dan menambah konflik antar lembaga, sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum bagi pencari keadilan,” paparnya.
Lebih lanjut, Prawitra menyarankan agar setiap lembaga penegak hukum fokus pada tugas dan fungsi masing-masing, seperti Kejaksaan yang hanya berfokus pada penuntutan. “Jangan sampai ada satu lembaga yang menjadi ‘super’ karena memiliki lebih banyak kewenangan, yang justru berisiko memperburuk sistem peradilan pidana,” tegasnya.
Di sisi lain, jika ada ketidakpuasan terhadap kinerja kepolisian atau kejaksaan, Prawitra menekankan bahwa mekanisme supervisi yang ketat, termasuk sistem reward and punishment, harus diterapkan untuk memastikan keduanya menjalankan fungsi masing-masing dengan optimal. “Perubahan kewenangan dasar bukanlah solusi yang tepat,” tambahnya.
Dengan demikian, penegasan wewenang penyidikan yang jelas pada kepolisian diharapkan dapat meningkatkan kualitas penegakan hukum di Indonesia, yang pada akhirnya akan memberikan keadilan yang lebih cepat dan tepat kepada masyarakat. (*)






