Peken Madanten Gresik, Pasar Tempo Dulu dan Sejarah Desa Tua

oleh -113 Dilihat
3a770b21 9955 4df1 8413 4a77262c2ff9
Suasana Peken Medanten, Desa Bedanten, Kecamatan Bungah, Gresik. (Foto: Ist)

KabarBaik.co – Suasana halaman Balai Desa Bedanten, Kecamatan Bungah, Kabupaten Gresik, sejak Sabtu (9/8) sore, berubah menjadi pasar rakyat bernuansa tempo dulu. Belasan stan berjejer, menyajikan jajanan tradisional seperti gethuk, klanting, ketan bumbon, hingga polo pendem.

Inilah “Peken Madanten: Festival Bedanten Tempo Doeloe”, gelaran perdana yang diinisiasi Tim Penggerak PKK bersama Pemerintah Desa (Pemdes) dan Komunitas Pemerhati Sejarah dan Budaya Bedanten.

Festival ini lahir dari keprihatinan terhadap mulai pudarnya pengetahuan generasi muda tentang kuliner lawas era 1970-an. Seluruh 13 RT di desa ikut membuka stan, ditambah satu stan milik Pengurus Pelestari Makam Penggede (PPMP) Bedanten yang memamerkan koleksi pusaka dari Museum Madanten.

“Insyaallah, Pemdes Bedanten akan mengagendakannya setiap tahun, bertepatan dengan momen 17 Agustus, haul, sedekah bumi, atau Hari Jadi Desa,” ujar Abhiseka, pegiat sejarah dan budaya sekaligus pengurus PPMP, Minggu (10/8).

Kepala Desa Bedanten Abdul Majid, menyebut festival ini sebagai upaya menghidupkan kembali tradisi kuliner yang dulu dijajakan para ibu di pasar desa.

“Banyak nama jajanan yang asing bagi generasi milenial. Ini menginspirasi ibu-ibu PKK untuk membuat Peken Madanten dengan dukungan semua RT dan tampilan pakaian emak-emak tempo dulu,” kata Majid.

Dukungan tidak hanya datang dari warga desa. Publikasi melalui media sosial membuat festival ini diserbu pengunjung dari luar Bedanten. Selain berbelanja dan mencicipi kuliner, mereka juga mendapat suguhan pengetahuan sejarah.

Bedanten, menurut catatan Prasasti Cangguh tahun 1358 M, termasuk salah satu desa tua di wilayah ini. Museum Madanten Nusantara 1358 M yang dihadirkan dalam festival menjadi pintu masuk mengenal sejarah tersebut.

PPMP turut menjelaskan asal-usul nama Bedanten, yang diyakini berasal dari “Madanten” dan berubah dialek menjadi “Bedanten” atau “Bedah Sedanten” saat proses pembendungan Sungai Solo. Aliran sungai dialihkan menuju Sungonlegowo dan Ujungpangkah, yang kini menjadi muara Sungai Solo.

“Melupakan sejarah berarti mengabaikan jati diri kita sebagai pelaku sejarah,” pungkas Majid, menegaskan bahwa festival ini menjadi dakwah budaya dan sejarah untuk generasi mendatang.(*)

Cek Berita dan Artikel kabarbaik.co yang lain di Google News

Kami mengajak Anda untuk bergabung dalam WhatsApp Channel KabarBaik.co. Melalui Channel Whatsapp ini, kami akan terus mengirimkan pesan rekomendasi berita-berita penting dan menarik. Mulai kriminalitas, politik, pemerintahan hingga update kabar seputar pertanian dan ketahanan pangan. Untuk dapat bergabung silakan klik di sini

Penulis: Muhammad Wildan Zaky
Editor: Andika DP


No More Posts Available.

No more pages to load.