KabarBaik.co – Haris Yudhianto, pendamping hukum korban yang ditunjuk oleh Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinsos P3A) Trenggalek, angkat bicara terkait kasus kiai di pondok pesantren Mambaul Hikam, Desa Sugihan, Kecamatan Kampak, yang diduga menghamili seorang santriwati hingga melahirkan. Menurutnya, penyelesaian kasus tersebut sepenuhnya merupakan tugas pihak kepolisian, mengingat sudah ada korban yang jelas.
“Kasus ini harus segera dituntaskan. Polisi ditugaskan untuk penyelidikan sampai tuntas. Kalau tidak tuntas, selamanya akan menjadi pertanyaan, kenapa ada korban bahkan sampai hamil tapi tidak ada pelaku?” ujar Haris.
Mengenai lamanya proses hukum yang berjalan, Haris menekankan bahwa hal itu bergantung pada undang-undang yang digunakan oleh kepolisian dalam penyelidikan. “Kalau ada kesulitan untuk memenuhi, itu semua tergantung. Jadi kalau perkara seperti ini banyak undang-undangnya yang bisa dipergunakan,” jelasnya.
Ia menambahkan bahwa meskipun bukti yang ada saat ini minim, masih ada undang-undang yang bisa digunakan untuk menjerat terduga pelaku. “Jadi salah satunya undang-undang TPKS (Tindak Pidana Kekerasan Seksual). Satu alat bukti cukup dan tambahan keterangan yang bisa menunjukkan, dan itu tergantung penyidik,” tegasnya.
Haris juga mengungkapkan bahwa hingga saat ini korban belum menjalani tes genetik atau DNA, karena terduga pelaku masih belum menampakkan diri. Polisi sendiri masih terus menggali keterangan lebih lanjut dari korban. “Saat ini adalah pemeriksaan tambahan setelah sebelumnya dilakukan visum,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Haris menegaskan bahwa penyelesaian kasus ini merupakan tanggung jawab kepolisian, mengingat perhatian publik yang besar terhadap perkembangan kasus ini. “Kalau pemeriksaan masih dugaan, tapi tugas polisi menuntaskan sampai selesai. Kalau tidak tuntas, maka akan jadi PR bagi pihak kepolisian selamanya,” pungkasnya.(*)