KabarBaik.co – Suasana di depan Kantor Pemkab Jombang berubah riuh pada Kamis (7/8). Puluhan oramg dari Forum Pemuda Jombatan Bersatu menggelar aksi demonstrasi menyoroti dugaan penyimpangan dalam pengelolaan kawasan wisata Jombang Kuliner (Jokul).
Para peserta aksi datang dengan iring-iringan sepeda motor dan membunyikan sound system, sambil membawa poster protes serta satu bendera One Piece yang cukup mencuri perhatian di hadapan aparat kepolisian yang berjaga.
Koordinator aksi Aan Teguh Prihanto, mengatakan aksi ini merupakan bentuk keresahan masyarakat yang merasa dikesampingkan dalam tata kelola Jokul.
“Aset pemerintah daerah tak seharusnya dikuasai kelompok atau individu hanya bermodal surat tugas. Ini melanggar prinsip tata kelola yang sehat,” ujarnya kepada awak media.
Aan mengungkapkan bahwa penunjukan pengelola kawasan Jokul berdasarkan surat tugas Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disdagrin) bernomor 500.10.3/299/415.32/2025, yang memberikan kewenangan pengelolaan parkir dan fasilitas umum (MCK) kepada salah satu kelompok masyarakat. Namun, fasilitas MCK itu sendiri belum tersedia secara nyata di lapangan.
Aan juga menyoroti pungutan iuran sebesar Rp 5.000 per lapak setiap hari dan pungutan parkir Rp 2.000 untuk roda dua serta Rp 5.000 untuk roda empat, yang menurutnya tidak memiliki dasar hukum dan bertentangan dengan SK Bupati Nomor 100.3.3.2/41/415.10.1.3/2025. SK tersebut mengatur pembebasan retribusi selama satu tahun bagi pedagang kaki lima yang direlokasi ke kawasan Jokul.
“SK Bupati jelas menyebutkan pembebasan retribusi, tapi pungutan tetap berjalan sejak Jokul diresmikan,” tegas Aan.
Dalam pernyataan sikapnya, Forum Pemuda Jombatan Bersatu mendesak Bupati Jombang mengevaluasi dan memproses Kadis Disdagrin terkait penerbitan surat tugas tersebut.
Mereka juga meminta pengembalian seluruh iuran yang telah dipungut dan menindak tegas pungutan liar yang meresahkan pedagang. Tak hanya itu, mereka menuntut pencopotan Kepala Dinas Disdagrin karena dianggap lalai dan tidak transparan.
Aan menyayangkan sikap pasif pemerintah daerah yang belum memberikan kejelasan terkait pengembalian dana.
Meskipun dalam pertemuan dengan Sekretaris Daerah (Sekda) disebutkan surat tugas akan dicabut, pertanggungjawaban dana yang sudah terkumpul belum disampaikan.
“Kalau jumlah pedagang Jokul hampir 200 orang, dikali Rp 5.000 setiap hari, nilainya sangat besar. Ke mana uang itu mengalir? Tidak ada audit, tidak ada transparansi,” ujarnya.
Aksi unjuk rasa ini menjadi sorotan karena menyangkut prinsip dasar pengelolaan aset publik yang transparan dan berpihak pada masyarakat luas.
Saat ditanya soal bendera One Piece yang dibawa salah satu demonstran, Aan mengaku tidak mengetahui siapa yang membawanya.
“Semangat One Piece itu kebetulan hari ini lagi viral-viralnya, itu aja. Jadi saya juga tidak tahu siapa yang bawa,” jelasnya.
Tak lama setelah aksi, perwakilan massa diundang masuk ke gedung Pemkab Jombang untuk audiensi langsung dengan Sekdakab Agus Purnomo, Ketua DPRD Hadi Atmaji, dan Komisi B DPRD Jombang. (*)