PWNU Jatim Khuruj Minal Khilaf? Ini Respons Gus Mus Soal ‘Ontran-ontran’ PBNU

oleh -108 Dilihat
IMG 20251123 153612

KabarBaik.co- Badai di tubuh PBNU pascapermintaan mundur KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) dari jabatan Ketua Umum PBNU tampaknya belum akan mereda dalam beberapa waktu ke depan. Masing-masing pihak bisa jadi akan terus saling melakukan “manuver” konsolidasi.

Sebeiumnya, Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) se-Indonesia melakukan pertemuan di Surabaya, Sabtu (22/11) malam. Surat itu ditandatangani Wakil Ketua Umum PBNU Amin Said Husni dan Wakil Sekjen PBNU Faisal Saimima. Rapat berlangsung lebih dari lima jam.

Pantauan wartawan, Gus Yahya tiba di hotel sekitar pukul 19.35 WIB, dan dilanjut makan bersama. Dia baru memasuki ruangan sekitar pukul 20.00 WIB dan diperkirakan rapat dimulai pada jam tersebut. Tidak tampak kehadiran Sekjen PBNU Saifullah Yusuf alias Gus Ipul.

Rapat itu berlangsung tertutup dan dijaga ketat oleh puluhan Banser. Rapat terpantau baru selesai dilaksanakan, Minggu (23/11) dini hari, sekitar pukul 01.30 WIB dengan hasil banyak perwakilan PWNU yang datang saat itu, tidak menghendaki Gus Yahya mundur sebagai Ketua Umum PBNU. Gus Yahya menyebut, mereka yang memilihnya di Muktamar ke-34 Lampung pada 2021, akan merasa kecewa jika kepemimpinan PBNU tidak dilaksanakan sampai tuntas

Namun, dalam rapat konsolidasi PWNU se-Indonesia di Surabaya, ada beberapa perwakilan yang tidak hadir. Salah satunya adalah PWNU Jatim. Berdasar pantauan, Ketua PWNU Jatim KH Abdul Hakim Mahfudz atau Gus Kikin dan pengurus lainnya tidak tampak dalam rapat koordinasi tersebut.

Dalam tradisi pesantren, boleh jadi PWNU Jatim memilih khuruj minal khilaf, secara bahasa berarti keluar dari perselisihan atau menjauh dari hal yang diperselisihkan oleh para ulama. Praktisnya khuruj minal khilaf adalah sengaja memilih pendapat yang lebih hati-hati atau yang lebih kuat dalilnya ketika ada perselisihan pendapat ulama, agar terhindar dari melakukan sesuatu yang menurut sebagian ulama itu batal. Tujuannya adalah ittiqa syubhat (menjauhi hal-hal yang samar) dan mengamalkan prinsip kehati-hatian dalam agama.

Atau, PWNU Jatim memilih fiqih sukuti. Sikap diam yang bijak dan bermakna hukum dalam menghadapi situasi tertentu, terutama ketika berbicara atau bereaksi justru bisa memicu kerusakan yang lebih besar. Bukan diam karena takut atau tak tahu, tapi diam yang merupakan keputusan fikih tertinggi pada kondisi tertentu.

Sikap KH Mustofa Bisri

Rais Aam PBNU 2014-2015 KH Mustofa Bisri memberikan sikap tentang dinamika internal di PBNU belakangan ini. Sikap itu sebagaimana dituturkan Ulil Abshar Abdallah (Gus Ulil) lewat unggahannys di akun X, Minggu (23/11). Gus Ulil tidak lain menantu Gus Mus. Berikut tulisan lengkapnya:

Pagi ini, JJS (jalan-jalan sehat) di Alun-alun Rembang, mendampingi Gus Mus alias Kiai Mustafa Bisri. Tentu saja Mbak Admin Ienas Tsuroiya ikut serta. Di tengah jalan saya berseloroh, sekadar untuk membuka pembicaraan.

​”Abah ini umurnya sudah delapan puluh tahun lebih, tapi jalannya masih tegap. Sementara banyak kiai yang umurnya di bawah Njenengan, sudah harus memakai kursi roda.”

Saya diam sejenak, menunggu respons Abah. Lalu,

​”Soalnya beliau-beliau itu terlalu serius jadi kiai sih,” kata Gus Mus.

Saya tertawa sambil merenungkan perkataan yang sederhana, tapi maknanya, tentu saja, amat dalam itu. Dari rumah, Gus Mus jalan kaki menempuh jarak kurang lebih satu kilometer, menuju Alun-alalun Kota Rembang. Setelah itu, beliau akan mengitari alun-alun kira-kira lima kali. Gus Mus masih bisa jalan kaki dengan “pace” atau kecepatan ala anak-anak muda. Luar biasa. Tak ada tanda-tanda “ngos-ngosan” sama sekali

Setelah beberapa saat, beliau, masih dalam keadaan jalan kaki dengan cukup cepat, bercerita bahwa Kiai Abdul Hakim Mahfudz, alias Gus Kikin, Ketua PWNU Jatim dan Pengasuh Pesantren Tebuireng, dua hari lalu sowan ke “ndalem” beliau (maksudnya Gus Mus) di Leteh, Rembang. Gus Kikin melaporkan “ontran-ontran” yang sekarang tengah berkecamuk dalam tubuh PBNU. Tentu saja Gus Kikin cemas sekali melihat hal ini.

​Apa respons Gus Mus? “Sampeyan kan sudah lama di NU, masak ndak tahu. Di NU ribut-ribut itu biasa, namanya orang banyak, kepentingannya juga banyak,” seloroh Gus Mus.

Lalu, “Sampeyan ndak usah cemas. Santai saja. NU itu milik Gusti Allah, sudah ada yang ngurus, ndak usah khawatir,” kata beliau.

​Gus Mus memang selalu santai menghadapi keadaan apa pun, tidak mudah cemas dan panik. Ini bukan berarti beliau tidak sungguh-sungguh memikirkan NU. Bukan. Hidup beliau sejak muda hingga sepuh saat ini dihabiskan dalam NU. Organisasi ini sudah menjadi bagian dari dirinya.

Ketika suatu waktu Gus Yahya, Ketua Umum PBNU, melaporkan tentang “ribut-ribut” dalam tubuh organisasi yang ia pimpin itu, Gus Mus juga merespons dengan santai:

​”Salahmu sendiri pengin jadi Ketua NU. Wong kamu sendiri yang pengin jadi Ketua NU kok sekarang mengeluh.”

Mungkin gaya santai Gus Mus inilah yang membuatnya tetap segar-bugar hingga usia sepuh saat ini. Jalannya masih tegap. Tak ada pantangan apa pun dalam soal makanan. “Tak soal makan apa saja, asal tidak berlebihan, tahu batas,” kata beliau suatu saat

​—

Bagaimana ujung dari “ontran-ontran” itu? Entahlah. Yang pasti, setelah pertemuan di Surabaya, hari ini (23/11) giliran ada pertemuan di Jakarta. Beredar surat undangan untuk para alim ulama yang ditandatangani Gus Yahya, tanpa ada Gus Ipul. Pun tiada nama Rais Aam dan Katib Aam sebagaimana lazimnya. Dan, mungkin juga disusul pertemuan-pertemuan lain. Termasuk pertemuan dalam “gelap”. Menuju terang. (*)

Cek Berita dan Artikel kabarbaik.co yang lain di Google News

Kami mengajak Anda untuk bergabung dalam WhatsApp Channel KabarBaik.co. Melalui Channel Whatsapp ini, kami akan terus mengirimkan pesan rekomendasi berita-berita penting dan menarik. Mulai kriminalitas, politik, pemerintahan hingga update kabar seputar pertanian dan ketahanan pangan. Untuk dapat bergabung silakan klik di sini

Editor: Supardi Hardy


No More Posts Available.

No more pages to load.