KabarBaik.co – Dinas Kesehatan (Dinkes) Sidoarjo mencatat sebagian besar penderita HIV (Human immunodeficiency Virus) di wilayahnya merupakan pria berusia produktif.
Fakta ini sejalan dengan data yang diunggah akun @data.kita, yang menempatkan Sidoarjo sebagai daerah dengan jumlah kasus HIV tertinggi di Jawa Timur, yakni sebanyak 270 kasus.
Pelaksana tugas (Plt) Kepala Dinkes Sidoarjo dr. Lakshmi Herawati Yuwantina menegaskan bahwa tingginya angka tersebut tidak sepenuhnya menggambarkan peningkatan penyebaran penyakit.
Menurutnya, data itu justru menjadi bukti bahwa program deteksi dini yang dijalankan Dinkes berjalan aktif.
“Kalau dilihat sepintas memang jumlahnya besar, tapi itu hasil dari kegiatan skrining kami yang rutin dilakukan di berbagai titik. Tujuannya supaya pasien bisa segera ditangani,” ujar Lakhsmi, Sabtu (15/11).
Lakshmi menjelaskan tim Dinkes melalui bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) terus turun ke lapangan untuk menjangkau lokasi-lokasi yang dianggap rawan penularan HIV.
Langkah ini dilakukan agar kasus bisa ditemukan lebih awal sebelum menimbulkan risiko penularan lebih luas.
Sementara itu, Kepala Bidang P2P Dinkes Sidoarjo dr. Djoko Setijono menuturkan bahwa tren kasus HIV di Sidoarjo didominasi oleh laki-laki usia produktif.
“Kalau dilihat dari data pemeriksaan VCT, yang paling banyak adalah pria. Sementara dari kalangan remaja hanya sedikit,” jelasnya.
Namun, kata Djoko, pihaknya tetap melakukan pemeriksaan lintas gender, termasuk pada kelompok perempuan dan komunitas trans.
Ia mengungkapkan bahwa masih banyak perempuan yang enggan melakukan pemeriksaan karena alasan pribadi.
“Sebagian merasa malu atau tidak mau periksa kalau belum merasa sakit. Padahal pemeriksaan dini sangat penting,” tambahnya.
Untuk memperluas jangkauan pemeriksaan, Dinkes Sidoarjo bekerja sama dengan berbagai LSM, NGO, serta komunitas lokal.
Melalui pendekatan ini, petugas dapat menjangkau kelompok yang lebih tertutup dan membangun rasa percaya agar mau melakukan tes.
“Kalau menjangkau kelompok trans, misalnya, kita masuk melalui komunitas mereka supaya lebih mudah diterima,” katanya.
Selain memastikan layanan skrining berjalan, Dinkes juga menjamin perlindungan data dan kenyamanan pasien di setiap fasilitas kesehatan.
“Kami menyediakan ruang privasi khusus bagi pasien, agar mereka merasa aman dan tidak dicampur dengan pasien umum,” ungkap Djoko.
Pasien yang terdeteksi positif HIV akan mendapatkan akses pengobatan di puskesmas maupun rumah sakit.
“Kami ingin pengobatan bisa diakses lebih mudah. Petugas juga terus melakukan pendampingan agar pasien rutin menjalani terapi antivirus,” ujarnya.
Sebagian besar pasien HIV di Sidoarjo menjalani rawat jalan di bawah pengawasan petugas kesehatan wilayah setempat. Namun, jika ditemukan penyakit penyerta seperti TBC atau komplikasi lain, pasien akan segera dirujuk ke rumah sakit.
“Kalau sudah ada penyakit sekunder, biasanya langsung kami rujuk untuk mendapatkan perawatan intensif,” pungkas Djoko. (*)







