KabarBaik.co- Pulau Kalimantan menyimpan banyak cerita mistis yang hidup di tengah masyarakatnya. Salah satu yang paling legendaris adalah kisah tentang Kota Saranjana sebuah kota yang diyakini memiliki peradaban sangat maju, namun tidak dapat dilihat oleh sembarang orang. Cerita tentang kota ini telah menjadi bagian dari mitos yang diwariskan secara turun-temurun, terutama oleh penduduk di Kalimantan Selatan.
Kota yang Tidak Kasat Mata
Saranjana dipercaya sebagai kota tak terlihat yang berada di alam lain. Meski tidak pernah tercatat dalam peta resmi Indonesia, masyarakat setempat meyakini bahwa kota ini benar-benar ada. Mereka menggambarkannya sebagai kota megah dengan bangunan pencakar langit dan teknologi canggih, jauh melampaui zaman. Namun, hanya mereka yang memiliki kemampuan supranatural atau mata batin yang bisa “melihat” keberadaannya.
Jejak Saranjana dalam Peta Lama
Meskipun tidak muncul dalam dokumen modern, Saranjana ternyata pernah tercatat dalam berbagai peta dan dokumen lama dari masa Hindia Belanda. Peta-peta seperti karya Salomon Muller tahun 1845 dan Isaac Dornseiffen pada 1868 menunjukkan adanya lokasi bernama Saranjana di Kalimantan Selatan. Kamus dan peta buatan para peneliti kolonial juga mencatat keberadaan wilayah tersebut, termasuk Sketch Map of the Residency Southern and Eastern Division of Borneo tahun 1913. Keberadaan dokumen-dokumen ini memperkuat dugaan bahwa Saranjana pernah menjadi lokasi nyata sebelum “menghilang”.
Lokasi yang Penuh Misteri
Tidak ada kesepakatan tunggal tentang lokasi pasti Kota Saranjana. Beberapa versi menyebutkan bahwa kota ini berada di kawasan Kotabaru, sementara yang lain menyebutkan Teluk Tamiang sebagai tempatnya. Versi yang paling kuat menyebutkan bahwa Saranjana terletak di sebuah bukit kecil di Desa Oka-Oka, Kecamatan Pulau Laut Kepulauan. Tempat ini berbatasan langsung dengan laut, dan meskipun indah, dianggap angker oleh warga setempat.
Legenda Gunung Sebatung dan Asal Usul Kota Gaib
Mitos Saranjana juga berkaitan erat dengan legenda lokal mengenai Gunung Sebatung. Dalam kisah tersebut, Raja Pakurindang dari Kerajaan Halimun memiliki dua anak, yaitu Sambu Ranjana dan Sambu Batung. Karena terus berselisih, sang raja membagi wilayah kekuasaan kepada keduanya. Sambu Batung akhirnya menjadi bagian dari alam nyata dan menjelma menjadi Gunung Sebatung, sementara Sambu Ranjana memilih untuk menciptakan kota sendiri di alam gaib inilah yang dipercaya menjadi asal mula Kota Saranjana.
Antara Mitos dan Cocoklogi
Karena misterinya yang mendalam, banyak orang mencoba menafsirkan asal-usul nama “Saranjana” melalui pendekatan yang disebut cocoklogi — seperti menyamakannya dengan lagu “Terajana” dari Rhoma Irama atau bahkan kata Korea “Saranghaeyo”. Meski terdengar seru dan menarik, hubungan kata-kata ini lebih mencerminkan rasa penasaran masyarakat ketimbang penjelasan yang benar-benar historis atau linguistik.
Kisah tentang Kota Saranjana bukan sekadar cerita rakyat biasa. Ia adalah refleksi dari kekayaan budaya, kepercayaan, dan imajinasi kolektif masyarakat Kalimantan. Entah benar-benar pernah ada atau hanya hidup dalam legenda, Saranjana telah menjadi simbol dari dunia yang tak terlihat — sebuah dunia yang hanya bisa disentuh oleh keyakinan dan imajinasi. Kota gaib ini akan terus hidup dalam cerita-cerita, menghidupkan rasa misteri yang tak lekang oleh waktu.