Sayap Garuda Patah: Peluit Wasit Ma Ning Kubur Mimpi Timnas Indonesia

oleh -112 Dilihat
IMG 20251012 081007

KabarBaik.co– Malam 12 Oktober 2025 Waktu Arab Saudi (WAS) itu seharusnya menjadi mercusuar harapan bagi Timnas Indonesia. Namun, berubah menjadi panggung pemusnahan mimpi.

Asa panjang Garuda untuk menorehkan sejarah di Piala Dunia 2026 , yang telah dirajut dengan peluh, air mata, dan tiga tahun perjuangan, akhirnya runtuh di King Abdullah Sport City Stadium. Kekalahan tipis 0-1 dari Irak bukan sekadar skor, melainkan vonis pahit yang mengunci pintu suci menuju AS, Meksiko, dan Kanada.

Jutaan pasang mata masyarakat bola Tanah Air kecewa. Gerah. Bahkan, ikut menangis. Tidak enak makan dan tak dapat tidur nyenyak sesaat. Tapi, begitulah permainan. “Agamanya” adalah kalah-menang.

Laga hidup-mati Timnas Indonesia vs Irak, sejatinya berjalan seru dan menarik. Sengit penuh debar. Sempat dikuasai Tim Merah Putih di babak pertama. Sayangnya, diakui atau tidak, ternoda oleh tangan dingin sang pengadil lapangan: Ma Ning, wasit asal China, yang memiliki Jejak kelam kontroversi.

Kepemimpinaa wasit malam itu bagai badai yang mengoyak benteng keadilan. Teknologi Video Assistant Referee (VAR) pun hanya berdiam diri sepanjang laga, membisu di tengah drama yang menguras emosi.

Dari catatan media, setidaknya ada tiga kontroversi Ma Ning yang dianggap menghantam harapan Garuda hingga berkeping-keping:

1. Pengampunan bagi ‘Penjagal’ Benteng Terakhir Irak

Di menit ke-69, Ole Romeny, sang ujung tombak Indonesia, melesat menembus barisan pertahanan Irak. Namun, langkahnya dihentikan secara brutal oleh bek Irak, Zaid Tahseen, dalam pelanggaran keras di posisi last man—momen kritis di mana Tahseen adalah benteng terakhir Singa Mesopotamia. Pelanggaran ini seharusnya diganjar kartu merah, hukuman yang tentu akan mengguncang keseimbangan laga. Namun, Ma Ning, dengan sorot mata dingin, hanya mengeluarkan kartu kuning. Pengampunan ini bagai pisau yang menusuk jantung Garuda, menjaga Irak tetap utuh dengan 11 pemain dan merampas keunggulan numerik yang tentu begitu didambakan setiap tim.

2. Romeny Dihukum Saat Berjuang Merobek Jala Musuh

Sialnya nasib Garuda berlanjut di menit ke-86. Ole Romeny, dengan semangat baja, berjuang melepaskan tembakan di kotak penalti. Eh, justru dianggap sebagai pelaku pelanggaran oleh Ma Ning. Dalam tayangan, bola memang direbut bek Irak, tetapi wasit dengan segera meniup peluit, menuding gerakan kaki Romeny—yang sedang mengayun untuk menembak—sebagai tindakan berbahaya. Protes keras Romeny atas keputusan absurd ini berujung nestapa. Ia malah diganjar kartu kuning. Ironi yang kembali mencabik jiwa. Sang pejuang dihukum, sementara keadilan terkubur dalam debu lapangan Jeddah.

3. Peluit Ajaib yang Mematikan Denyut Terakhir Garuda

Puncak tragedi terjadi di detik-detik akhir injury time (menit 90+9). Kiper Maarten Paes melepaskan tendangan bebas, disambut sundulan apik Jay Idzes. Kevin Diks, dengan api perjuangan yang masih membara, berusaha menguasai bola di udara dengan kaki. Namun, Ma Ning kembali mengayunkan palu eksekusinya, meniup peluit dan menilai Diks mengangkat kaki terlalu tinggi—padahal bola berada pada ketinggian wajar untuk duel udara.

Keputusan ini, yang memutus skema serangan terakhir Indonesia di jantung kotak penalti, bagaikan tembakan terakhir yang merobek nafas Garuda. VAR, yang seharusnya menjadi penutup keadilan, tetap membisu seperti patung.

Jejak kelam Ma Ning di Jeddah ini bukanlah hal baru. Ternyata, nama wasit China ini juga telah menjadi “momok” di sejumlah laga internasional, terutama saat memimpin Final Piala Asia 2023. Dijuluki “Wasit Eksekutor,” Ma Ning pernah menggemparkan dunia dengan memberikan tiga penalti kontroversial kepada Qatar, tuan rumah, yang akhirnya menggenggam gelar juara dengan skor 3-1. Keputusan-keputusan itupun menjadi luka baru bagi perjuangan Indonesia, menambah daftar panjang kekecewaan di panggung dunia.

Malam itu, di bawah sorot lampu King Abdullah Sport City, Garuda tak hanya kalah dari Irak, tetapi diakui atau tidak juga dari keputusan-keputusan yang mematikan mimpi. Sayap Garuda telah patah, dan pintu menuju Piala Dunia 2026 tertutup rapat sudah, setidaknya untuk saat ini.

Luka memang menganga. Namun, sejarah tak pernah mencatat bangsa yang menyerah pada kekalahan tunggal. Pilar-pilar perbaikan, termasuk peracikan ‘obat’ dari Ketua Umum PSSI Erick Thohir, mesti segera ditegakkan. Entah itu berupa pil pahit #KluivertOut atau strategi lainnya. Yang pasti, ini hanyalah jeda, bukan akhir. Sampai sayap itu pulih dan mengukir kisah baru, Garuda tetap di dada selamanya. (*)

Cek Berita dan Artikel kabarbaik.co yang lain di Google News

Kami mengajak Anda untuk bergabung dalam WhatsApp Channel KabarBaik.co. Melalui Channel Whatsapp ini, kami akan terus mengirimkan pesan rekomendasi berita-berita penting dan menarik. Mulai kriminalitas, politik, pemerintahan hingga update kabar seputar pertanian dan ketahanan pangan. Untuk dapat bergabung silakan klik di sini

Editor: Supardi


No More Posts Available.

No more pages to load.