Sosok Misri Puspitasari: Gadis 23 Tahun Terseret Pesta Gelap Perwira

oleh -554 Dilihat
MISRi MUDA
Misri Puspitsari. (Foto IST)

KabarBaik.co- Tentu tak pernah terbayangkan oleh Misri Puspitasari bahwa hidupnya akan seperti ini. Mendekam di balik jeruji besi. Jadi sorotan nasional. Usia perempuan asal Danau Sipin, Jambi, itu masih muda, 23 tahun. Awalnya hanyalah gadis biasa. Anak sulung dari enam bersaudara, ditinggal ayah sejak belia, dan hidup dalam kesederhanaan. Misri putus sekolah selepas SMA, lalu merantau demi membantu ekonomi keluarga.

Pilihan hidup membawanya menjadi LC (pemandu karaoke) di Banjarmasin, Kalimantan Selatan (Kalsel). Di sinilah ia mulai mengenal kerasnya realitas pekerjaan hiburan malam. Hingga akhirnya takdir mulai berbelok, saat berkenalan dengan seorang bernama Kompol I Made Yogi Purusa Utama. Seorang perwira polisi yang sejatinya memiliki rekam karier cepat menanjak. Menjabat Kasubag Paminal Bidpropam Polda NTB. Sejengkal lagi, berpangkat AKBP, di usia yang masih relatif muda. Ia Akpol 2010.

Perkenalan itu disebut bermula dari media sosial. Dari obrolan ringan, komunikasi berlanjut hingga pada 15 April 2025 sang perwira menjanjikan liburan ke Gili Trawangan, Lombok. Semua ditanggung, katanya. Tiket, vila privat nan mewah, dan uang saku hingga Rp 10 juta per malam. Janji manis yang tentu sulit ditolak. Apalagi oleh Misri yang sehari-hari hanya bisa mengandalkan penghasilan pas-pasan dari rumah karaoke.

Ia menerima ajakan itu. Membawa harapan akan pengalaman baru dan sedikit rezeki untuk keluarganya di Jambi.

Tanggal 16 April 2025, Misri tiba di pulau kecil itu. Surga bagi para pelancong. Ia dijemput Muhammad Nurhadi, polisi muda berpangkat brigadier yang disebut hanya sebagai sopir dalam rombongan. Di villa mewah tempat itu, Misri bertemu kembali dengan Kompol Yogi, dan juga Ipda I Made Haris Chandra, perwira lain yang turut serta. Mereka tidak sendiri. Seorang perempuan lain yang dipanggil Putri alias Melanie juga hadir, diduga punya latar belakang serupa dengan Misri.

Seperti hari-hari biasa, angin laut Gili Trawangan selalu menyapa setiap pengunjung yang datang. Semilir. Kolam renang kecil menjadi latar ’’pesta gelap’’, yang perlahan berubah menjadi malam yang kelam. Beberapa botol minuman keras tersedia, dan dua jenis obat disebut beredar: Riklona (Clonazepam) dan Inex (MDMA). Tentu saja, kesadarannya mereka mulai memudar. Tidak lagi seratus.

Entah seperti apa kepastiannya. Publik menunggu keterangan terbukan dari polisi. Yang jelas, Misri dikabarkan sempat merekam video pendek berdurasi 7 detik. Dalam video itu, tampak Brigadir Nurhadi duduk di pinggir kolam, berendam. Tapi itulah detik-detik terakhir Nurhadi terlihat hidup. Setelah itu, cerita menjadi kabur. Video itup viral. Beragam komentar membanjiri video itu di media sosial. Ada yang menyebut, Brigadir Nurhadi sedang menahan sakit. Ada lagi yang menilai bukan kolam renang karena ukurannya kecil, tapi mirip jacuzzi.

Melului kuasa hukumnya kepada awak media, Misri mengaku hanya ingat teriakan dan kepanikan. Ia mendapati Nurhadi tenggelam dan tidak muncul ke permukaan. Kemudian, Kompol Yogi mencoba menolong, sebelumnya akhirnya menghubungi pihak hotel setempat dan dibawa ke klinik kesehatan terdekat. Tetapi, nyawa Nurhadi tidak tertolong.

Awalnya, peristiwa itu dilaporkan sebagai kecelakaan biasa. Tenggelam karena pengaruh alkohol dan obat penenang. Jenazah Brigadir Nurhadi lantas dimakamkan di kampong asalnya, Lombok Barat. Layaknya pemakaman resmi seorang anggota Korps Bhayangkara.

Keluarga tidak mau diotopsi dengan dalih tidak tega. Namunn, bau busuk terendus di balik kematian Brigadir Nurhadi. Mulai mengemuka kejanggalan. Akhirnya, makam polisi berusia 31 tahun itupun dibongkar untuk kepentingan otopsi. Hasilnya? Drama besar terjadi. Membelokkan segalanya. Ditemukan patah pada tulang hyoid, lecet pada leher, dan dugaan kekerasan fisik yang tak wajar.

Dugaan pembunuhan mulai menyeruak. Pada 2 Juli, penyidik Polda NTB menjadikan Misri yang semula menjadi saksi sebagai tersangka. Tidak lama kemudian, Kompol Yogi dan Ipda Haris menyusul. Keduanya pun langsung dipecat tidak hormat dari institusi Polri.

Di sinilah cerita menjadi lebih rumit. Berbagai spekulasi muncul. Ada yang menyebut malam itu terjadi percekcokan antara Nurhadi dan atasannya, diduga karena salah seorang dari perempuan yang hadir. Apakah ada rasa cemburu? Atau mungkin konflik lama yang terbawa dalam situasi tak terkendali? Pihak kepolisian belum mengungkap secara rinci motif di balik dugaan pembunuhan tersebut.

Namun, publik sudah terlanjur menaruh curiga. Di media sosial, peristiwa ini disebut-sebut sebagai “Ferdy Sambo jilid dua”. Ini merujuk pada skandal besar 2022, di mana seorang jenderal polisi merekayasa pembunuhan anak buahnya karena motif asmara dan harga diri.

Drama ’’pesta gelap’’ belum berujung. Wajah Misri terus viral. Foto-foto lamanya tersebar. Suara netizen terbelah. Ada yang berempati, ada pula yang mencemooh. Di kampung halamannya, keluarga hanya bisa menangis. Misri hanya ingin mencari uang untuk membantu adik-adiknya bersekolah. Mereka tidak pernah menyangka liburan mewah itu akan berakhir di ruang tahanan dan berlanjut ke meja pengadilan.

Di balik kehebohan ini, publik masih menunggu keterbukaan. Siapa sebenarnya Nurhadi? Benarkah hanya sopir? Atau justru tahu terlalu banyak? Mengapa ia sampai meregang nyawa dalam pesta yang mungkin sebagai pelarian dari rutinitas? Banyak yang merasa bahwa kebenaran belum sepenuhnya terungkap. Masyarakat hingga DPR iku bersuara. Kasus ini mencoreng institusi Polri di mata publik, menambah catatan kasus-kasus serupa.

Kini, Misri mejalani hidup di balik jeruji. Ia bukan lagi perempuan bebas yang bisa pulang ke rumah kapan saja. Dari villa mewah ke sel tahanan, hidupnya jungkir balik dalam waktu kurang dari sehari semalam Apakah betul ia turut menjadi pelaku, korban, atau hanya pion kecil dalam skenario yang lebih besar? Hanya penyidikan dan waktu yang bisa menjawab.

Namun, satu hal jelas. Malam itu di Gili Trawangan telah mengubah hidup banyak orang. Seorang polisi muda kehilangan nyawa. Dua perwira kehilangan jabatan dan masa depannya. Dan seorang gadis Jambi, yang tadinya hanya ingin menjemput sedikit rezeki, kini terseret dalam labirin hukum yang gelap dan panjang. (*)

 

Cek Berita dan Artikel kabarbaik.co yang lain di Google News

Editor: Supardi


No More Posts Available.

No more pages to load.