Sound Horeg Bisa Sebabkan Tuli dan Memicu Gangguan Psikologis, Ini Penjelasan Lengkap Dokter RSSA Syaiful Anwar UB

oleh -184 Dilihat
IMG 20250723 WA0022

KabarBaik.co – Fenomena sound horeg yang semakin populer di masyarakat dinilai berbahaya bagi kesehatan pendengaran. Hal ini disampaikan dr. Meyrna Heryaning Putri, dokter spesialis Telinga, Hidung, Tenggorokan (THT) Rumah Sakit Saiful Anwar (RSSA) Universitas Brawijaya (UB).

Meyrna menyebut paparan suara berlebihan dapat menyebabkan kerusakan permanen pada telinga. “Telinga manusia hanya bisa mentoleransi suara maksimal 85 desibel (dB) selama delapan jam. Jika melebihi itu, risiko gangguan pendengaran meningkat. Bahkan pada volume 140 dB, dalam waktu singkat bisa merusak gendang telinga, tulang pendengaran, hingga rumah siput,” terang Meyrna, Rabu (23/7).

Meyrna menjelaskan, sound horeg merupakan gabungan beberapa sistem suara (sound system) yang dioperasikan secara bersamaan di satu lokasi. Suara yang sangat kencang membuat benda sekitar bergetar. Paparan suara seperti ini, kata Meyrna, tidak hanya merusak pendengaran, tetapi juga dapat memicu gangguan psikologis dan sosial.

Menurut Meyrna, gejala awal gangguan pendengaran dapat berupa telinga terasa penuh, berdenging, hingga penurunan ambang dengar sementara (temporary threshold shift). Jika terus terpapar, kondisi ini bisa berkembang menjadi hearing loss permanen dengan tingkat keparahan ringan hingga sangat berat.

“Dampaknya bukan cuma tidak bisa mendengar. Masalah non-pendengaran seperti gangguan komunikasi, stres, dan penurunan kualitas hidup juga bisa terjadi,” ujarnya.

Kelompok paling rentan terhadap paparan suara keras, lanjut Meyrna, yaitu bayi, anak-anak, lansia, serta individu dengan riwayat gangguan telinga atau kelainan rumah siput. Meski berisiko tinggi, sound horeg masih dianggap sebagai bagian dari budaya hiburan masyarakat. “Banyak orang menganggap sound horeg itu milik kita dan harus dilestarikan. Padahal bahayanya sangat tinggi,” papar dia.

Untuk mencegah kerusakan pendengaran, Meyrna menyarankan masyarakat menghindari paparan suara keras dan menggunakan pelindung telinga seperti earplug, earmuff, atau earmelt saat berada di lingkungan bising. Ia juga menegaskan pentingnya edukasi kepada masyarakat.

“Edukasi bukan hanya tugas dokter. Siapa pun bisa menyampaikan informasi ini asal memahami dampaknya. Musik memang menyenangkan, tapi kita harus tahu batas kemampuan telinga kita,” tandasnya. (*)

Cek Berita dan Artikel kabarbaik.co yang lain di Google News

Kami mengajak Anda untuk bergabung dalam WhatsApp Channel KabarBaik.co. Melalui Channel Whatsapp ini, kami akan terus mengirimkan pesan rekomendasi berita-berita penting dan menarik. Mulai kriminalitas, politik, pemerintahan hingga update kabar seputar pertanian dan ketahanan pangan. Untuk dapat bergabung silakan klik di sini

Penulis: P. Priyono
Editor: Hairul Faisal


No More Posts Available.

No more pages to load.