KabarBaik.co – Berhasil menaklukan Banyuwangi Blue Fire Ijen KOM menjadi pencapaian besar bagi Dwi Soejtipto, Mantan Dirut Pertamina dan Kepala SKK Migas yang baru pensiun tahun lalu.
Betapa tidak, di usianya yang hampir menginjak tujuh dekade tanjakan super ekstrim jalur Hors Categorie (HC) dengan gradiens puncak 34 persen, lalu total elevasi mencapai 1.708 meter bukanlah perkara mudah.
Bagi dia, jalur Ijen adalah pengalaman paling sulit yang pernah ia lakoni selama bergelut di dunia balap sepeda. Namun KabarBaik-nya dia berhasil finish dengan catatan waktu 5 jam 40 menit sekitar pukul 13.00 WIB atau setengah jam sebelum cut of time.
“Jalur Ijen ini memang paling berat sepengalaman saya bersepeda. Bersyukur sekali saya bisa finish,” terangnya bangga.
Dwi menceritakan perjalanannya selama balapan. Sejak akan berlomba di Banyuwangi, dia sudah mendengar kengerian jalur Ijen yang banyak ditakuti pembalap dunia.
Sejak start di Gor Tawangalun ia sudah berstrategi mengatur ritme kayuhan pedalnya. Pelan namun penuh kepastian.
Sampai pada water station pertama di Rest Area Jambu, dia beristirahat total mengumpulkan energi sebelum menghadapi jalan menuju finish yang hanya terus menanjak.
Pedal ia kayuh dengan penuh keyakinan melintasi jalan tanjakan dan berliku-liku sampai ke feeding zone di Gantasan Bike Park yang menjadi Feeding Zone. Gradien di jalur ini sudah mulai mencapai 20 persen.
Itu masih permulaan. Di depan matanya jelas menanti jalur yang semakin menanjak terutama menjelang finish di titik Erek-erek yang menjadi puncak tanjakan mencapai gradien 34 persen.
“Makanya setiap water station saya manfaatkan beristirahat penuh. Saya jaga nutrisi dan minum supaya tidak dehidrasi,” kata pria berusia 69 tahun itu.
Menjelang puncak itulah dirinya sempat kewalahan menaklukan 4 tanjakan di Erek-erek. Ia sempat turun dari sepeda karena cukup kelelahan.
Tapi tekadnya yang kuat mengalahkan rasa lelah itu. Ia pun lanjut mengayuh sepedanya dengan optimisme tinggi.
Secara keseluruhan ia mengaku sangat menyukai jalur Ijen. Selain jalurnya yang menantang pemandangannya juga mempesona. Namun ia menemui beberapa kendala salah satunya adalah kondisi jalan di tanjakan Erek-erek yang kurang mulus.
“Banyak tambalan-tambalan, sementara posisinya pas menanjak. Jadi pas kena tambalan, sepeda terangkat-terangkat. Tapi secara rute saya sangat suka karena menantang sekali,” bebernya.
Menaklukan seri terakhir ini, kata Dwi, juga tantangan sendiri baginya. Seminggu sebelum race dia sempat terserang diare. Ia sempat dilanda ragu.
Tapi semangatnya mengalahkan ragu itu. Ia memperbaiki kondisi kesehatannya dan berlatih. Sebulan sebelumnya ia berlatih di Bogor dengan rute menanjak seperti Kebo, Cipanas, hingga Puncak sebagai persiapan berangkat ke Banyuwangi.
“Dengan hasil ini dan tantangan sebelumnya saya puas bisa menamatkan seluruh seri Mainsepeda Thrilogy. Tiga medali berhasil saya kumpulkan. Bersyukur sekali rasanya,” ujarnya bangga.
Sebagai informasi, Dwi Soejtipto berkompetisi di kategori Man Age 60+ Mainsepeda Thrilogy. Sebelumnya dia telah menamatkan dua seri sebelumnya Bromo KOM dan Kediri Dholo KOM. Terakhir yaitu Banyuwangi Blue Fire Ijen KOM.
Dengan hasil tersebut Dwi memperoleh 3 medali sebelumnya yang bisa dirangkai menjadi piramida prestisius dan menjadi bukti keberhasilannya dalam ajang balap tanjakan paling prestisius di Indonesia.